TAK KU TAU KAN HARI ESOK

0
2186

Oleh: Reinhard Samah Kansil, M.Th

Yakobus 4:13-17

Sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap (ay. 14).

Peringatan

Bacaan hari ini memperingatkan kita supaya tidak dengan lancang yakin akan kelanjutan hidup kita, dan supaya tidak membuat rencana-rencana atas dasar kelancangan itu dengan keyakinan bahwa kita akan berhasil (ay. 13-14).

Rasul Yakobus, setelah menegur orang-orang yang menghakimi dan mencela hukum, sekarang menegur orang-orang yang tidak ambil peduli terhadap Pemeliharaan ilahi. Renungkanlah sejenak cara berpikir dan berbicara seperti itu, tanyakan pada diri kita sendiri bagaimana mempertanggungjawabkannya.”

Merenungkan dengan sungguh-sungguh perkataan dan perbuatan kita akan menunjukkan kepada kita banyak kejahatan yang, karena ketidaksengajaan, cenderung kita lakukan dan terus kita lakukan. Ada sebagian orang yang dulu, dan sekarang pun masih sangat banyak, berkata, kami akan berangkat ke kota anu, dan berbuat ini dan itu, untuk jangka waktu tertentu, tanpa dengan betul-betul peduli terhadap keputusan-keputusan Pemeliharaan Ilahi.

Serahkanlah

Dalam hidup, satu-satunya kepastian sesungguhnya adalah ketidakpastian. Sebagaimana Kitab Suci mengingatkan, kita “tidak tahu apa yang akan terjadi besok” (ay. 14). Seorang pengembang di Amerika, Larry Silverstein, mengalami sendiri kebenaran ayat ini.

Meski memiliki tanah yang menjanjikan di New York, menurut kesaksiannya, ia terobsesi untuk menjadikan Menara Kembar World Trade Center sebagai properti yang dikelolanya juga. Keinginannya menjadi kenyataan. Enam minggu sebelum kedua gedung pencakar langit yang menakjubkan itu dihancurkan para teroris, ia telah mendapatkan kontrak sewa pusat perdagangan yang mewah itu selama 99 tahun seharga 3,2 miliar dolar.

Upaya pemuasan mimpi kita kadang kala dapat berubah menjadi mimpi buruk. Hal ini mengingatkan kita tidak hanya tentang ketidakpastian hidup, tetapi juga tentang perlunya menyatukan kehendak kita dengan kehendak Allah. Pengalaman mengajarkan bahwa jika kita membiarkan kesombongan mengendalikan hidup kita, maka upaya pemuasan impian yang dipaksakan akan berubah menjadi debu dan abu.

Memiliki keinginan sah saja, tetapi Nas ini memberi tahu kita bagaimana melakukan pendekatan terhadap keinginan itu. Daripada menganggap bahwa rencana dan impian kita akan terwujud, lebih baik kita berkata, “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu” (ay. 15).

Bila kita menyerahkan rencana kita pada kehendak Allah, kita bisa menikmati damai sejahtera-Nya di tengah ketidakpastian hidup.

TULIS RENCANA KITA DENGAN PENSIL
KEMUDIAN SERAHKAN PENGHAPUSNYA KEPADA-NYA

#Salam_WOW

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here