Lima Perbedaan Doktrin Maha-Penting antara Agama Kristen Katolik Roma dengan Agama Kristen Protestan
Oleh: Robert Wagner Lingga
Ada tiga Agama/denominasi/divisi utama dalam Kekristenan sedunia, yaitu Agama Kristen Katolik Roma, Agama Kristen Katolik Ortodoks dan Agama Kristen Protestan (Agama Kristen Protestan kemudian terbagi-bagi lagi ke banyak aliran seperti Lutheran, Reformed, Presbyterian, Baptis, Methodis, Anglikan/Episkopal, Advent, Kongregrasional, Mennonite, Wesleyan, Nazarene, Injili Bebas, Pentakosta, Karismatik, Reformasi Apostolik, dan gereja-gereja independen).
Walaupun ada banyak kesamaan diantara ketiganya, tetapi ada juga beberapa perbedaan penting diantara mereka. Dari ketiga aliran Kristen ini, hubungan antara Agama Kristen Katolik Roma dengan Agama Kristen Protestan yang sering mendapat perhatian paling banyak.
Ada beberapa perbedaan doktrin antara Agama Kristen Katolik Roma dengan Agama Kristen Protestan. Walaupun dalam beberapa dekade ini telah dilakukan usaha untuk mencari titik temu dan landasan bersama antara dua kelompok Kristen terbesar ini, kenyataannya masih ada perbedaan prinsipil yang tidak jauh perbedaannya seperti pada awal Reformasi Protestan.
Berikut beberapa perbedaan doktrin penting antara Agama Kristen Katolik Roma dengan Agama Kristen Protestan.
1. Salah satu perbedaan prinsipil/utama antara Katolikisme dengan Protestantisme adalah masalah sufisiensi (kecukupan) dan otoritas Alkitab. Kaum Protestan menegaskan bahwa Alkitab merupakan satu-satunya sumber wahyu khusus kepada manusia. Kaum Protestan percaya Alkitab saja sudah cukup dan bersifat absolut final sebagai acuan, otoritas dan kompas iman Kristen. Hanya Alkitab yang mengajarkan kepada kita semua yang diperlukan untuk keselamatan manusia dari dosa. Kaum Protestan berpendapat bahwa Alkitab merupakan satu-satunya standar moral/tingkah-laku pribadi umat Kristen. Semua ajaran, Gereja, pendeta, Pemimpin Gereja, pengalaman pribadi, kesaksian, tradisi gereja, filsafat, idiologi, kebudayaan, peradaban, umat dan praksis kekristenan harus takluk, tunduk dan menundukkan diri kepada Alkitab. Supremasi Alkitab (Firman Tuhan) diatas segala sesuatu dan Alkitab menjadi satu-satunya landasan segala sesuatu merupakan salah satu spirit dan ciri khas Protestantisme. Prinsip ini umumnya disebut sebagai “Sola Scriptura”, yang merupakan salah satu dari “Lima Sola” (Kata Latin Sola berarti Hanya/Saja), yang dirumuskan para Reformator Protestan, yang menjadi faktor pembeda utama antara Katolik dan Protestan.
Martin Luther menganjurkan,”Orang-orang dan Gereja-gereja yang menerima prinsip Supremasi Alkitab (Firman Tuhan) atas segala sesuatu agar menyebut dirinya sebagai Injili”. Bagi Katolik, otoritas tradisi setara dengan Alkitab. Sedangkan bagi Protestan, tradisi berada di bawah otoritas Alkitab. Tradisi bisa diterima asalkan sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran Alkitab. Karena itu, Protestan menolak Apokrifa, karena mengandung ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab. Gereja pasti rapuh, krisis, menyimpang dan tersesat kalau tidak dibangun diatas Alkitab saja. Bagi kaum Protestan, kebenaran-kebenaran Firman Tuhan (Alkitabiah) merupakan hal paling penting di dalam dunia ini, khususnya di dalam iman Kristen.
Ada banyak ayat Alkitab yang menegaskan prinsip tentang kecukupan dan otoritas tunggal/sentral Alkitab bagi iman dan praktek Kekristenan. 2 Tim 3:16 misalnya menegaskan bahwa,”Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”
Kristen Katolik Roma menolak doktrin Sola Scriptura dan tidak percaya bahwa Alkitab saja sudah cukup. Kristen Katolik percaya bahwa baik Alkitab dan tradisi suci Katolik Roma sama-sama (sederajat) mengikat umat Kristen. Banyak doktrin Kristen Katolik Roma seperti Purgatori (tempat api penyucian dosa), berdoa kepada orang-orang suci, pemujaan atau ibadah kepada Maria dll tidak mempunyai dasar di dalam Alkitab karena hanya didasarkan atas tradisi-tradisi Kristen Katolik Roma. Pada dasarnya, penolakan dan penyangkalan Gereja Kristen Katolik Roma pada Sola Scriptura dan penekanan Katolik bahwa baik Alkitab dan Tradisi adalah sama-sederajat dalam otoritas itu sangat merusak kecukupan, otoritas, kelengkapan dan kesempurnaan Alkitab. Pandangan tentang Alkitab merupakan salah satu pangkal perbedaan antara kedua aliran Kristen ini.
2. Perbedaan pendapat kedua antara Agama/Gereja Kristen Katolik Roma dengan Agama Kristen Protestan adalah mengenai jabatan Paus dan otoritas Paus. Menurut Kristen Katolik Roma, Paus adalah Vikaris atau Pengganti Kristus, yang menggantikan Yesus sebagai kepala Gereja yang kelihatan. Roma Katolik percaya bahwa Paus merupakan kepala Gereja sedunia. Sebagai Vikaris Kristus, Paus berfungsi sebagai wakil duniawi Kristus di dunia ini dan bertindak sebagai pemimpin Gereja dalam menentukan apa yang benar, tepat, patut dan pantas bagi semua orang Katolik. Menurut ajaran Katolik Roma, Paus tidak bisa keliru bila berbicara mengenai masalah iman dan moral yang harus dianut oleh seluruh Gereja. Sehingga, Paus memiliki kemampuan untuk berbicara ex cathedra (dengan otoritas tentang masalah-masalah iman dan praksis iman) dan menetapkan ajaran yang sempurna/mutlak yang mengikat semua orang Ktisten.
Akan tetapi Agama Kristen Protestan berpendapat bahwa tidak ada manusia yang sempurna atau tidak bisa keliru. Menurut Kristen Protestan hanya Tuhan Yesus Kristus kepala gereja. Katolik menyandarkan diri pada suksesi apostolik sebagai cara upaya untuk menetapkan/menegakkan otoritas Paus. Kristen Protestan percaya bahwa otoritas Gereja berasal dan bersumber dari Firman Tuhan, bukan dari suksesi apostolik. Kuasa dan otoritas rohani tidak bergantung pada tangan seorang manusia saja, tetapi sepenuhnya bersandar pada Alkitab saja. Kristen Katolik mengajarkan bahwa hanya Gereja Katolik yang bisa menafsirkan Alkitab secara tepat. Sementara itu Kristen Protestan mengajarkan bahwa Tuhan sudah mengutus Roh Kudus untuk tinggal di dalam orang Kristen yang sudah lahir baru agar mampu memahami pesan Alkitab. (Yoh 14: 16-17, Yoh 14: 26, 1 Yoh 2:27).
3. Perbedaan pokok ketiga antara Katolikisme dengan Protestantisme adalah dalam hal doktrin tentang keselamatan, yaitu bagaimana caranya seseorang diselamatkan. Tentang doktrin keselamatan kaum Protestan berpegang pada asas “Sola Fide” (Iman saja; Hanya Iman), yang menegaskan pengajaran Alkitabiah tentang keselamatan dan pembenaran oleh anugerah saja hanya melalui iman saja karena Kristus saja (Ef 2:8-10). Katolik mengajarkan bahwa manusia harus bergantung pada iman plus “perbuatan-perbuatan baik” agar bisa diselamatkan.
Hal-hal yang diperlukan bagi doktrin keselamatan Katolik adalah ketujuh sakramen, yang meliputi: pembaptisan, penguatan (Krisma), Ekaristi, Rekonsiliasi (Pengakuan Dosa), pengurapan orang sakit, imamat dan pernikahan.
Kaum Protestan percaya, atas dasar iman di dalam Kristus saja, orang-orang percaya dibenarkan oleh Allah, karena dosa-dosa mereka telah ditebus/dibayarkan oleh Kristus Yesus di atas kayu salib dan kebenaranNya dipertalikan/diberikan kepada mereka. Sedangkan Katolik percaya bahwa kebenaran Kristus ditanamkan/diberi kepada orang-orang percaya oleh “anugerah melalui iman, tetapi hal itu sendiri tidak cukup untuk membenarkan orang percaya. Orang-orang percaya harus menambah kebenaran Kristus ditanamkan kepadanya dengan perbuatan-perbuatan baik.
Katolik dan Protestan juga berselisih pandangan tentang apa artinya dibenarkan di hadapan Allah. Bagi Katolik, pembenaran meliputi dibuat benar dan kudus.Katolik percaya bahwa iman di dalam Kristus hanyalah permulaan keselamatan sehingga seseorang harus mengandalkan perbuatan-perbuatan baik agar pantas mendapat anugerah keselamatan kekal Allah. Pandangan pembenaran ini bertentangan dengan ajaran Alkitab seperti dalam Rom 4:1-12, Titus 3:3-7, dan banyak ayat yang lain. Protestan membedakan antara tindakan pembenaran pada saat kita dinyatakan benar oleh Allah didasarkan atas iman kita pada penebusan Kristus di kayu salib, dan proses pengudusan setelah lahir baru menuju kedewasaan iman di sepanjang hidup kita di dunia ini.Protestan juga mengakui bahwa perbuatan baik itu penting. Tetapi perbuatan baik itu merupakan buah atau hasil dari keselamatan. Perbuatan baik bukanlah merupakan sarana atau alat keselamatan. Perbuatan baik bukanlah bagian dari proses agar diselamatkan. Katolik mencampurkan pembenaran dan pengudusan bersama-sama menjadi satu proses yang sedang berlangsung/terus menerus, yang menyebabkan kebingungan tentang bagaimanacara seseorang diselamatkan.
4. Perbedaan utama keempat antara Agama Kristen Katolik Roma dan Kristen Protestan adalah tentang apa yang akan terjadi setelah meninggal. Katolik dan Protestan sama-sama percaya bahwa orang yang tidak percaya akan masuk neraka kekal, tetapi ada perbedaan-perbedaan penting tentang apa yang terjadi kepada orang percaya. Dari tradisi-tradisi Gereja Katolik dan kepercayaan pada kitab-kitab non-kanonik, Gereja Katolik telah mengembangkan doktrin Purgatory/Purgatorium (api penyucian). Menurut Katolik, Api Penyucian adalah keadaan yang harus dialami oleh orang yang mati dalam rahmat dan persahabatan dengan Allah namun belum secara sepenuhnya disucikan. Keselamatan abadi sudah jelas baginya, namun dia harus menjalani penyucian untuk memperoleh kekudusan yang perlu agar diperkenankan masuk kedalam kebahagiaan surgawi. Dengan demikian Api penyucian bukanlah tempat antara surga dan neraka, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai proses untuk masuk surga. Jadi Api Penyucian adalah tempat atau proses dimana umat Roma Katolik yang beriman harus terlebih dahulu menderita dan dihukum sementara akibat dosa yang dilakukan semasa hidup sebelum masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Protestan menolak ajaran Api Penyucian karena umat Protestan percaya bahwa kita dibenarkan oleh iman di dalam Kristus Yesus saja dan bahwa kebenaran Kristus diberikan kepada kita—apabila kita meninggal dunia, kita akan langsung masuk surga ke dalam hadirat Allah. (2 Kor 5:6-10; Fil 1:23).
Salah satu aspek yang Protestan tidak setujui tentang doktrin Api Penyucian adalah kepercayaan bahwa manusia dapat dan harus menebus dosa-dosanya sendiri. Menurut Protestan, pandangan ini berarti merendahkan kecukupan dan kemujaraban penebusan Kristus di atas kayu salib. Secara implisit, ajaran keselamatan Katolik ini menunjukkan bahwa penebusan Kristus diatas kayu salib merupakan pembayaran yang tidak cukup bagi dosa-dosa orang yang percaya kepadaNya, sehingga seorang percaya harus menebus/membayar dosa-dosanya sendiri, apakah melalui penebusan dosa atau waktu di Api Penyucian. Namun menurut Protestan, Alkitab mengajarkan bahwa kematian Kristus saja yang bisa mengambil hati, memuaskan, menghilangkan dan mendamaikan murka Allah terhadap orang-orang berdosa (Rom 3:25, Ibr 2:17, 1 Yoh 2:2, 1 Yoh 4:10). Perbuatan-perbuatan kita yang benar tidak dapat menambahkan pada apa yang telah Kristus selesaikan/kerjakan.
5. Perbedaan besar lain yang membedakan Katolik dengan Protestan adalah dalam sikap dan doktrin tentang Maria. Maria bagi umat Protestan adalah Bunda Kristus, seorang wanita biasa, yang juga seorang manusia yang sama seperti wanita dan manusia lain, yang lahir dengan natur dosa warisan. Namun, oleh anugerah Allah, oleh karena ia seorang yang takut akan Allah, hidup suci, rendah hati, taat dan terbuka kepada Firman Tuhan,- Maria dipilih dan dikuduskan oleh Allah sebagai sarana untuk melahirkan Kristus secara ajaib/mujizat, tanpa ada hubungan badani dengan siapapun. Teologia Protestan menghormati Maria sebagai seorang wanita/ibu teladan, nabiah, dan pengasuh/pendidik/orang tua Kristus yang baik dan sejati. Akan tetapi, posisi Maria dalam iman Kristen Protestan tidak jauh berbeda dengan wanita-wanita lain dan tokoh-tokoh gereja lain, seperti rasul-rasul dan murid-murid Kristus yang lain.
Bagi Protestan, hanya Kristus satu-satunya juruselamat, penebus, dan satu-satunya perantara/pengantara antara Allah dengan manusia. Maria tidak mempunyai peran/karya dalam karya penebusan dosa dan keselamatan manusia oleh Kristus Yesus. Karena itu, Protestan menolak Maria dijadikan/diangkat sebagai pengantara/perantara tambahan antara Alah dengan manusia. Karena itu, umat Protestan tidak berdoa, memuja atau beribadah kepada Maria, orang-orang suci lainnya atau kepada malaikat.
Protestan menolak ajaran yang menyatakan bahwa Maria tidak meninggal dunia, tetapi diangkat ke surga. Ajaran ini sangat bertentangan dengan Alkitab, Protestan juga menolak klaim-klaim penampakan-penampakan diri Maria di banyak tempat seperti di gua-gua. Bagi kaum Protestan, bukanlah Bunda Maria sejati yang menampakkan diri kepada banyak orang tersebut. Sebagai sesama pengikut Kristus, kita umat Protestan kembali mengingatkan saudara-saudara kita Gereja Katolik untuk menempatkan Maria pada posisi yang biblikal, untuk tidak terlalu mengkultuskan atau mendewa-dewikan Maria. Dalam pengamatan kami (mudah-mudahan kami keliru), saat ini di lingkaran kaum Marian radikal, ada kecenderungan dan usaha untuk merumuskan doktrin Maria setara dengan Allah. Sosialisasi dan indoktrinasi ke arah itu dapat dilihat dari semakin banyaknya buku-buku devosional dan lagu-lagu yang memuja-muji Maria, antara lain menyebut Maria dengan frasa-frasa “Dewi Maria” (Bandingkan dengan frasa Dewi Artemis, Dewi Diana, Dewi Isis, dll.) dan “Ratu Surga”. Kalau doktrin ini berhasil diwujudkan, maka jurang perpecahan antara Katolik dan Protestan akan semakin menganga.
Perbedaan-perbedaan teologis ini sangat penting kita ketahui. Akan tetapi, perbedaan-perbedaan teologis tersebut tidak boleh lagi membuat kita saling memusuhi atau saling membenci, apalagi saling membunuh dan perang saudara. Kita tidak boleh mengabaikan banyak kepercayaan-kepercayaan utama yang mempersatukan kita sebagai sesama umat Kristen. Kita menyembah Allah Tritunggal yang sama, yang memerintahkan kita agar sebagai sesama umat Tuhan untuk dapat saling mengasihi, saling membantu, saling mengingatkan, saling bekerja-sama dan saling menghormati! Prinsipnya adalah seperti yang dinyatakan oleh Sejarawan Gereja terkenal Philip Schaff: “dalam hal-hal-hal esensial kita bersatu, dalam hal-hal tidak esensial kita bebas bersikap, tetapi di dalam segala hal kita harus saling mengasihi.” Amin.