Pdt. Weinata Sairin:”Deduc me, Domine,in via tua.Tuhan bimbinglah aku di jalanMu”.

0
1536

Hidup manusia di dunia fana mengenal kata “jalan” dengan amat jelas baik dalam arti konkret maupun makna metafora. ‘Jalan’ dengan makna ‘street’ atau juga ‘way’ sangat akrab dalam khazanah percakapan masyarakat kita. Tatkala novelis Idrus, penulis kelahiran Padang 21 September 1921, melahirkan kumpulan cerpen berjudul ” Dari Ave Maria ke Jalan lain ke Roma” (1948) maka kata ‘jalan’ makin tinggi ‘ratingnya’; dan judul buku Idrus banyak dikutip orang bahkan diluar konteks sastra.

Ada banyak orang dalam perkacapan resmi atau tidak resmi menggunakan kata “jalan lain ke Roma” dalam arti “ada banyak model dan cara” atau “ada alternatif lain”. Tidak hanya ada satu jalan, ada jalan lain, ada route lain yang bisa mengantar seseorang ke sebuah tujuan.

Menarik sekali membaca pikiran penyair Bambang Widiatmoko dalam puisinya berjudul “Jalan Kembali”.

“Di manakah letak jalan kembali setiap kali kupergi/ Mengembara dari segala rasa mencari makna/ Dari kota ke kota yang tak perlu diberi nama/ Dari nama ke nama yang tak perlu dicari di kota/

Segala persimpangan menyimpan pertarungan/ Segala kekalahan melahirkan kemenangan/ Selalu sulit menemukan jalan kembali/ Ketika tuhan pergi mendekap rasa sunyi/
(Kumpulan Puisi “Jalan tak berumah”; Bambang Widiatmoko, Yayasan Leksika, Bogor, 2014)

Bambang mencoba mengungkapkan pergulatannya yang amat kuat dalam menemukan jalan untuk kembali. Kembali ke awal, kembali ke titik nol, tidak mudah sesudah menempuh sebuah perjalanan yang jauh, berliku dan melelahkan. “Jalan kembali” dalam pemaknaan lain bisa juga diberi arti “bertobat”. Itulah sebabnya sulit menggapai jalan itu, apalagi tatkala Tuhan pergi dan taklagi terlibat.

Dalam ruang lingkup agama-agama, kata “jalan” sangat dikenal. Kita mengenal misalnya kata “jalan lurus”, “jalan delapan”. Kitab Suci umat kristiani memuat kata-kata Yesus Kristus yang menyatakan “Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup, tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku”.

Tuhan telah memberitahu jalan yang menuju kehidupan kekal, kehidupan abadi, kehidupan tiada akhir. Jalan itu telah dinyatakan dalam Kitab Suci agama-agama dan para pemeluk agama semuanya telah mengetahui tentang Jalan itu dan bagaimana melaksanakannya dalam kehidupan praktis.

Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini mengungkapkan sebuah permohonan “Tuhan bimbinglah aku dijalanMu”. Permohonan ini adalah ungkapan kerinduan sosok seorang manusia untuk tetap konsisten hanya berjalan pada jalan Allah. Tidak menyimpang ke kanan atau kiri, tidak lari dan meninggalkan jalan Allah untuk memilih jalan baru, tanpa Allah, yang dirasa lebih nyaman dan tak banyak regulasi. Manusia lemah dan fana, memang membutuhkan pembimbingan dari Allah. Tangan-tangan Allah yang ramah penuh Kasih akan senantiasa memapah umatNya menapaki jalan-jalanNya menuju keakanan ceria.

Manusia harus teguh dalam iman dan komitmen untuk tetap setia menapaki jalan Allah, sekaligus membuka diri untuk dibimbing dan diintervensi Allah agar manusia tidak mengubah tujuan perjalanannya apapun alasannya.

Selamat berjuang. God bless.

Weinata Sairin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here