_”When I’ve heard all I need to make a decision I dont take a vote. I make a decision”_ (Ronald Reagan)
Dalam kehidupan ini kita pasti pernah menetapkan sebuah _keputusan_ , baik itu sebuah keputusan yang amat teknis, yang bersifat mikro, maupun yang bersifat makro strategis yang berdampak bagi pribadi, keluarga atau organisasi. Bobot keputusan dan proses pengambilan sebuah keputusan tentu saja sangat berbeda, tergantung konten dan materi yang diputuskan dan siapa yang memutuskan. Materi yang sifatnya personal/pribadi relatif lebih mudah prosesnya dibanding jika materi itu berkaitan dengan organisasi. Proses pengambilan keputusan organisasi biasanya telah diatur secara standar dalam tata kelola organisasi : disana diatur tentang urgensi sebuah masalah untuk dibahas dan diputuskan, kuorum yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan, dan hal lain yang amat fundamental.
Hidup itu sejatinya adalah memilih dan memutuskan. Dan itu _wajib_ hukumnya. Hidup tak bisa _abstain_. Hidup tak boleh berada pada titik yang _abu-abu_. Seperti bahasa anak remaja dalam hidup kita tidak bisa berkata “aku tak mau ikutan” atau bersikap abai, _ignore_ dengan menyatakan EGP, “emangngnya gue pikirin”.
Hidup dan kehidupan kita itu mesti jelas, _clear_. Sejak kita kecil kita sudah terbiasa untuk mengambil sebuah keputusan. Dalam konteks ini peranan orangtua sangat besar; mereka dengan sangat tekun membimbing kita dalam proses mengambil keputusan. Misalnya keputusan untuk pindah sekolah, keputusan untuk memilih jurusan dalam pendidikan, kita terlibat diskusi panjang dengan orangtua kita pada zamannya.
Tentu ada saja keputusan-keputusan strategis yang kita ambil dalam episode kehidupan kita, dalam kapasitas kita sebagai pimpinan misalnya, atau juga dalam kapasitas kita sebagai pribadi. Pada saat kita akan menikah maka kita sudah mengambil sebuah keputusan yang dampaknya amat besar dan panjang dalam rentang waktu kehidupan kita.
Kemampuan seseorang dan kecepatan seseorang dalam mengambil keputusan amat tergantung pada kepribadian seseorang, tingkat kematangannya, tingkat _maturity_ nya. Ada orang yang selalu ragu dalam mengambil keputusan, ia menunda dan atau menggantung keputusan yang membuat jatuh korban. Ia takut menanggung resiko dari keputusan yang ia akan ambil. Ia pribadi tak mau rugi dengan keputusan yang diambil; walaupun dengan penundaan keputusan banyak orang yang rugi bahkan ada jiwa melayang.
Orang besar India, Nehru amat dipuji banyak orang karena kepribadiannya yang kuat yang ia tunjukkan dalam hidupnya. Seorang penulis India buta yang berbakat Ved Mehta menggambarkan kepribadian Nehru sebagai berikut : “Perdana Menteri kita mempunyai sosok seorang Brahmin yang murni. Cara mengancingkan mantel dan piyama ketatnya tampak seperti Mughal. Ia hadir sebagai orang India yang mulia. Bila bicara ia tampak agung seperti seorang raja. Ia sangat cerdas dan memahami India dan Barat, kuno dan modern. Aku merasa sedang berhadapan dengan Sanskrit, Mughal dan India Inggris yang amat berbeda tetapi tidak bertentangan satu sama lain”. Kepribadian seseorang memang penting utamanya dalam berinteraksi dengan orang yang lain.
Pepatah yang dikutip diawal tulisan ini adalah ungkapan Ronald Reagan yang menyatakan sikapnya yang konsisten dalam mengambil keputusan. Jika memang mesti diputuskan ya putuskan tak usah menunda-nunda. Kita boleh setuju atau tidak dengan pikiran Reagan ini tapi ia nyatakan itu tentu berdasarkan pengalamannya sendiri. Hidup kita diwarnai oleh aktivitas _memilih_ dan _ _memutuskan_. Kita sudah, sedang, akan *memilih* istri; maksudnya ada yang sudah, ada yang sedang, ada yang akan. Agaknya itulah aktivitas memilih yang paling besar dan spektakuler dalam kehidupan pribadi kita. Dalam proses memilih (istri) itu terhisab/include ada pengambilan _keputusan_.
Kita sebagai warga bangsa kini hidup dalam tingkat kesibukan yang amat tinggi dalam hal memilih dan memutuskan. Kita memutuskan untuk memilih pasangan calon no sekian atau sekian, memilih parpol no berapa, memilih senator siapa, memutuskan koalisi yang mana dan seterusnya, dan seterusnnya. Hidup itu harus memilih. Hidup harus memutuskan. Hidup harus bermakna, bukan sekadar hidup. Apapun keputusan dan pilihan kita, tak boleh memutus talisilaturahim, tak boleh mencederai tali persaudaraan, tak boleh merusak NKRI yang majemuk berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.
Selamat Berjuang. God Blessed.
*Weinata Sairin.*