Berperang Melawan Kejahatan

0
2032

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

 

Mikha 4:1-5

(1) Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir: gunung rumah TUHAN akan berdiri tegak mengatasi gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; bangsa-bangsa akan berduyun-duyun ke sana, (2) dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: “Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran, dan firman TUHAN dari Yerusalem.” (3) Ia akan menjadi hakim antara banyak bangsa, dan akan menjadi wasit bagi suku-suku bangsa yang besar sampai ke tempat yang jauh; mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak, dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang. (4) Tetapi mereka masing-masing akan duduk di bawah pohon anggurnya dan di bawah pohon aranya dengan tidak ada yang mengejutkan, sebab mulut TUHAN semesta alam yang mengatakannya. (5) Biarpun segala bangsa berjalan masing-masing demi nama allahnya, tetapi kita akan berjalan demi nama TUHAN Allah kita untuk selamanya dan seterusnya.

 

Nabi Mikha hidup sezaman dengan nabi Yesaya. Kiprah Yesaya banyak berfocus kepada kekudusan bait Allah. Itulah sebabnya Yesaya banyak menyoroti dosa yang berhubungan dengan pencemaran ibadah (Bait Allah). Sebaliknya Mikha fokus kepada kesejahteraan rakyat kecil. Karena itu Mikha banyak menyinggung dosa sebagai bentuk penindasan terhadap orang-orang miskin.

 

Dalam pasal 3:12 Mikha berkata: “Sebab itu oleh karena kamu maka Sion akan dibajak seperti ladang, dan Yerusalem akan menjadi timbunan puing, dan gunung Bait Suci akan menjadi bukit yang berhutan.” Mikha banyak memperlihatkan kemarahan dan kegeramannya terhadap orang-orang yang suka menindas sesamanya, terutama kaum penguasa terhadap rakyat yang tak berdaya.

 

Tetapi dalam pasal 4:1-5, nada-nada Mikha berubah. Di sini dia menyampaikan nubuat yang akan terjadi pada hari-hari yang terkahir, yaitu zaman Mesias. Pada zaman Mesias ini, orang-orang (bangsa-bangsa) digambarkan akan berduyun-duyun menuju gunung rumah Tuhan. Bangsa-bangsa akan saling mengajak untuk mengalami kehidupan baik dari gunung tersebut. Yahweh kini akan menjadi wasit mereka, bukan untuk pertandingan perang, tapi untuk ‘perlombaan’ hidup dalam damai.

 

Isi perikop ini sangat indah. Manusia dipanggil untuk hidup dalam damai. Di sini Mikha mengungkapkan penghayatannya bahwa: Damai tidak akan tercipta lewat perang. Tuhan sendiri tidak lagi menghendaki perang di antara manusia. Yang Ia kehendaki adalah hidup berdampingan. Kenapa Tuhan tidak menghendaki perang?

 

Alasannya adalah sebagai berikut: (1) Kebenaran tidak mungkin dapat ditegakkan dengan perang. Perang, dalam kenyataannya, hanya menabur dusta; (2) Perang menciptakan kebencian; (3) Perang menghancurkan ekonomi (kebutuhan pokok manusia); (4) Perang merendahkan martabat manusia; (5) Perang mematikan hati nurani; (6) Perang menghancurkan nilai-nilai peradaban; (7) Perang selalu mengorbankan orang-orang yang tidak berdaya; dan (8) Perang tidak sesuai dengan ajaran Yesus.

 

Jika Tuhan menolak perang, maka selanjutnya Ia menghendaki agar alat-alat perang ‘didaur’ ulang menjadi alat yang menyejahterakan kehidupan bersama. Pendek kata, kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi sesama. Kita harus memperjuangan kedamaian agar nyata dan tumbuh di antara kita.

 

Perang kita sekarang adalah perang melawan kejahatan. Ini adalah perang iman. Senjata-senjata yang digunakan adalah senjata-senjata rohani seperti yang tertera dalam Efesus 6:14-18.

 

Pertama, berikat pinggang kebenaran. Pinggang (dan perut) berurusan dengan kebutuhan (makanan). Untuk mendapatkan kebutuhan ini kita harus dikontrol oleh kebenaran. Banyak orang memenuhi kebutuhannya dengan mengorbankan kebenaran. Itulah sebabnya dalam Matius 5:6 dikatakan, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.”

 

Kedua, berbajuzirah keadilan. Baju zirah adalah pelindung dada (hati). Hati adalah pusat segala pertimbangan yang baik dan benar. Kita harus membingkai hati kita dengan keadilan. Dengan bersikap adil maka kebenaran akan terpancar dari hidup kita. 1 Timotius 6:10-11 menekankan, “Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan.”

 

Ketiga, berkasut kerelaan untuk (memberitakan Injil damai sejahtera). Langkah kita harus terayun dalam semangat pekabaran Injil. Karena itu kaki kita diharapkan “berkasut” kerelaan hati untuk memberitakan Injil. Dalam arah yang sama, Roma 14:19 mengajak kita: “Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun.

 

Keempat, menggunakan perisai iman. Kita akan selalu diperhadapkan dengan tantangan yang berasal dari si Iblis. Oleh sebab itu kita memerlukan perisai yang disebut perisai iman. Berhadapan dengan Iblis, hanya satu sikap yang perlu kita tunjukkan: Lawan! Dalam  1 Petrus 5:8-9 kita diingatkan, “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.”

 

Kelima, menggunakan ketopong keselamatan. Kepala kita (akal dan pikiran) harus dilindungi dengan ketopong keselamatan yang bersumber pada Yesus Kristus. 1 Petrus 1:8-9 menjelaskan hal ini: “Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan, karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.”

Keenam, menggunakan pedang Roh, dan doa. Senjata untuk memangkas pengaruh kejahatan (Iblis) adalah pedang Roh. Tanpa kehadiran Roh Kudus, semua upaya kita untuk menentang ketidakbenaran akan gagal. Selain itu, doa adalah ‘alat’ yang ampuh untuk menentang langkah-langkah dan strategi yang dilancarkan Iblis untuk menaklukan kita.

Itulah senjata-senjata yang kita perlukan untuk menciptakan damai dan sejahtera. Dengan memperlengkapi di dengan senjata-senjata rohani ini kita akan kokoh berdiri dalam misi Kristus. Kita akan terus melangkah dalam keyakinan yang pasti bahwa Tuhan beserta dengan kita. Mikha 4:5 menyimpulkan dengan indah sebagai berikut, “Biarpun segala bangsa berjalan masing-masing demi nama allahnya, tetapi kita akan berjalan demi nama TUHAN Allah kita untuk selamanya dan seterusnya.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here