Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
1 Yohanes 1:5-10
(5) Dan inilah berita, yang telah kami dengar dari Dia, dan yang kami sampaikan kepada kamu: Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan. (6) Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran. (7) Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. (8) Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. (9) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita.
Ada seorang petani di daratan Cina bernama Lie Baozhong. Dia mencuri uang sebesar 1200 Yuan dari salah seorang tetangganya. Polisi yang mengusut kasus itu menemukan beberapa sidik jari di tempat kejadian. Karena takut ketahuan polisi, Lie Baozhong memotong empat buah jarinya dan membuangnya. Tapi polisi tidak dapat dikelabui, mereka pergi ke kantor catatan sipil dan meminta surat nikah Lie Baozhong yang baru menikah empat bulan yang lalu. Dalam surat nikah itu tertera cap jari dari Lie Bazhong. Sang pencuri pun ditangkap untuk mempertanggung jawabkan perbuatan jahatnya.
Orang berdosa selalu dihantui oleh perbuatan dosanya. Ia takut kalau-kalau perbuatannya akan diketahui oleh orang lain. Acap kali rasa takut ini membuat orang membuat pelakunya bertindak di luar akan sehat seperti yang dilakukan oleh Lie Baozhong. Bandingkan dengan apa yang dilakukan Yudas, setelah ia “menjual” Tuhan Yesus, ia dihantui oleh rasa bersalah dan akhirnya bunuh diri dengan cara gantung diri.
Sekecil apapun dosa dan kejahatan yang kita lakukan, sebaiknya diakui di hadapan Tuhan dan jangan pernah berdalih karena Tuhan tidak mungkin bisa dibohongi. Bagaimana pun cermatnya kita menutupi dosa,a khirnya akan ketahuan juga.
Jangan sembunyikan dosa. Lebih tepat lagi jangan lakukan dosa! Kita harus berjuang melawannya. Berjuang melawan dosa bukanlah perkara ringan. Upaya ini sesungguhnya berat dan terkadang menegangkan. Namun demikian, jangan kuatir, kita mempunyai peluang untuk mengalahkannya. Menaklukan dosa bukanlah dengan kekuatan otot dan pikiran, tapi dengan langkah berikut ini.
Pertama, tetap berbuat baik walaupun orang lain memperlakukan kita dengan tidak adil. Diperlakukan tidak adil memang berat, tapi kalau kita menyadari bahwa kita adalah murid Kristus maka hal itu tidak berat untuk dikerjakan. Ingat: perbuatan baik yang kita lakukan dapat membawa orang lain kepada pertobatannya.
Kedua, hidup dalam terang. Maksudnya, tetap tertuju kepada kebenaran yang bersumber dari Allah. Hal ini, misalnya, diwujudkan dengan sikap menaati firman-Nya, baik melalui perkataan maupun tindakan. Dengan mengikuti kebenaran-Nya, Dia akan memberi kita kedamaian dan sukacita.
Ketiga, hindari percekcokan. Kalau kita sungguh-sungguh memahami konsep tubuh Kristus dalam 1 Korintus 12:27: “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya”, maka kita akan bertoleransi kepada sesama anggota tubuh Kristus. Perbedaan-perbedaan yang ada akan terselesaikan dengan baik. Sebagai anggota tubuh Kristus seharusnya kita saling bergandengan tangan, bersama-sama membangun gereja melalui pelayanan dalam ikatan persaudaraan. Dengan kebersamaan itu, cahaya Injil akan semakin nyata melalui hidup kita.
Keempat, kita harus memiliki kesabaran terhadap orang lain. Daud menolong kita dalam hal ini, ia mengajak kita untuk belajar dari Allah, Bapa kita, yang begitu sabar terhadap kita sekalipun kita sering mengecewakan-Nya. Dalam Mazmur 103:8 Daud menekankan sifat Allah yang melekat dalam pribadi-Nya: “Tuhan adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia”. Daud sendiri telah merasakan sendiri betapa Allah begitu panjang sabar terhadap diri dan bangsa yang dipimpinnya. Panjang sabar sering diterjemahkan dengan kata-kata: tidak cepat marah atau lambat untuk marah. Kita harus akui, salah satu hal buruk yang sering menghancurkan kehidupan bersama adalah jika seseorang tidak dapat mengendalikan emosinya alias cepat marah. Tapi bila setiap orang dapat memelihara persekutuan dengan Tuhan maka rasa cepat marah akan dapat diatasi.