PDT. WEINATA SAIRIN: MENUJU HIDUP YANG BERCAHAYA

0
1218

Oleh: Weinata Sairin

_”Lumen umbra Dei. Cahaya itu adalah bayang-bayang Allah”._

Umat manusia yang hidup dengan aneka kegiatan yang amat beragam sangat membutuhkan cahaya, terang, sinar. Cahaya adalah sinar atau terang yang berasal dari sesuatu yang bersinar seperti matahari, bulan, lampu yang memungkinkan mata menangkap bayangan benda-benda disekitarnya. Cahaya adalah kilau gemerlap benda-benda tertentu, kejernihan yang terpancar dari wajah.

Bisa kita bayangkan jika dalam kehidupan ini tidak ada sinar, terang atau cahaya. Kita tidak bisa melakukan apa-apa dalam kegelapan, kita tidak mampu berkarya optimal dalam ketiadaan cahaya. Terang, sebab itu memang diciptakan oleh Allah, Maha Pencipta agar manusia bisa melaksanakan perannya dengan optimal. Para penyair menulis puisi tentang cahaya dalam angle masing-masing yang menolong para pembacanya memahami cahaya dengan lebih baik.

Penyair L.K. Ara dalam puisinya berjudul “Cahaya” menampilkan narasi yang cukup menarik.
Nikmati narasinya.

*CAHAYA*

Hari tanpa gerimis
Hari tanpa tangis
Begitulah bermula
Sinar matahari datang
Menyebar cahaya
Membawa cerita
Bagi alam semesta

Sinar di pucuk pucuk
Menyimpan cahaya
Bila gulita berkelana
Cahaya tetap terjaga
Sebagai lampu
Untuk menerangi semesta

Jakarta, 26.01.17
(Sumber : “Menembus Arus Menyelami Aceh”. Puisi-puisi perdamaian 9 Negara, Maman S. Mahayana dkk, Penerbit Lapena, Banda Aceh, 2017)

L.K. Ara dalam puisinya itu memberi tempat yang amat sentral bagi cahaya, dalam hal ini matahari yang ia sebut dengan eksplisit. Sebaran cahaya matahari melahirkan cerita bagi alam semesta. Adanya cahaya matahari menghadirkan tindakan, karya yang kemudian menyatu dalam kisah. Cahaya akan tetap hadir bila gelap menyergap. Cahaya akan berfungsi seperti lampu yang menerangi semesta. Ya cahaya membuat hidup lebih hidup!

Kata “cahaya” juga dekat dengan agama-agama. Dalam kekristenan misalnya Yesus Kristus sendiri menyatakan bahwa “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan melainkan ia akan mempunyai terang hidup” (Yohanes 8:12). Pernyataan seperti ini begitu banyak bisa dibaca dalam Alkitab yang menekankan istilah terang, cahaya, sinar itu menunjuk kepada kuasa Transenden.

Agama-agama Islam, Katolik, Hindu, Buddha, Khonghucu dan juga Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dari beberapa literatur yang sempat dibaca memiliki kedekatan dengan kata cahaya, sinar, terang dan sering meggunakannya dalam perspektif teologi masing-masing. Sebagai contoh dalam Islam, cahaya itu Nur, dan kata Nur disebut berkali- kali dalam Al Quran. Dalam kajian seorang ahli, ada 3 makna kata Nur itu, yaitu Cahaya, Petunjuk, Al Quran.

Kedekatan istilah ” cahaya” dengan roh agama-agama tidak disangkal oleh Richard A.Muller. Dalam bukunya “Dictionary of Latin and Greek Theological Terms”, Bakker Book House Company, Grand Rapids Michigan 49506, USA,1986, ia menjelaskan istilah *lux Dei*: _the light of God_, antara lain : … “occasionally concidered a divine attribute, according to which God is defined as absolute light, in which there is no darkness at all….”

Pepatah yang dikutip diawal bagian ini menyatakan bahwa “cahaya itu bayang-bayang Allah”. Bayang-bayang itu bukan “sama dengan” atau “serupa dengan”. Bayang-bayang bisa dimaknai sebagai “menunjuk kepada”. Cahaya adalah sinar, terang yang berlawanan dengan kegelapan. Cahaya adalah tranparansi, keterusterangan, kejujuran. Dalam penyinaran cahaya orang tidak bisa bertopeng, ia akan tetap kelihatan “aslinya”. Cahaya bermakna juga sebagai sebuah kondisi yang clear, jelas, diatas meja, non-gosip, non-diskriminatif, jelas SOPnya, jelas aturan dan UUnya; kesetaraan dan berkedudukan sama di depan hukum dalam praktik. Umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah orang yang hidupnya dipandu oleh Cahaya, yaitu ajaran masing-masing agama.

Menarik sekali buku tentang pak Jokowi yang diluncurkan beberapa hari yang lalu itu berjudul “MENUJU CAHAYA”. Buku dengan 383 halaman dan 12 Bab itu di tulis oleh Alberthiene Endah memberi gambaran yang jelas apa yang sudah dilakukan oleh pak Jokowi apa dasar filosofinya dan apa yang akan dilakukannya kedepan. Pak Jokowi berkata “Saya tidak mengatakan Indonesia berada dalam kegelapan. Namun seharusnya cahaya lebih banyak menyinari negeri ini. Banyak hal buruk kita biarkan. Banyak hal berpotensi tidak kita gali. Mungkin selama ini kita tak berani atau tak percaya bahwa cahaya itu ada” (Prolog buku “Menuju Cahaya”)

Mari kita hidup dengan berpegang pada Cahaya, pada ajaran universal agama, pada nilai luhur Pancasila. NKRI harus terus berjalan menuju cahaya, dan mampu menjadi cahaya ditengah percaturan global.

Selamat berjuang. God bless.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here