“Nescit vox missa reverti.
Kata yang telah dilontarkan tidak dapat ditarik kembali”.
Manusia dianugerahkan Tuhan kemampuan untuk berkata-kata. Oleh karena itu manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya melalui kata, words. Bahkan dalam arti tertentu kata, bahasa itu menjadi _penanda_ dari kedirian manusia. Manusia yang telah menjadi pengarang/penulis biasanya memiliki kata-kata spesifik yang menjadi gaya bahasa dari sang pengarang. Sebuah puisi akan relatif lebih mudah ditebak mana karya Chairil Anwar atau karya WS Rendra oleh karena kedua penyair memiliki gaya bahasa sendiri yang berbeda satu dengan yang lain. Demikian juga buku roman karya Hamka akan dengan mudah dibedakan dari karya Pramudya Ananta Toer karena gaya bahasa dan tema yang diusung memiliki nilai yang spesifik.
‘Kata’ dan ‘Bacalah’ adalah dua kata penting bersumber dari Kitab Suci dua agama besar dunia, yang mengarahkan manusia untuk memberi garis bawah pada dua aspek tadi sebagai bagian padu dari kegiatan edukasi.
Kedua kata itu yang kemudian memang menjadi dasar dan penggerak peradaban dunia sehingga kedua kata itu dielaborasi terus menerus dari zaman ke zaman, dari abad ke abad hingga di era digital sekarang ini.
Menurut studi yang dilakukan di USA manusia itu secara riil memproduk kata setiap hari banyak sekali. Dari studi itu diketahui bahwa setiap hari perempuan itu mengucapkan 20 ribu kata, dan laki-laki 7 ribu kata. Perempuan lebih banyak memproduksi kata oleh karena ada “protein bahasa” dalam tubuh perempuan dan itu tidak terdapat pada tubuh laki-laki. Itulah sebabnya menurut hasil studi itu perempuan memang senang berbincang sejak masa kecil, vokabulari yang diketahui perempuan lebih banyak, variasi kalimat yang dibuatnya lebih sederhana.
Kita bisa mengatakan dengan lebih definitif bahwa ‘kata’ _(kalimah)_ dan ‘bacalah’ _(iqra)_ adalah dua kata yang amat dekat dengan manusia. Bahkan *kalimah* dan *iqra* itu yang menjadi titik sentral dalam pembangunan kemanusiaan. Tatkala manusia tidak memberi tempat yang semestinya pada “kata” dan “bacalah” maka bisa terjadi manusia tertinggal jauh dalam bidang pendidikan. Dan ketertinggalan dalam bidang pendidikan memiliki dampak yang serius bagi pengembangan SDM disuatu negara.
Kata, _word_ menjadi amat penting dalam kehidupan umat manusia. Dalam perspektif para ahli filsafat bahasa seperti William James, L. Wittgenstein, _kata_ bukan sekadar deretan huruf tanpa makna. ‘Kata’ adalah ekspresi pemikiran seseorang; ‘kata’ adalah gambaran dari skema berfikir seseorang. Kesalahan dan kerancuan penggunaan kata tidak sebatas kerancuan terminologis tapi sebuah kerancuan dan distorsi berfikir.
Dalam kapasitas apapun kita, suami, istri, anak, guru, PNS, pegawai BUMN/D, anggota parlemen, dosen, senator, pemimpin disegala level, harus dengan amat hati-hati memilih _diksi_ terutama pada saat berbicara di ruang publik. Pilihan diksi yang kita lakukan akan memancarkan dengan jelas kesiapaan kita kepada orang banyak.
Kata-kata yang kita ucapkan memiliki daya yang amat kuat untuk memotivasi atau tidak memotivasi orang lain. Kata, diksi yang keluar dari mulut kita seharusnya memberi inspirasi untuk berkarya, untuk membangun harmoni, untuk menghargai kemajemukan, untuk menyalakan api kebersamaan, untuk merangkul semua yang berbeda, untuk membangun NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maaf: *Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.* Kata-kata yang sudah dilontarkan tak bisa ditarik kembali, tak bisa dijelaskan, tak bisa dibuat execuse. Kata-kata yang salah hanya bisa dimohonkan maaf dari kita yang melontarkan kata, apabila kita masih punya sikap rendah hati.
Selamat berjuang. God bless.
Weinata Sairin.