Pdt. Weinata Sairin: Mengapa Kebaktian Tengah Minggu (KTM) dan Bukan Kebaktian Rumah Tangga (KRT)?

0
2547

 

 

 

Catatan Awal.

Pada waktu saya menjadi  pendeta Jemaat GKP Cimahi tahun 1974 – 1978,  banyak hal baru dan segar yang dialami. Kondisi seperti itu cukup menarik sebab melalui realitas seperti itu materi yang diperoleh dimasa-masa kuliah secara kreatif bisa langsung diimplementasikan. Salah satu bentuk pelayanan yang pada zaman itu dilakukan GKP Cimahi adalah apa yang dikenal dengan Kebaktian Rumah Tangga (KRT). Kebaktian dilaksanakan di rumah warga Jemaat dipimpin oleh Pdt atau Majelis Jemaat. Liturgi dan bahan PA disusun sendiri berdasarkan tema tertentu dan mengacu kepada Tahun Gereja.

 

Masalah yang dihadapi Istilah KRT ternyata dipersepsi dengan tidak tepat. Warga Jemaat yang belum menikah tidak mau ikut dalam KRT karena mereka belum berumah tangga. Berdasarkan kenyataan itu maka sejak awal 1976 saya mengajak Majelis Jemaat memprkenalkan istilah baru untuk mengganti istilah KRT yaitu Kebaktian Tengah Minggu (KTM). KTM adalah kegiatan peribadahan yang diprogramkan oleh Majelis Jemaat dan dilaksanakan di rumah warga jemaat secara bergiliran setiap pertengahan minggu. Tujuan pengadaan KTM adalah agar warga jemaat mengalami pembinaan iman pada pertengahan minggu sehingga warga jemaat dapat tetap beriman teguh ditengah berbagai tantangan zaman.

 

Setiap warga jemaat mengalami pembinaan iman pada ibadah hari Minggu sehingga pada hari Senin ketika mereka bekerja dan menghadapi berbagai persoalan kehidupan mereka tetap mengalami keteguhan iman. Di pertengahan minggu iman mereka ibarat hand phone mengalami lowbatt sebab itu perlu dicharge agar iman mereka dikuatkan lagi sehingga mampu menghadapi tantangan zaman. Dengan demikian KTM sebagai sarana untuk mencharge iman warga jemaat dipertengahan minggu harus selalu ajeg, terus menerus dilaksanakan dan tidak boleh ada kekosongan.

 

*Bentuk ibadah dalam KTM*.

 

Ibadah dalam KTM sebaiknya tidak menggunakan liturgi/tata ibadah yang kaku sebagaimana yang biasa digunakan dalam ibadah hari Minggu. KTM tidak boleh menjadi *imitasi* dari Ibadah Minggu. Ibadah dalam KTM harus memberi ruang bagi warga jemaat untuk berinteraksi dan terlibat tidak bersikap pasif. Pergumulan warga jemaat dalam menghadapi persoalan hidup harus diberi tempat  dalam sharing dalam KTM. Liturgi tidak harus selalu dibuat dalam format Jemaat duduk atau berdiri mengingat kondisi rumah warga jemaat yang tidak selalu menunjang.

 

Aspek “kesaksian”, sharing, pengungkapan pergumulan harus lebih diberi ruang dalam aktivitas ibadah di KTM sehingga kualitas spiritual warga Jemaat bisa makin dipertumbuhkan melalui ibadah-ibadah KTM. Harus diingat hal seperti itu yang tidak diperoleh warga Jemaat dalam ibadah Minggu di Gereja. Aspek formal-seremonial lebih kental terjadi dalam ibadah Minggu sehingga warga jemaat cenderung hanya berfugsi menjadi ‘obyek’ dan pergumulan mereka tidak terakomodasi.

 

*Catatan Akhir.*

 

Jemaat-jemaat GKP harus lebih memahami KTM dari perspektif dan paradigma baru. KTM bukan imitasi atau bentuk lain dari ibadah Minggu. KTM harus di re-desain sebagai ruang yang didalamnya warga Jemaat berikut pergumulannya diberikan perhatian utama. Liturgi KTM harus dikaji lagi agar benar-benar mengalirkan alur pikir warga jemaat. Kotbah Refleksi Alkitab dari Pemimpin harus dibatasi misalnya 10 menit dan sharing 30 menit sehingga dalam waktu 60 menit seluruh aktivitas KTM selesai dan didlamnya warga jemaat benar-benar mengalami penguatan spiritual yang bermakna Unsur liturgi yang terkesan mengulang-ulang dan miskin makna harus dipersingkat.

 

Dalam zaman modern ketika manusia dikuasai oleh roh zaman, digoda oleh berbagai berhala modern maka KTM sebagai media penguatan spiritual warga jemaat menjadi amat amat urgen. Hal yang harus lebih diperhatikan lagi : dalam Ibadah Minggu, KTM dan ibadah lainnya gunakanlah ALKITAB TERCETAK dan tidak gunakan gadget, aplikasi Alkitab di HP. Alkitab HP bisa digunakan di perjalanan, dalam kegiatan non gerejawi. “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segrnap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kol. 3 : 23)

 

Jakarta, 16 Juni 2017

Weinata Sairin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here