Advokat Dr. Suriyanto, PD, SH, MH, Mkn: Perubahan Pengurus dan Saham PT Tambang Tanpa Ijin Gubernur dan Menteri Batal Demi Hukum
Jakarta, Suarakristen.com
Pertambangan Mineral dan Pertambangan Batubara diatur dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kekayaan alam berupa mineral dan batubara adalah kekayaan yang tak terbarukan, memiliki nilai yang luar biasa tinggi, dan diperlukan oleh orang banyak. UU 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mendefinisikan Pertambangan Mineral sebagai pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. Sedangkan Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.
Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Tujuan pengelolaan Mineral dan Batubara oleh negara adalah:
Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing; menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup; menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri; mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional; meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat; dan
menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Kebijakan penting dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah:
Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha.
Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan Pemerintah dan pemerintah daerah.
Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan.
Kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan.
Advokat senior Dr. Suriyanto, PD, SH, MH, Mkn menegaskan, Begitu pula perlu diketahui dengan bunyi Pasal 63 yang menyangkut perubahan saham perusahaan pertambangan bunyinya sebagai berikut : Dalam hal pemegang IUP atau IUPK akan melakukan perubahan saham serta Direksi dan/atau Komisaris Wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya sebelum didaftarkan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Suriyanto melanjutkan, Terkait Pasal 63 yang termaktub pada Peraturan Pemerintah tentang perubahan saham dan pengurus pada perusahaan tambang masih ada kerancuan, pasalnya dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan pemegang IUP tambang batubara di Kalteng melakukan RUPS dan perubahan saham dan pengurus tidak melalui ijin Gubernur atau Menteri, “lanjutnya di Kantornya di Kawasan Jakarta Utara, Rabu, (12/2/2020).
Hal ini,tambahnya sudah jelas menimbulkan masalah hukum baru pada perusahaan tambang yang melakukan hal tersebut, apa lagi perusahaan tersebut sedang melakukan MOU dengan perusahaan tambang yang berdomisili satu pada satu daerah Operasional nya, “jelas Alumnus Program Doktor di Jayabaya ini.
Suriyanto menegaskan, hal ini harus disikapi secara tegas oleh Kemenkum HAM terkait penerbitan Badan Hukum perubahan nya dan juga jadi perhatian para Notaris dalam membuat Akte Perubahan berdasarkan perusahaan tambang pemegang IUP bila
tidak ada persetujuan dari Pemerintah Daerah atau Menteri SDM selayaknya harus ditolak agar tidak menimbulkan polemik dikemudian hari pada perusahaan tambang tersebut,”tegas Suriyanto. (Muhidin)