Oleh: Pdt. Bernard TP Siagian
(Matius 13:53-58)
Manusia cenderung menilai hanya dari tampak luar. Begitulah orang memandang sesamanya hanya dari penampilan, status sosial dan keturunan. Maka seringkali terjadi penerimaan atau pun penolakan yang tidak benar. Demikianlah penolakan terhadap Yesus terjadi di kampung halaman-Nya, Nazaret. Orang banyak takjub dan kagum akan pengajaran serta mujizat yang dilakukan oleh Yesus. Namun akhirnya merasa kecewa karena ternyata orangtua-Nya mereka kenal sebagai tukang kayu. Mereka menolak Yesus karena status sosial-Nya bukan dari golongan terhormat. Karena itu maka Yesus mengatakan bahwa seorang nabi tidak diterima di tempat asalnya.
Kitapun sering demikian. Pengenalan kita terhadap seseorang selalu didasarkan atas pandangan mata oleh karena status sosial dan kondisi fisik mau pun penampilan. Akibatnya timbul rasa senang mau pun sebaliknya sentimen dan kebencian pada seseorang semata-mata karena subyektivitas pribadi atas dasar emosi yang sangat tidak obyektif sama sekali. Hal seperti ini akhirnya menghambat datangnya keselamatan kepada kita. Injil Yesus Kristus sering menjadi tertutup karena kebanggaan pribadi mau pun ikatan kekeluargaan yang subyektif. Karena itu kita harus lebih peka dan terbuka akan kehadiran Allah dengan melepas keakuan dan kesombongan kita. Dengan itu kita telah menutup pintu gerbang dan melakukan penolakan terhadap kebenaran. Maka biarlah Allah berkarya dan hadir dalam diri kita. Hidup kita sendiri pun mampu menjadi “tanda” kehadiran Allah dan menyentuh hati sesama sehingga kehadiran Injil Kerajaan Allah dapat membebaskan semua umat.
Nazaret adalah kampung halaman Yesus, karena itu Dia disebut juga Nasrani. Yesus datang ke kampung halaman-Nya karena Ia mencintai kampung halaman-Nya dan semua penduduknya sebagai saudara-Nya. Penolakan yang dialami-Nya mengajak kita juga untuk menyadari hal yang sama juga acap terjadi atas semua orang. Betapa pun seseorang sukses dan telah menghasilkan karya besar di negeri orang, namun di kampung halamannya belum tentu orang-orang berterima. Demikian halnya dengan keberadaan Yesus selaku Manusia Sempurna yang datang dari sorga untuk keselamatan seluruh dunia ini. Sesungguhnya Dialah Pemilik dan Pencipta bumi dan segala sesuatu yang ada. Ia datang kepada milik-Nya. Namun orang-orang hanya melihat Dia sebagai Manusia biasa, sehingga mereka gagal mendapatkan anugerah dan kasih karunia yang telah dibawa dan disediakan-Nya, yakni keselamatan dan hidup kekal.
Misi Yesus tidak pernah gagal, namun manusialah yang gagal karena hanya memandang dengan kasat mata. Mata rohani mereka buta oleh karena kedagingan yang duniawi. Demikianlah keselamatan sebagai kasih karunia yang dianugerahkan Yesus untuk mereka itu dibengkalaikan percuma. Itulah Injil (artinya: kabar baik) menjadi sia-sia. Bukan lagi menjadi hadiah, sebaliknya Injil itu justru telah menjadikan hukuman kekal itu nyata dan pasti. Sebab tidak ada cara lain apa pun lagi bagi umat manusia untuk selamat. Tidak ada cara manusia untuk menjadi layak bagi Allah. Hanya cara Allah sendiri yang melayakkan manusia dapat dan boleh menghampiri takhta-Nya. Karena itu, bagi mereka Injil bukan lagi membebaskan untuk datang kepada Bapa di sorga, sebaliknya justru telah mengikat untuk dibuang ke neraka. Sampaikanlah berita ini kepada semua orang, agar tidak seorang pun lagi yang menyesal dan kecewa bahkan sia-sia. Amin!
DOA:
“Jadikanlah hidup kami tanda kehadiran-Mu, ya Tuhan Yesus. Bukalah pintu hati sesama kami untuk menerima Injil-Mu. Amin!”