PDT. WEINATA SAIRIN: *”MEWUJUDNYATAKAN KEKRISTENAN ELEGAN MEMBANGUN PERADABAN MASA DEPAN”*

0
889

*REFLEKSI ALKITAB*

MINGGU, 11 NOVEMBER 2018

_”Berbahagialah kamu jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh Kemuliaan yaitu Roh Allah ada padamu. Janganlah ada diantara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau penjahat atau pengacau”_ (1 Petrus 4:14-15)

Kata “bahagia” yang kemudian membentuk kata “kebahagiaan” bukan hanya terkenal dikalangan masyarakat kita, malah banyak warga masyarakat yang sering menggunakan kata itu, utamanya anak-anak remaja dan pemuda. Pada masa-masa berpacaran anak muda acap mengumbar kata ‘bahagia’ untuk meyakinkan sang pacar. Walau terkadang istilah ‘bahagia’ itu terasa absurd namun istilah itu tergolong trending topic dikalangan anak-anak muda. Contohnya bisa kita lihat dalam ungkapan berikut. “Jika kamu mau menerima cinta saya, saya jamin kamu akan bahagia” . “Kamu adalah laki-laki tipe ideal yang saya idamkan karena saya yakin saya bisa bahagia bersama kamu”. Kata “bahagia” agaknya memang menjadi keyword dalam konteks relasi perempuan-laki-laki pada level apapun.

Namun kata “bahagia” ternyata bukan hanya monopoli anak-anak muda yang tengah dimabuk cinta atau keluarga muda milenial yang tengah sukses membangun rumah tangga. Didalam Alkitab kita cukup sering bertemu dengan penggunaan istilah “bahagia” atau “berbahagialah” walau dalam konteks dan konotasi yang agak berbeda dari nuansa cinta.

Adalah Yesus sendiri dalam rangkaian Kotbah Di Bukit (Matius 5 :1-12) yang menyampaikan pemikiran cerdas bernas dalam bingkai ucapan bahagia yang amat terkenal itu. Ada 8 ucapan bahagia atau ‘sabda bahagia’ yang direkam Matius, yang dari segi isi sebenarnya paradoks dengan pemikiran yang berkembang dalam masyarakat di zaman itu. Berkata Yesus dalam Kotbah di bukit : “Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat.5:3). Dalam perspektif pemikiran yang berkembang dalam masyarakat zaman itu apa yang dinyatakan Yesus itu absurd dan paradoks sebab banyak orang yang gagal untuk memahami dengan baik relasi antara “miskin dihadapan Allah” dengan “empunya Kerajaan Allah”.

Injil Lukas memiliki versi yang berbeda dengan Matius dalam hal ucapan bahagia (Luk 6 : 20-26). LAI memberi judul perikop dalam Lukas 6 : 20-26 itu “Ucapan bahagia dan peringatan”; sedangkan judul perikop dalam Matius 5:1-12 adalah “Ucapan bahagia”. Dalam versi Lukas ucapan bahagia itu disisipkan dengan ungkapan peringatan dalam diksi yang cukup keras : “celakalah..” yang diulang tiga kali (Luk. 6:24-26)

Keberbedaan itu agaknya terletak pada angle dan frame yang digunakan Matius dan Lukas dalam mencatat ucapan Yesus itu. Angle dan frame itu juga biasanya berhubungan dengan target audiens yang menjadi sasaran Injil mereka itu. Kita semua faham bahwa konteks sisiologis yang dihadapi oleh keempat pembaca Injil itu tidak sama, sehingga bahasa dan narasi keempat Injil itu agak berbeda agar mampu dicerna dengan tepat oleh publik di sesuatu wilayah.

Bagian Alkitab yang dikutip di awal tulisan ini menyebut istilah “berbahagia” juga dalam konteks yang berbeda, yang paradoks dengan suasana cinta, suasana tenang, romantis. Jemaat-jemaat Kristen di abad pertama diwarnai sikap resistensi masyarakat terhadap kekristenan. Mereka di diskriminasi, hak-hak asasinya direnggut, mereka dinista, di persekusi, dibantai dan dibunuh secara keji karena kekristenan mereka, karena agama, karena iman mereka karena mereka percaya kepada Kristus. Ungkapan “berbahagia” disini adalah kata-kata penguatan untuk umat agar iman mereka tidak goyah dan agar kekristenan tidak terpenjara pada realitas penderitaan di kekinian zaman.

Jangan takut dan jangan dikalahkan oleh penderitaan, tetapi berbahagialah menghadapi hal itu. Roh Kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu walaupun engkau mengalami penderitaan. Itu pesan pastoral seorang Petrus bagi umatnya yang sangat penting. Bahkan Petrus mengingatkan agar umat jangan menderita oleh karena umat menjadi pembunuh, pencuri, penjahat, pengacau. Dan itu nasihat yang amat riil dan menukik dari Petrus dizaman itu. Umat diminta untuk menampilkan kekristenan sejati yang berbalut kasih sayang, dan bukan kekristenan demonis dan diabolis yang berujung pada pidana.

Bagian Alkitab yang dikutip ini tetap penting untuk menjadi bahan refkeksi kita di era digital sekarang ini. Ada banyak derita yang meliliti kekristenan kita. Ada hak kita yang direnggut hanya karena kita beriman kepada Kristus. Kita tak boleh tunduk dan menyerah kuasa apapun yang ingin memisahkan kita dari Kristus. Kita tidak boleh inferior. Kita tak boleh dihinggapi penyakit minority complex. Kita tak boleh menyebut diri minority. Kita *equal*. kita setara dengan semua warga bangsa di negeri ini. Kita bukan penumpang gelap di gerbong NKRI. Kita pemilik sah republik ini dan ikut mendisain negeri ini sejak awal. Mari terus menampilkan kekristenan cantik dan elegan di negeri ini demi kehidupan warga bangsa yang lebih baik.

Selamat merayakan hari Minggu. God bless.

*Weinata Sairin*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here