Oleh: Reinhard Samah Kansil, M.Th
Sabda Bina Diri
II Korintus 4:7-15
Oleh: Reinhard Samah Kansil, M.Th
Kami ditindas, namun tidak terjepit;
kami habis akal, namun tidak putus asa;
kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian,
kami dihempaskan, namun tidak binasa.
Pelayan
Nas kita hari ini mengatakan bahwa, melayani Injil tidak mudah. Dalam penginjilan orang berada di front terdepan, bertempur melawan Iblis yang berusaha agar tawanannya tidak lepas. Dalam penginjilan, hamba Tuhan sering harus memikul berbagai beban berat (ay. 8), bahkan seolah menjalani kematian Yesus dalam hidup ini (ay. 9-12).
Bagaimanakah kita dapat terdorong menginjili dengan penuh semangat, daya tahan dan keyakinan? Injil itu sendiri adalah sumber kuasa (ay. 7). Hanya dengan menginjili, kita beroleh kesempatan menyaksikan kuasa Injil mematahkan belenggu dosa dan Iblis. Hanya bila kita menginjili, kita mengalami kesukaan, boleh membagikan kekayaan harta rahasia Allah di dalamnya.
Orang seperti Paulus bisa tergoda untuk tawar hati? Rasanya tidak mungkin bukan? Tetapi itulah pengakuan jujur Paulus (ay. 8-9). Namun godaan itu mampu ditepis Paulus. Sebaliknya, dari tawar hati atau hancur karena tekanan-tekanan dalam pelayanan, ia malah bertahan dan mengalami kuasa kebangkitan Yesus (ay. 10-11). Justru di tengah kelemahannya itulah Paulus mengalami kesetiaan Allah yang senantiasa menyegarkan dan menguatkannya oleh anugerah-Nya (ay. 13).
Bola
Sepulang sekolah, Kathleen, suka bermain bola di rumah. Anak usia empat tahun itu sangat suka memantul-mantulkan bola kesayangannya ke lantai. Suatu saat ia berkata, “Kathleen suka dengan bola ini. Tiap kali Kathleen membanting bola ini, ia malah melambung tinggi. Lucunya, semakin keras dibanting, ia malah melambung makin tinggi.”
Paulus adalah seorang rasul yang berterus terang tentang realitas kehidupan dan pelayanan yang tengah dilakukannya. Sejak menyerahkan diri untuk melayani Tuhan, masalah justru seakan-akan enggan meninggalkannya. Ketika melayani jemaat di Korintus, ia pun tidak bebas dari masalah.
Jemaat Korintus terkenal dengan reputasinya yang buruk. Banyak hal yang terjadi dalam jemaat ini, telah menyakitkan hati Allah dan Paulus. Misalnya perpecahan, juga tindakan tidak bermoral. Secara logika, sangat masuk akal bila Paulus mempertanyakan penyertaan Tuhan atas hidupnya, memprotes, atau bahkan mengambek. Namun, Paulus tidak melakukannya. Ia tetap setia memegang komitmen pelayanannya.
Inilah inti “karakter pelayanan kristiani” sejati yang harus dimiliki oleh setiap pelayan Tuhan; di mana pun dan dalam peran apa pun. “Ditindas namun tidak terjepit … habis akal namun tidak putus asa, dianiaya namun tidak ditinggalkan sendiri, dihempaskan namun tidak binasa” (ay. 8-9).
Saya menyebutnya “Pelayan bola”, yang tak menjadi “kempes” walaupun “dibanting” dengan berbagai tantangan dan kesulitan.
Apa rahasianya?
“Kami senantiasa membawa kematian Yesus dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus nyata dalam tubuh kami” (ay. 10).
MASALAH SEBESAR APA PUN
DAPAT DILEWATI BERSAMA TUHAN
#Salam_WOW