PDT. WEINATA SAIRIN: MENGUKIR KEMENANGAN LEWAT JERIH JUANG

0
1293

 

 

_”Palma non sine pulvere. Tidak ada kemenangan tanpa jerih payah”_

 

Setiap orang dalam kehidupannya pasti ingin meraih keberhasilan, kesuksesan, dalam bidang apapun juga. Seseorang bercita-cita, punya obsesi untuk memperoleh mahkota kemenangan pada ujung, pada muara dari setiap perjuangan. Itulah sebabnya orang berjerih lelah berjuang dengan berbagai cara sesua drngan prosedur baku, sejalan dengan ketentuan perundang-undangan. Sejak awal mereka yang matang dan piawai memang telah merancang strategi apa yang paling baik dalam rangka mencapai kemenangan. Mereka bahkan juga menetapkan juga Plan A atau Plan B jika strategi yang mereka susun itu ternyata mengalami kegagalan. Hal mendasar yang dipegang kuat adalah bahwa dalam meraih kemenangan itu haruslah dilakukan sesuai dengan prosedur standar, tidak melawan hukum dan tidak bertentangan dengan ajaran agama.

 

Selalu ada saja orang yang berfikir instant, easy going, yang dengan jalan pintas ingin cepat meraih kemenangan tanpa memenuhi prosedur baku dan standar. Mereka biasanya menyogok, memalsukan dokumen, dan atau tindakan-tindakan negatif lainnya yang pada mada-masa mendatang amat kontra produktif bagi orang itu dan juga bagi institusi serta sistem yang ada.

 

Sejak kita kecil orangtua kita dan atau komunitas keagamaan menanamkan sikap jujur, bekerja keras dalam menempuh kehidupan. Kita semua dididik oleh ayah ibu bagaimana berlaku jujur mulai dari hal yang paling kecil dan sederhana. Misalnya ibu akan mengecek dengan menanyakan kepada kita berapa butir telur rebus yang kita santap pada saat kita sarapan! Jika sesudah melalui “penelitian” ternyata kita menyantap telur itu lebih dari jatah kita maka ibu biasanya akan memberi nasihat tentang kejujuran dan bagaimana menghindari sikap yang “serakah”. Demikian juga dalm komunitas keagamaan penanaman sikap jujur, terus terang, suka menolong dilakukan sesuai dengan tahap perkembangan anak. Di suatu Sekolah Minggu, bentuk pelayanan kepada anak-anak yang dilakukan institusi Gereja, pendidikan moral keagamaan dilakukan secara kontinyu, terarah, berencana dan sistemik oleh para guru Sekolah Minggu yang di rekrut secara khusus, dengan sistem pembelajaran berbasis kurikulum yang disiapkan komunitas keagamaan. Agaknya kesemua institusi keagamaan di negeri ini memiliki program pendidikan untuk anak-anak, sehingga spiritualitas anak, sejak awal disiapkan dengan baik agar mereka mampu pada saatnya menghidupi dunia dengan berbagai dinamikanya tanpa mesti kehilngan identitas.

 

Ketekunan, kekuatan komitmen, gigih dan tangguh serta sikap “patriot” penting dijadikan modal dasar dalam perjuangan untuk mencapai kemenangan. Sikap patriot, sikap tegar dalam menghadapi masalah akan sangat erat kaitannya dengan perjuangan mencapai kemenangan. Pada waktu memimpin sebuah kampanye politik, Swarupani, ibunda Nehru yang sudah berusia lanjut, tertembak kepalanya. Ia tersungkur ke tanah berlumuran darah lalu jatuh pingsan. Polisi kemudian segera membawanya dengan ambulan ke Anand Bhawan. Nehru sangat sedih mendengar berita itu. Sebulan kemudian Swarupani mengunjungi anaknya yang berada di dalam penjara di Bareilly. Ia membuat lelucon tentang perban yang masih terbalut di kepalanya. “Ini bukan perban tetapi lencana kehormatan!” katanya  dengan bangga.

 

Swarupani, sang bunda Nehru tepat ketika dia bangga dengan _perban_ yang masih membalut kepalanya. Ia tertembak karena berjuang bagi kemerdekaan negerinya, bukan karena kasus kriminal atau kasus pidana lainnya. Sikap patriotik, siap menderita, amat penting dalam mewujudkan cita-cita. Sikap proaktif, jemput bola, ” go structure” harus dikedepankan bukan duduk manis, menunggu arah angin dan pergantian musim.

 

Pepatah yg dikutip diawal bagian inimenegaskan bahwa takada kemenangan tanpa jerih payah. Semua harus diperjuangkan dengan keringat dan berdarah-darah. Semuanya membutuhkan dana, stamina, high cost! Kata banyak orang : “tak ada makan siang gratis, minimal BS BS”. Kata anak zaman now _tak ada siang yang gratis!_

 

Kita semua sebagai manusia di usia profuktif, belum uzur dan _terkulai lunglai_ masih nemiliki banyak agenda; masih berhasrat banyak, semua bidang nyaris _dihasrati_ ! Kita fokuslah sekarang kepada satu pilihan : nyaleg DPR, mau ke DPD, mau ke pilkada atau pilpres, mau ke ASN, mau (tetap) jadi gembala umat, atau birokrat lembaga keagamaan? Semua pilihan itu menimbulkan resiko, fulus dan memerlukan mental juang yang tangguh. Siapkah kita bertarung dengan fair ?

 

Selanat berjuang. God bless.

 

*Weinata Sairin.*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here