“Da pacem, Domine. Tuhan berikanlah kedamaian”.
Dunia kita sekarang ini bukan lagi sebuah hunian yang damai, nyaman, yang _inspiring_. Dunia kita di kekinian adalah dunia yang bersimbah darah, berbalut dendam, pengap oleh asap mesiu, dunia yang _f ragile_, di sana-sini ada saja orang yang meledakkan bom, yang mengucap ujaran kebencian, yang mengancam via telpon. Dunia kita diwarnai oleh takut, cemas, curiga, stigma, trauma, buruk sangka, penodaan agama. Seolah dunia ini tidak lagi dihuni oleh makhluk bernama *manusia* yang dicipta Allah sebagai makhluk mulia, sebagai kalifah Allah di bumi, sebagai imago dei.
Kata “damai” memiliki makna yang jamak, plural; tidak tunggal, tak bisa ditangkap dalam sebuah kata dan pengertian yang definitif. Damai adalah kondisi ‘tidak ada peperangan’, ‘tidak ada kerusuhan’, ‘aman’, ‘tenteram’, ‘tenang, tak ada permusuhan’. Damai, suasana damai dirindukan oleh setiap orang. Mulai dari lingkungan keluarga, komunitas sosial, di kantor, di pabrik, di apartemen, di rusunawa, di perumnas, di mal, di pasar, di kantor bumn, di gerai atm, di bank, di sekolah, di kampus, di parlemen, di rumah-rumah ibadah dan di semua ruang tempat manusia beraktivitas dan berkiprah.
Dari pengalaman empirik burung merpati dan daun zaitun acap digunakan sebagai lambang perdamaian. Ada banyak orang juga yang menyatakan bahwa ‘damai’ itu bukan sekadar ketiadaan perang, *Absentia Belli* tetapi juga ‘ketiadaan kekerasan’ bahkan terwujudnya *keadilan*. Bagi orang seperti Martin Luther King Jr ‘damai’ itu harus nyata dalam hal adanya keadilan dan tumbangnya kuasa ketidakadilan.
Di zaman dulu, kata “damai” telah diberi makna dan konotasi baru yang isinya dirasakan tidak sejalan dengan makna aslinya. Seorang pengendara Shienta tiba-tiba lupa bahwa nomor polisi mobilnya itu _genap_ sehingga tak bisa melewati wilayah tertentu pada saat tanggal _ganjil_. Ditengah jalan ia di stop polisi yang sedang memantau lalu lintas di belakang tenda. “Selamat pagi pak. Hari ini tanggal 15, tanggal ganjil, mobil Bapak tidak bisa melewati jalan ini sampai dengan pk 10.” Kata pak polisi. “Bapak kena tilang. Apakah bapak mau *damai* atau ingin tetap memproses ke pengadilan?” Kata pak polisi lagi. Kata “damai” disini artinya pengendara mobil itu tidak usah diproses secara hukum, tetapi membayar biaya damai yang dananya diterima polisi di tempat itu.
Kita sangat membutuhkan kondisi dan suasana damai, rukun, tenteram, tiada kekerasan, tiada perang. Suasana tidak damai melahirkan banyak penyakit dalam tubuh kita yang akan sangat mengganggu aktivitas kita. Pepatah yang dikutip dibagian awal merupakan doa kepada Tuhan : “Tuhan, berikanlah kedamaian”. Doa dan permohonan itu menjadi sesuatu yang lebay, bombas dan nir makna jika kita sendiri sebagai manusia abai dan bahkan mnampilkan sikap, kata dan tindakan yang mencederai perdamaian itu sendiri. Damai, perdamaian harus menjadi *kebutuhan* riil dari kita seluruh warga bangsa.
Kita harus makin tekun berdoa memohon agar Tuhan mengaruniakan dunia yang damai; kita juga secara proaktif mengupayakan hadirnya perdamaian itu dalam keseharian kita antara lain dengan cara menghormati dan mengapresiasi _keberbedaan_ (suku, agama, ras, antar golongan, afiliasi politik, aliran keagamaan dll); menahan diri untuk tidak memberi komentar di medsos apalagi yang makin memanaskan situasi; tidak mengaitkan peristiwa teror dsb dengan sesuatu agama apapun; mengembangkan sikap inklusif dan memperkuat ikatan tali silaturahim antar warga bangsa.
Kita harus sadari bahwa kita ini adalah bangsa yang besar; bangsa yang sangat taat beragama. Masa-masa krusial sebagai bangsa telah kita lewati dan kita telah “menang” dan tampil sebagai bangsa yang satu, kukuh, solid dengan ideologi Pancasila yang mempersatukan kemajemukan kita.
Mari kita bertekad dan berkomitmen untuk mewujudkan perdamaian dalam kehidupan kita. Tanggal 17 Mei 2018 saudara-saudara kita umat Muslim akan mulai menjalani ibadah Puasa. Kita doakan semoga saudara-saudara kita dapat menunaikan ibadah Puasa dengan baik. Suasana damai dalam kehidupan akan sangat membantu pelaksanaan ibadah Puasa yang dilakukan saudara-saudara kita.
Selamat Berpuasa. God bless.
*Weinata Sairin*