Pdt. Weinata Sairin: Bertobat dan Hidup Lurus di Jalan Lurus

0
1576

 

“Tu autem Domine, miserere nobis. Engkau Tuhan, kasihanilah kami”.

 

Hidup dan menghidupi sebuah dunia yang ramai, gaduh, rentan konflik sama sekali tidak nyaman, jauh dari “convenience”. Hidup terasa cepat lelah,ada rasa cemas menghinggapi diri, ada rasa takut meliliti tubuh. Salah ucap, salah tulis, salah sablon, ujungnya bisa sulit diduga. Derita dan sengsara walau dalam skala dan bobot yang paling kecil sudah terbayang diujung segala kesalahan itu. Namun dalam “tahun politik” ada kalanya sebuah kesalahan itu mendapat pembenaran bahkan dukungan apabila ternyata kesalahan yang dibuat oleh pribadi atau komunitas itu menguntungkan kelompok (politik) tertentu.

 

Dalam “kekalutan” psikologis yang dialami seseorang dalam hidupnya, biasanya mereka berdoa, sesuai dengan ajaran agama masing-masing, melakukan kontemplasi, melaksanakan retreat bersama, yang dimaksudkan agar ada kesempatan untuk melakukan ‘percakapan pribadi’ dengan Yang Diatas sehingga terjadi pencerahan dan penguatan diri.

 

Setiap orang berdoa, dalam posisi dan kebesaran apapun. Tuhan mendengar doa dari siapapun tanpa memandang kesiapaan seseorang, tidak mempersoalkan jabatan : jabatan puncak atau OB, direksi atau komisaris, parpol besar atau kecil, pendeknya seseorang manusia dalam kapasitas apapun bisa dan boleh berdoa, jika hati kecilnya masih percaya kepada Tuhan, Allah, Yang Transenden itu

 

Seorang seperti Donal Trump bisa berdoa, Gandhi, Jendral Mac Arthur, setiap manusia pasti berdoa dalam hidupnya. Ia mendoakan dirinya, keluarganya, bangsa dan negaranya bahkan dunia dengan berbagai dinamika yang terjadi didalamnya, doa yang amat detil dan teknis atau doa yang makro dan “absurd” bisa terwujud dalam hidup manusia.

 

Rabindranath Tagore, pernah berdoa sebagai berikut : “Inilah doaku untukMu Tuhanku. Hantam, hantamlah akar kemiskinan didalam hatiku. Berikan aku kekuatan untuk meringankan bebanku agar aku sanggup memikul kebahagiaan dan penderitaan. Beri aku kekuatan agar aku setia pada kecintaanku dalam melayaniMu. Beri aku kekuatan agar tidak pernah mengabaikan orang-orang miskin, atau lumpuhkan kakiku sebelum melakukan kemungkinan yang biadab. Beri aku kekudaatan untuk meningkatkan akal pikiranku untuk mengatasi hari-hari yang tak berharga; dan Beri kekuatan untuk memasrahkan kekuatanku kepada apa yang Kau kehendaki dengan cinta”

 

Dalam banyak literatur agama Hindu, kita mengetahui bahwa ada banyak doa agama Hindu yang menjadi panduan umat dalam berdoa. Ada doa menjelang tidur, doa bangun pagi, doa makan, doa sebelum dan sesudah bekerja. Kita sering mendengar Doa diawal pertemuan : “Om Swastyastu” artinya “Semoga selalu selamat dibawah lindungan Tuhan”. Di kalangan umat Kristen dan Katolik dikenal ada “doa standar” yaitu Doa Bapa Kami, yang bisa digunakan kapan saja dan untuk keperluan apa saja karena isinya sangat relevan dan bisa mencakup banyak hal. Biasanya pada Ibadah Hari Minggu, Doa Bapa Kami di ucapkan bersama-sama oleh umat sesudah pemimpin ibadah menaikkan doa permohonan (doa syafaat) yang umum yaitu mendoakan umat, komunitas, lembaga keumatan, pemerintah, bangsa dan negara termasuk mendoakan para penyelenggara negara di berbagai aras.

 

Di kalangan saudara-saudara Muslim dikenal Surat Al-Fatihah (=pembukaan) yang wajib dibaca pada waktu sholat, bahkan menurut ketentuan Hadis, sholat itu tidak sah tanpa membaca Al-Fatihah. Surat yang turun di Mekah ini, Surat Makkiyah, disebut *induknya Al-Quran* yang adalah surat pertama dalam Al-Quran dikuasai dengan baik oleh umat Islam, umat mengimaninya sebagai doa universal, doa untuk umat manusia. Dengan doa itu umat memohon agar Allah menunjukkan jalan yang lurus bagi umat manusia sehingga manusia mengalami keselamatan.

 

Hidup di tahun politik seharusnya tidak menimbulkan ketegangan atau ketakutan. Politik dalam konteks Indonesia yang bangsanya ramah tamah dan kuat nilai religiusnya harusnya terwujud dengan baik, elegan, bermoral tidak menodai dan mencederai budaya bangsa dan religiusitas bangsa.

 

Pepatah yang dikutip diawal bagian ini berisi permohonan dan sekaligus doa agar Tuhan mengasihani kita umat manusia. Kita perlu terus menerus berdoa memohon belas kasihan Tuhan bahkan pengampunan Tuhan oleh banyak hal negatif yang kita lakukan dalam hidup kita. Kita berfikir dalam kenaifan kita seolah Tuhan tutup mata terhadap perbuatan kita yang menodai agama. Kita terus menipu, membohong, memanipulasi, mencuri, mengkorupsi, membunuh, meneror, menghujat, mencari kesalahan orang, mengucapkan ujaran kebencian, menodai, memecah belah, dan sebagainya, dan sebagainya.

 

Menyongsong hari-hari penuh makna didepan kita, bulan puasa Ramadhan, Idul Fitri mari kita semua warga bangsa makin tekun berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tali silaturahim diantara seluruh warga bangsa yang majemuk ini diperkuat, kehidupan yang saling menghargai terus di pupuk. Dapatkah kita berkomitmen agar kegiatan politik kita itu diterangi dan dinafasi oleh keimanan kita sehingga kita berpolitik dengan tetap mengedepankan nilai-nilai moral, etik, dan spiritual.

 

Mari kita mohon agar Tuhan mengasihani kita dan kita bertekad kuat untuk bertobat ( _tobat nasuha_) melakukan _metanoia_ (yun. berbalik total) sehingga kita seterusnya berjalan pada jalan lurus yang Tuhan tunjukkan bagi kita.

 

Selamat Berjuang. God Bless

 

*Weinata Sairin*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here