Center for European Union Studies Menyelenggarakan Sidang The 1st Annual International Conference on European Union Studies (AICEUS)

0
1357

Jakarta, Suarakristen.com.

“Setiap perjanjian yg dibuat oleh pemerintah Indonesia, termasuk dengan Uni Eropa, harus selalu memuat ketentuan moratorium atau penangguhan sementara!” demikian ditegaskan oleh Ketua Sidang the 1st Annual International Conference on European Union Studies (AICEUS) Partogi Samosir pada 17 Desember 2015 di Jakarta.

Ketentuan penangguhan sementara tersebut memungkinkan Indonesia untuk rehat sejenak sambil meninjau ulang sektor mana saja yang keteteran, akibat adanya aturan yang menyulitkan untuk ditaati Indonesia, tutur Partogi yang adalah juga Direktur Eksekutif Center for European Union Studies, Universitas Satya Negara Indonesia, penyelenggara the 1st AICEUS tersebut. Hasil perundingan jangan bersifat asimetris, imbuh pakar ekonomi internasional Universitas Muhammadyah Malang Demeiati Nur Kusumaningrum.

Berbicara dalam konferensi ini antara lain Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Dan Brunei Darussalam Vincent Guerend, Kol. Timotius Larosa, Irene L. Simanjuntak, Hendra Maujana, Jerry Indrawan, Sinta Herindrasti, Fitra Deny, Eric Gunawan, Demeiati Nur Kusumaningrum, Badikenita Sitepu, dan Milica Vukovic.

Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Vincent Guerend dalam pidato kuncinya menyatakan, UE menginginkan kerja sama Indonesia dan UE menguntungkan kedua pihak. UE mengharapkan daya saing industri domestik Indonesia dan UE tumbuh bersama secara sehat.

Dihadapan 127 peserta AICEUS yang berasal dari berbagai universitas di pulau Jawa tersebut, Vincent Guerend mengingatkan Indonesia adalah partner yang sangat penting bagi UE. Itu sebabnya UE ingin terus mengembangkan kerjasama dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi, teknologi, budaya, dan lingkungan hidup.

Direktur Economic, Social and Investment Research Institute (ESIRI) Badikenita Sitepu menyatakan, UE memiliki sektor jasa berdaya saing tinggi. Kerja sama dengan UE di sektor jasa berpotensi meningkatkan daya saing penyedia jasa Indonesia yang merupakan “pelumas” bagi seluruh perekonomian nasional. Pakar hukum bisnis Universitas Pelita Harapan Eric Gunawan menambahkan perlunya melakukan pengembangan kapasitas guna menyiapkan dunia usaha nasional mampu menghadapi persaingan pasar dan memanfaatkan pembukaan akses pasar UE secara maksimal.

Baca juga  13.000 Anggota Forum Ulama Santri Indonesia (FUSI) Jakarta Deklarasi Mendukung Pramono Anung-Rano Karno Sebagai Cagub-Cawagub DKI Jakarta 2024-2029

Menjawab pertanyaan mengenai peta kekuatan di Eropa, khususnya dalam kasus Crimea, Kol. Timotius Larosa menyatakan semua pihak dapat membuat petanya berdasarkan perspektif dan kepentingannya masing-masing. Berdasarkan teori Vector yang dipakainya, Timotius Larosa menyatakan, pola interaksi di UE adalah pola rivalitas antarnegara anggotanya. Itu sebabnya bagi Milica Vukovic, UE kini berinteraksi bagaikan neo kolonialisme modern.

Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak PIKI (Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia) Irene L. Simanjuntak menyatakan bahwa UE pada dasarnya sangat anti diskriminasi. UE juga sangat mendorong penyelesaian konflik melalui sistem multilateral, bukan dengan pendekatan militer.

Tugas paling utama Indonesia jika ingin berhasil mendapatkan “porsi besar” yang diinginkan dari kerjasama dengan Uni Eropa ialah melakukan penyempurnaan berkelanjutan dan menunjukkan keunikan yang dapat membuat UE semakin tidak ragu-ragu untuk menjalin kerjasama dengan Indonesia, demikian simpul. Partogi Samosir selaku Ketua Sidang the 1st Annual International Conference on European Union Studies (AICEUS).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here