Pdt. Weinata Sairin: Dicari Orang Bijaksana Untuk Menjadi Pemimpin

0
1663

 

 

“Sapiens est qui prospicit. Orang bijaksana adalah orang yang melihat jauh kedepan”.*

 

Orang bijaksana, orang yang dipenuhi wisdom acapkali secara mudah diacu kepada sosok orang yang  berambut putih, berjenggot dan usia cukup tua. Kita melaksanakan hal itu dalam kehidupan praktis : orang yang berambut putih pasti diatas 60 tahun, bukan karena usia muda dan mengidap kelainan pigmen, kita datangi untuk memohon wisdom nya. Dalam bahasa Indonesia kata “kebijaksanaan” digunakan sebagai padanan kata “wisdom” dan kata “kebijakan” sebagai padanan kata “policy”.

 

Ada begitu banyak kisah-kisah tentang sikap dan tindakan bijaksana yang dilakukan ‘orang-orang besar’ di zamannya yang tetap menjadi kekayaan dan sumber inspirasi bagi  banyak orang. Sebuah kisah tentang Voltaire cukup bagus untuk diangkat kembali. Sikap permusuhan terhadap bangsa Perancis sedang marak sekali terjadi saat Voltaire berkunjung ke Inggris tahun 1727. Orang Perancis hidup dalam ancaman dan bahaya juga didalam perjalanan. Pada suatu hari saat Voltaire dalam perjalanan segerombolan orang Inggris yang marah mengepung Voltaire sambil berteriak-teriak. “Bunuh dia, gantung orang Perancis itu!”. Voltaire menjerit dan dengan suara keras ia coba mengatasi teriakan gerombolan orang Inggris itu. “Hai orang-orang Inggris! Kalian ingin membunuhku karena aku adalah orang Perancis? Apakah aku tidak cukup terhukum untuk tidak jadi orang Inggris?” Gerombolan orang itu kemudian bersorak gembira dan membiarkan Voltaire pulang kerumahnya dengan selamat.

 

Dimana letak kebijaksanaan yang ditunjukkan Voltaire dalam case ini ? Ada beberapa aspek yang bisa dicatat. Voltaire tenang menghadapi gerombolan massa yang berteriak penuh ancaman seperti itu. Ia tidak merespons dengan sikap arogan atau menyatakan ungkapan yang bisa menambah kegaduhan. Ia piawai dalam memilih kata untuk menjawab ancaman gerombolan itu. Ungkapannya amat persuasif. Ia tidak mendiskreditkan bangsa/negaranya sendiri yang bersikap memusuhi Inggris. Ia seakan “memohon” kelembutan hati gerombolan itu untuk memahami posisinya yang seakan merasa terhukum karena ia tidak menjadi orang Inggris. Dan dengan kata-kata itu Voltaire selamat dari ancaman maut gerombolan Inggris.

 

Kebijajlksanaan, _wisdom_ memang mencakupi banyak hal : pemikiran/gagasan, sikap, tindakan. Butir-butir kebijaksanaan seseorang ditampilkan minimal pada tiga aspek tersebut. Orang bijaksana tentu amat menyadari konteks dan realitas yang ia hadapi. Pilihan kata, diksi pada setiap peristiwa/kegiatan haruslah tepat apalagi dengan menyadari bahwa tiap-tiap kata memiliki konotasi yang beragam, dalam kaitannya dengan kalimat.

 

Harus diakui bahwa terkadang pemaknaan kata “kebijaksanaan” mengalami deviasi, mengalami penyimpangan. Ini contoh dari kehidupan  praktis. Seorang pengendara mobil tiba-tiba di stop polantas dan diminta meminggirkan mobilnya. Ternyata pada tanggal ganjil hari itu, nomor mobilnya justru genap yaitu  B 1948 MZ. “Anda kena tilang karena melanggar peraturan yang berlaku. Anda akan kami buatkan surat untuk membayar sebesar Ro 500.000 rupiah di bank yang telah kami tetapkan” kata polantas. “Pak mohon kebijaksanaan bapak untuk tidak mengenakan tilang karena kami tidak tahu peraturan itu!” Kata “kebijaksanaan” disini dimaknai sebagai “pengmpunan” atau “pemakluman” yang berujung pada pembebasan dari pengenaan tilang. Deviasi kata “kebijaksanaan” seperti ini banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat.

 

Agama-agama telah memberikan tuntunan kepada umatnya agarh menjalankan hidup dengan penuh kebijaksanaan ditengah dunia ini. Bijaksana tidak berarti meninggalkan atau melawan hal-hal prinsip yang telah ditetapkan oleh agama atau oleh peraturan prrundangan. Bijaksana artinya mencari solusi dengan baik agar kita dapat melaksanakan sesuatu tanpa menafikan agama dan peraturan yang berlaku. Bijaksana juga mampu melihat jauh kedepan, agar tindakan kita sekarang tidak berdampak negatif dimasa depan. Orang bijaksana harus tahu tentang sejarah, menggunakan terminologi yang hidup di zaman tertentu dalam konteks sejarah tertentu, mampu merangkai kalimat dengan baik sehingga tidak menimbulkan multi tafsir yang kontra produktif dalam memajukan peradaban.

 

Selamat berjuang. God bless.

 

Weinata Sairin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here