*EDITORIAL MEDIA INDONESIA*
*INDUSTRI penerbangan dunia tengah menghadapi gejolak. Kenaikan harga bahan bakar dan perekonomian global yang lesu akibat perang dagang menjadi penyebab utama*. Satu maskapai penerbangan berbujet murah, Jet Airways Ltd, yang berbasis di Mumbai, India, bahkan sudah menghentikan operasi sejak April lalu.
*Masalah menjadi semakin pelik ketika Boeing harus mengandangkan seri 737 Max di seluruh dunia setidaknya hingga Agustus mendatang*. Padahal, model pesawat tersebut merupakan lini produksi Boeing yang termasuk paling efisien di dunia.
*Kegentingan di industri penerbangan ini membawa 200-an CEO maskapai penerbangan dunia bertemu di Seoul, Korea Selatan, akhir pekan ini*. Mereka berharap dapat menemukan solusi paling jitu.
*Di Indonesia, maskapai-maskapai penerbangan mencoba mengatasi persoalan itu*. Contohnya, melalui kerja sama operasi Grup Garuda Indonesia dengan Sriwijaya Air. *Akan tetapi, dengan alasan tidak cukup menutupi biaya, maskapai terpaksa menaikkan tarif pesawat.*
*Lion Air yang tergolong penerbangan berbujet murah mulai mengenakan tarif untuk bagasi nonkabin*. Konsumen domestik dibuat terkaget-kaget oleh lonjakan tarif pesawat. *Bandara-bandara pun mulai sepi dan pertumbuhan penumpang udara pada masa mudik Lebaran menyusut drastis*. Destinasi-destinasi wisata terpukul. Dampaknya berbalik pula menampar maskapai.
*Keputusan pemerintah menurunkan batas atas tarif pesawat seperti tidak berpengaruh, terlebih memasuki periode mudik Lebaran kali ini.* Harga-harga fantastis bertebaran. Penerbangan Jakarta-Medan yang dibanderol Rp21 juta sekali jalan menjadi perbincangan luas. *Pihak maskapai berkelit dengan menyebut harga yang mahal itu disebabkan penerbangan melewati titik-titik transit.*
*Padahal, penerbangan yang biasa disebut penerbangan bersambung atau connecting flight merupakan salah satu cara yang lazim ditempuh untuk menekan biaya operasional*. Selain menghemat bahan bakar dengan rute-rute pendek, tingkat keterisian penumpang meningkat.
*Harus disadari pula, dalam mengatasi persoalan kenaikan biaya operasional saat ini, maskapai tidak bisa dibiarkan mencari jalan keluar sendiri*. Kolaborasi dibutuhkan antara maskapai, pemerintah pusat dan daerah, badan pengawas, badan usaha, serta masyarakat.
*Pemerintah pusat wajib turun tangan mengeluarkan kebijakan yang komprehensif*. Bukan sekadar menurunkan batas atas tarif. *Misalnya, menetapkan libur dan cuti bersama bersamaan dengan pengesahan APBN di tahun sebelumnya.*
*Dengan begitu, masyarakat bisa merencanakan perjalanan dan membeli tiket lebih dini*. Maskapai terbantu karena bisa mengalkulasi biaya dan pendapatan secara lebih pasti. *Lebih jauh, maskapai bisa mendorong dengan menawarkan tiket bertarif supermurah untuk pemesanan dini.*
*Pemerintah pusat dan daerah dengan menggandeng badan usaha terkait perlu menumbuhkan hub-hub baru penerbangan untuk memperpendek rute*. Hub-hub mesti berdaya tarik wisata yang kuat.
*Tidak kalah pentingnya, badan pengawas tidak boleh lengah mengenali praktik lancung maskapai yang jelas merugikan konsumen*. Kemarin, pengadilan Australia menjatuhkan sanksi denda kepada empat maskapai, termasuk salah satu maskapai asal Indonesia. *Mereka bersalah karena menerapkan praktik kartel untuk angkutan kargo ke Australia*. Hal itu membuktikan bahwa maskapai rentan menyeleweng sehingga perlu pengawasan intens.
*Kolaborasi semua pihak merupakan kunci menyelamatkan industri penerbangan*. Jangan biarkan maskapai bunuh diri di tengah caci maki masyarakat dan regulator yang kebingungan hendak berbuat apa.