MAYJEN. TNI. D.I PANJAITAN – SANG JENDERAL HAMBA KRISTUS
Donald Isac Panjaitan lahir di Lumbantor Natolutali-Sitorang, Toba, Sumatera Utara, 9 Juni 1925. Putera dari bapak St. Raja Herman Panjaitan dan ibu Dina br. Napitupulu. Donald dilahirkan dalam keluarga yang taat kepada Kristus. Ayahnya merupakan seorang Sintua di HKBP Natolutali, Sitorang. Sebagai keluarga pengikut Kristus, St. Raja Herman pun menyerahkan anaknya Donald untuk dibaptis pada tahun 1925 di HKBP Natolutali. Dibesarkan dalam pendidikan misi Zending dari Jerman, Rheinische Mission Geselchaft (RMG), Donald terampil berbahasa Jerman. Dalam karir militernya Donal pernah menjadi atase militer RI di Bonn, Jerman Barat antara 1956-1962.
Marieke Tambunan selaku isterinya dalam D.I. Pandjaitan: Gugur dalam Seragam Kebesaran, menuturkan pada suatu hari (tahun 1960) suami saya diundang agar menghadiri sebuah pertemuan yang khusus diadakan oleh Pendeta de Kleine bagi tokoh-tokoh Gereja Protestan Jerman di Wuppertal-Barmen. Pendeta itu memintanya agar memberikan ceramah tentang Indonesia, khususnya mengenai Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), yang pada mulanya didirikan oleh Mission Zending Barmen, Jerman.
Sebuah catatan khusus, dalam pertemuan itu suami saya diminta supaya mengenakan pakaian seragam TNI, sedangkan saya supaya memakai pakaian nasional, kain kebaya. Putera-puteri kami pun diminta supaya ikut serta. Mungkin maksudnya agar masyarakat Jerman mengetahui dan bangga, bahwa ada perwira TNI yang berasal dari Tanah Batak, tempat Mission Zending bertugas menyebarkan agama Kristen di sana sejak penjajahan.
Demikian sebagian isi ceramah D.I Panjaitan dihadapan para pendeta dan tokoh Gereja di Wuppertal-Barmen.
Saudari dan Saudaraku, dalam nama Kristus!
Saya merasa bahagia dan berterima kasih dapat memberikan sepatah kata yang sangat mengesankan bagi saya. Saya juga bergembira dapat secara informal dan dengan secara langsung berbicara di (RMG) kota Wuppertal, yang bagi kami orang Batak , anggap kota ini sebagai tanah air kedua dari keyakinan kami. Semua kami tua muda besar kecil, semuanya mengenal Rheinische Mission Gesellschaft (RMG) Wuppertal-Barmen. Wuppertal bagi kami, adalah pusat pemberitaan Berita Baik Tuhan, dimana missionarisnya telah memperkenalkan kami pada keyakinan yang benar.
Seperti kalian ketahui, pada 1824 misionaris Burton dan Ward dari Misionaris Baptis Inggris datang ke Tapanuli. Mereka adalah misionaris pertama yang dulu dikirim ke kami. Tapi mereka tidak diterima oleh leluhur kami. Sepuluh tahun kemudian (1834) datang misonaris Munson dan Leiman dari Amerika, mereka dari Misionaris Gereja Boston. Mereka juga tidak diterima oleh leluhur kami dan malah dibunuh.
Pada 1859 datanglah misionaris dari RMG Wuppertal Jerman, Dr. Nommensen dan dia memperkenalkan Kabar Baik ke leluhur kami Batak. Agama baru ini selanjutnya memperoleh keyakinan dari kami dan hari ini (1960) sudah beranggotakan 700 ribu pengikut Dr. Nommensen. Para pengikut keyakinan baru ini selanjutnya membangun berbagai gereja di berbagai tempat yang institusinya saat ini disebut HKBP (Protestantische Kirchengemeinde Bataks).
Untuk menghargai Dr. Nommensen, pendiri institusi gereja kami, diberikanlah padanya sebutan penghargaan gelar batak “Grossvater des Volkstammes Bataks” (Ompung Suku Batak). Melalui kerja keras dari RMG (Rheinischen Mission Gesellschaft), atau lebih tepatnya melalui usaha keras pendahulu pendahulu kalian, kami dapat mengenal firmanNYA. Melalui bantuan RMG kami dapat membangun fasilitas pendidikan massal masyarakat, Sekolah, Rumah Sakit, Gereja dan berbagai infrastruktur lain yang telah membawa kami ke tingkat manusia yang berpendidikan dan beradab lebih tinggi. Walau banyak tantangan, saat ini (1960) kami sudah meningkatkan infra pendidikan massal kami menjadi ribuan lulusan SMA, ratusan dokter, insenyur, sarjana hukum dll.
Karena infra pendidikan tersebut itu, saat ini (1960) suku kami merupakan salah satu suku (di indonesia) dengan tingkat buta huruf rendah. Kami sangat berterima kasih pada RMG (Rheinische Mission Gesellschaft) karena peningkatan pendidikan dan budaya kami. Justru dalam hal inilah (pendidikan) kelemahan penjajahan kami (Belanda) dulu. Tujuan penjajah (Belanda) hanya ingin menyerap keuntungan sebanyak banyaknya (tanpa memperhatikan infra pendidikan massal kami. Tujuan mereka itu sangatlah tidak mempunyai etika.
Mudah mudah sekarang, saudara/i ku, kalian mengerti mengapa RMG ini selalu berada di hati suku kami Batak. Kadang dalam keheningan, kami bertanya sendiri: “ Mengapa justru orang Jerman yang berhasil memperkenalkan agama (dan pendidikan) ke kami Batak? (Mengapa bukan Belanda). Jawab: “Tentu ada maksud Tuhan!.”
Cat: Isi ceramah diatas merupakan hal 1 dari 7 halaman ceramah yang disampaikan D.I Panjaitan di Wuppertal, Jerman.
Foto 1: D.I Panjaitan dan isteri beserta anaknya setelah memberikan ceramah di hadapan para pendeta di Wuppertal, Jerman tahun 1960
Foto 2: Teks ceramah D.I Panjaitan