Oleh: Amy Boucher Pye
_Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. —Roma 8:14_
Baca: Roma 8:9-17
Gereja kami memiliki kebiasaan untuk bergandeng tangan saat jemaat bersama-sama mengucapkan Doa Bapa Kami. Suatu kali di tengah kebaktian bersama orangtua, ketika satu tangan saya memegang tangan ibu dan tangan yang lain memegang tangan ayah, tiba-tiba saya terpikir bahwa saya akan selalu menjadi anak mereka. Meski sudah paruh baya, saya tetap disebut “anak perempuan Bapak Leo dan Ibu Phyllis”. Saya pun merenungkan bahwa ikatan tersebut tak hanya berlaku dengan mereka, tetapi juga dengan Allah. Saya akan selalu menjadi anak-Nya.
Rasul Paulus menghendaki agar jemaat di Roma memahami bahwa mereka mempunyai identitas sebagai anggota keluarga Allah karena mereka telah diangkat menjadi anak-anak-Nya (Rm. 8:15). Mereka telah lahir oleh Roh (ay.14) sehingga tak harus lagi diperbudak oleh hal-hal yang tidak berarti. Melalui Roh yang dikaruniakan kepada mereka, mereka menjadi “ahli waris, . . . yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus” (ay.17).
Apa dampak dari kenyataan tersebut bagi para pengikut Kristus? Segalanya! Identitas kita sebagai anak-anak Allah menjadi fondasi yang membentuk pandangan kita terhadap diri sendiri dan terhadap dunia. Contohnya, ketika menyadari bahwa kita adalah bagian dari keluarga Allah, kita dimampukan untuk keluar dari zona nyaman dalam upaya kita mengikut Dia. Kita pun dibebaskan dari hasrat untuk mencari-cari penerimaan dari orang lain.
Hari ini, marilah kita merenungkan apa artinya menjadi anak Allah.
Ya Tuhan Allah, tolong aku untuk hidup sesuai dengan identitas utamaku sebagai anak-Mu. Tolong aku untuk menjalani hidup dipimpin Roh-Mu agar aku bisa membagikan kasih dan pengharapan-Mu kepada sesama.
*Setiap Orang Yang Mengikut Allah Adalah Anak-Anak-Nya.*