“Tandem bona causa triumphat.” (Pada akhirnya yang baik akan berjaya.”)
Sejak kita kanak-kanak, orang tua kita secara bertahap dan berulang mengajarkan konsep tentang apa yang disebut “baik” dan apa yang disebut “buruk”. Pembelajaran konsep itu dilakukan melalui berbagai contoh praktis dan teladan yang amat jelas. Misalnya saat itu ayah menjelaskan bahwa orang yang *baik* itu adalah ia yang selalu bersedia menolong temannya. Orang yang buruk, bahkan jahat adalah orang yang tidak mau membantu pada saat temannya itu ada dalam kesulitan. Contoh dan teladan yang diberikan amat praktis dan terjadi dalam kehidupan sehari hari sehingga cukup mudah untuk di mengerti.
Pengertian baik dan buruk/jahat semakin berkembang seiring dengan perkembangan kematangan kepribadian dan juga sejalan dengan tingkat pendidikan yang kita capai. Menurut guru agama Islam Sekolah Rakyat/Sekolah Dasar di tahun 60-an orang yang disebut baik adalah orang yang memiliki beberapa kriteria tertentu. Kriteria itu mencakup hal berikut. Ia adalah orang yang beriman kepada Allah, Hari kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi. Ia adalah seorang suka berinfak, berderma; taat beribadah, menepati janji dan juga sabar. Orang yang baik dari perspektif Islam adalah mereka yang memiliki kriteria, minimal seperti yang diungkapkan di atas tadi oleh pak guru agama Islam.
Sesuatu yang baik, orang baik, baik hati, kebaikan dan kata-kata turunan dari kata _baik_ itu banyak kita temukan dalam vokabulari bahasa Indonesia bahkan kata-kata itu kita gunakan dalam berbagai percakapan kita. Semua agama sudah pasti mengajarkan bahkan memerintahkan kepada para penganutnya untuk melakukan kebaikan dalam hidup mereka sehari-hari. Dalam terminologi dan diksi yang berbeda agama-agama mengingatkan ulang bahwa manusia harus mempraktikkan kebaikan dalam hidup mereka karena mereka adalah mahkluk mulia yang diciptakan oleh Allah Yang Maha Baik.
Kebaikan hati orang-orang dari berbagai latar belakang banyak kita timba dari cerita yang ada dalam beragam literatur. Brahm dan Joachim sedang mengadakan konser keliling di Hongaria. Suatu malam yang menonton mereka hanya satu orang saja. Pemain biola itu diminta untuk mengembalikan saja uang tiket penonton itu lalu menutup pertunjukkannya. Tapi Brahm menolak. “Penggemar kita yang unik ini tidak berhak mendapat penghinaan seperti itu. Mari kita lanjutkan acara ini !”.Maka pertunjukkanpun segera dilakukan Brahm dan Joachim temannya dengan tetap bersemangat memainkan semua lagu-lagu mereka untuk penonton mereka yang hanya satu orang itu. Itulah salah satu wujud kebaikan hati seseorang yang harus diapresiasi.
Pepatah kita menyatakan “pada akhirnya yang baik itu akan berjaya”. Dalam kehidupan ini setiap saat terjadi pertempuran antara yang baik dan yang jahat yang direpresentasikan dalam beragam bentuk. Bahkan konon kita dengar dari orangtua kita dulu bahwa didalam diri kita sendiri dua kekuatan besar bertarung tiap saat : kebaikan dan kejahatan. Jika kita taat beragama kata ibu kita, maka kebaikan akan menguasai diri kita.
Pepatah itu mengajak kita untuk terus mendekat kepada Tuhan, menjalankan perintahnya dengan setia dan konsisten, menjauhi larangannya dan terus berada pada jalan yang Ia ridhoi. Di bidang politik, ekonomi, hankam, hukum, ipteks, dan semua bidang dalam hidup ini agama dan religiusitas harus menjadi panglima yang mengarahkan dan menuntun kita. Itulah konsekuensi dari ciri bangsa kita sebagai bangsa yang beragama. Jika sekarang ini ada pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, kita yakin dan percaya kebaikan akan menang! Selamat berjuang. God bless. *Weinata Sairin*