Bacaan : *Ayub 27; Yakobus 5:11*
_“Selama nafasku masih ada padaku, dan roh Allah masih di dalam lubang hidungku, maka bibirku sungguh-sungguh tidak akan mengucapkan kecurangan, dan lidahku tidak akan melahirkan tipu daya (Ayub 27:3, 4).”_
Tidak ada jalinan yang paling kuat di dalam sebuah pernikahan selain komitmen untuk saling setia dan saling mengasihi, serta sehidup semati. Tidak ada kata yang paling kuat di dalam kasih persaudaraan selain komitmen untuk tetap setia saling mengasihi satu dengan yang lainnya walaupun banyak perbedaan prinsip di antara mereka. Tidak ada ungkapan yang paling tepat bagi seorang ibu kepada anaknya selain komitmen untuk menyayangi dan membesarkannya dengan penuh tanggung jawab. Tidak ada resep paling ampuh bagi pemaian sepak bola kecuali komitmen dengan tim untuk saling bekerjasama satu dengan yang lainnya.
Kata “komitmen” inilah yang harus melekat dalam hati orang percaya: komitmen untuk berbuat baik, komitmen untuk taat dan tunduk kepada Allah, komitmen untuk melayani Tuhan, komitmen untuk melakukan kehendak Tuhan, komitmen untuk menjadi berkat bagi Tuhan dan lain sebagainya.
Di dalam menghadapi kesulitan dibutuhkan komitmen untuk tetap setia kepada Allah. Sebab Allah kita adalah Allah yang komitmen dengan janji-Nya, lihatlah _2 Timotius 2:13: “…… jika kita tidak setia pun, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya”_
Memang tidak mudah untuk membuat suatu komitmen, apalagi jika kondisi rumah tangga dan keuangan kita terancam. Seringkali komitmen menjadi melemah ketika ada kesulitan dan penindasan yang menyerang kebutuhan pokok kita. Akhirnya kita tidak kuat iman, menjadi cemas dan putus asa dengan keadaan yang ada di sekeliling kita. Perhatikanlah pernyataan Rasul Paulus di dalam _2 Korintus 11:3: “Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya.”_
Di dalam komitmen ada makna “kesetiaan” yaitu setia kepada Allah dan hukum-Nya. Hari-hari ini janganlah kita hanya melihat apa yang tampak dengan mata jasmani kita, tetapi mari pandang dengan mata iman. Tidak peduli apakah kita dalam kesengsaraan atau tidak. Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan (Roma 5:3,4).
*Renungan:*
_Pada akhirnya hanya orang yang memiliki “komitmen iman” yang menikmati kebahagiaan Allah. Karena itu jangan berhenti untuk tetap berkomitmen._