Berbuahlah

0
1424

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

 

Yohanes 15:1-8

(1) Sesudah itu ada hari raya orang Yahudi, dan Yesus berangkat ke Yerusalem. (2) Di Yerusalem dekat Pintu Gerbang Domba ada sebuah kolam, yang dalam bahasa Ibrani disebut Betesda; ada lima serambinya (3) dan di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu. (4) Sebab sewaktu-waktu turun malaikat Tuhan ke kolam itu dan menggoncangkan air itu; barangsiapa yang terdahulu masuk ke dalamnya sesudah goncangan air itu, menjadi sembuh, apa pun juga penyakitnya. (5) Di situ ada seorang yang sudah tiga puluh delapan tahun lamanya sakit. (6) Ketika Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan karena Ia tahu, bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya: “Maukah engkau sembuh?” (7) Jawab orang sakit itu kepada-Nya: “Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku.” (8) Kata Yesus kepadanya: “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah.”

 

Berbuahlah …! Itulah yang diharapkan dari kehidupan setiap orang Kristen. Itulah yang Tuhan inginkan dari kita. Mata-Nya terus tertuju kepada orang benar (1 Petrus 3:12a), bukan saja untuk memantau dan melindungi mereka, tapi juga untuk melihat buah apa yang dihasilkan dalam hidupnya.

Hidup kita akan menjadi hidup yang berbuah kalau kita menyadari betapa berlimpahnya berkat Tuhan bagi kita setiap hari. Tuhan sudah memberi berkat-Nya, maka saya harus membagi berkat itu kepada orang lain. Tetapi tidak semua orang punya kesadaran seperti ini. Banyak orang sudah diberkati tetapi tidak merasa diberkati. Mereka selalu merasa kurang sehingga tidak ada dorongan untuk berbagi berkat. Kalau begini kenyataannya, maka apa yang harus kita lakukan? Terus terang saja, keadaan ini tidak dapat diatasi dengan mempelajari ilmu apa pun. Yang perlu dilakukan adalah berdoa. Doa, sesungguhnya adalah menaruh pikiran kita pada pikiran Allah, hati kita pada hati Allah. Ketika hal ini terjadi maka kita akan melihat besar-Nya kasih Allah bagi kita. Doa yang dibangun dengan cara seperti ini akan melahirkan semangat berbuah yang tinggi.

Doa bukanlah mantera abrakadabra, lalu semua yang kita inginkan terjadi. Doa juga bukanlah alat untuk menundukkan dan memerintah Tuhan. Dia bukan Jin peliharaan yang dapat kita suruh melakukan apa yang kita mau. Wah, tahu diri dong. Dia bukan suruhan, tapi Dia adalah Tuhan! Dia yang berkuasa atas hidup kita, bukan sebaliknya!

Singkat kata, doa adalah jalan bagi kita untuk merasakan cinta-Nya yang Mahabesar. Karena itu orang yang selalu berdoa pasti akan mencerminkan cinta Tuhan dalam seluruh hidupnya. Bukti utama dari cinta itu adalah kesediaannya untuk berbuah. Kalau buahnya tidak ada, maka dia tidak jauh berbeda dengan orang Farisi. Hanya pintar mengurai kata tapi hasilnya nol. Jadi, di dalam doa kita mempersekutukan diri kita dengan Tuhan. Inilah makna terdalam dari bunyi firman: “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di kamu.”

Orang Kristen di dunia ini sangat banyak. Tetapi belum tentu semuanya tinggal di dalam Yesus. Mereka tidak menghasilkan buah, karena menempelnya pada Kristus hanya sebagai parasit. Padahal yang Yesus kehendaki, ketika kita menempel pada diri-Nya, kita harus berbuah banyak. “Jika kamu berbuah banyak … kamu adalah murid-murid-Ku” (ayat 8).

Untuk berbuah banyak, prasyaratnya adalah tinggal di dalam Dia. Tinggal di dalam Dia bukan seperti parasit, tapi melalui persekutuan penuh dengan Kristus. Di dalam doa kita dapat mengalami persekutuan itu. Jika persekutuan ini telah terjalin, maka kita sebagai ranting-ranting dari Kristus akan berbuah banyak. Di luar Dia kita tidak dapat menghasilkan apa-apa sebagai buah iman (ayat 5b).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here