Oleh: Reinhard Samah Kansil, M.Th
Rut 2:1-7
Kita bersyukur bukan agar kita diberkati, melainkan, karena kita sudah diberkatilah, kita patut bersyukur.
Dalam bacaan kita ini, kita bisa mengamati perjumpaan pertama antara Boas dan Rut. Dikemudian hari mereka berdua menjadi sepsang suami istri. Merekalah nenek moyang Daud yang berarti nenek moyang Yesus.
Syukur
Naomi itu mempunyai seorang sanak bernama nama Boas (ay. 1). Sanak atau kerabat ini dilukiskan sebagai orang yang kaya raya, yang merupakan terjemahan dari suatu frasa yang biasanya berarti seorang perkasa yang berani, yaitu seorang kesatria yang berani. Di sini ungkapan tersebut tampaknya mengandung pengertian sifat kejantanan yang paling luhur.
Menurut hukum Musa orang miskin berhak mengumpulkan butir-butir jelai yang jatuh dari tangan penuai (ay. 2). Jelai di sini artinya gandum. Ruth tidak bermaksud untuk menuju ke ladang tertentu, namun “kebetulan” dia pergi ke ladang milik Boas (ay. 3). Apa yang tampak sebagai peristiwa kebetulan, jika dilihat dari segi keseluruhan kisah merupakan bagian dari pengaturan Allah.
Salam Boas yang rohani dan perhatiannya kepada Rut dan Naomi (ay. 4) menunjukkan bahwa ia seorang yang betul-betul percaya kepada Tuhan. Boas melihat kehadiran seorang asing di ladangnya (ay. 5). Pakaian yang dipakainya berbeda dengan pakaian para gadis lain yang biasa dilihatnya menuai di ladangnya.
Menjawab pertanyaan tuannya, pegawai Boas berkata: “Dia adalah seorang perempuan Moab” (ay. 6). Jawaban itu nyaris merendahkan, “Itulah orang asing kafir yang datang bersama Naomi dari Moab!” Rut telah meminta izin untuk ikut menuai di ladang Boas. Ketika pengawas penuaian memberikan izin, diapun bekerja dengan rajin. Seketikapun ia tidak berhenti (ay. 7).
Berkat
Berkat Tuhan diterima dengan penuh syukur. Rut adalah seorang yang ulet, rajin dan penuh semangat dalam bekerja. Bahkan ia tidak canggung ketika harus mengumpulkan sisa-sisa gandum. Semua itu dilakukannya dengan penuh syukur.
Seseorang yang menyaksikan kebesaran, kedaulatan dan kehadiran Allah melalui sebuah keluarga, tanpa merasakan langsung, ternyata mampu memiliki semangat bersyukur yang luar biasa. Sikap Rut memberikan pelajaran berarti bagi hidup kekristenan kita.
Saat badai tornado dahsyat menerjang daerah Will County, Illinois, Amerika Serikat, seorang ayah muda sedang duduk sambil menimang bayinya yang baru berusia 3 minggu. Setelah angin ganas yang menderu-deru itu reda, dan keadaan mulai tenang, rumah laki-laki itu telah lenyap, begitu pula bayinya. Namun, menurut sebuah laporan berita, ia berhasil menemukan bayinya di lapangan dekat rumahnya dalam keadaan hidup dan selamat! Begitu pula dengan anggota keluarganya yang lain.
Ketika ditanya seorang reporter apakah ia marah karena kehilangan segala harta bendanya, ia menjawab, “Tidak, saya justru bersyukur karena bayi dan keluarga saya selamat. Sebagian orang tidak seberuntung saya. Tak ada lagi yang lebih penting dari itu semua.”
Sering kali suatu tragedi berguna untuk mengingatkan kita akan apa yang sesungguhnya penting dalam hidup ini. Ketika segala sesuatu berjalan dengan baik, dengan mudah kita terbuai oleh apa yang kita miliki. Kita menjadi terikat dengan begitu banyak hal yang tidak penting dan tidak berguna.
Kita terlalu asyik dengan mobil, rumah, perabotan, alat-alat rumah tangga, pakaian, dan segala gemerlap kehidupan modern yang tidak terhitung banyaknya. Namun, saat semuanya lenyap, dan yang tertinggal hanyalah hal-hal yang penting, seperti Ruth yang ditinggal mati suaminya dan rajin bekerja mengais rejeki, kita serasa diingatkan kembali bahwa kehidupan itu sendiri sudah cukup menjadi alasan untuk memuliakan Allah.
Sudahkah saudara meluangkan waktu pada hari ini untuk memuliakan Allah atas anugerah kehidupan dan orang-orang tempat kita saling berbagi? Itulah yang terpenting!
MENGUCAP SYUKUR BUKANLAH TUJUAN
MELAINKAN PERJALANAN HARI DEMI HARI.
#Salam_WOWSYUKUR ATAS BERKAT