Bukan Engkau, Tapi Akulah yang Mereka Tolak

0
3236

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

1 Samuel 8:1-22
(1) Setelah Samuel menjadi tua, diangkatnyalah anak-anaknya laki-laki menjadi hakim atas orang Israel. (2) Nama anaknya yang sulung ialah Yoël, dan nama anaknya yang kedua ialah Abia; keduanya menjadi hakim di Bersyeba. (3) Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan. (4) Sebab itu berkumpullah semua tua-tua Israel; mereka datang kepada Samuel di Rama (5) dan berkata kepadanya: “Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain.” (6) Waktu mereka berkata: “Berikanlah kepada kami seorang raja untuk memerintah kami,” perkataan itu mengesalkan Samuel, maka berdoalah Samuel kepada TUHAN. (7) TUHAN berfirman kepada Samuel: “Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka. (8) Tepat seperti yang dilakukan mereka kepada-Ku sejak hari Aku menuntun mereka keluar dari Mesir sampai hari ini, yakni meninggalkan Daku dan beribadah kepada allah lain, demikianlah juga dilakukan mereka kepadamu. (9) Oleh sebab itu dengarkanlah permintaan mereka, hanya peringatkanlah mereka dengan sungguh-sungguh dan beritahukanlah kepada mereka apa yang menjadi hak raja yang akan memerintah mereka.” (10) Dan Samuel menyampaikan segala firman TUHAN kepada bangsa itu, yang meminta seorang raja kepadanya, (11) katanya: “Inilah yang menjadi hak raja yang akan memerintah kamu itu: anak-anakmu laki-laki akan diambilnya dan dipekerjakannya pada keretanya dan pada kudanya, dan mereka akan berlari di depan keretanya; (12) ia akan menjadikan mereka kepala pasukan seribu dan kepala pasukan lima puluh; mereka akan membajak ladangnya dan mengerjakan penuaian baginya; senjata-senjatanya dan perkakas keretanya akan dibuat mereka. (13) Anak-anakmu perempuan akan diambilnya sebagai juru campur rempah-rempah, juru masak dan juru makanan. (14) Selanjutnya dari ladangmu, kebun anggurmu dan kebun zaitunmu akan diambilnya yang paling baik dan akan diberikannya kepada pegawai-pegawainya; (15) dari gandummu dan hasil kebun anggurmu akan diambilnya sepersepuluh dan akan diberikannya kepada pegawai-pegawai istananya dan kepada pegawai-pegawainya yang lain. (16) Budak-budakmu laki-laki dan budak-budakmu perempuan, ternakmu yang terbaik dan keledai-keledaimu akan diambilnya dan dipakainya untuk pekerjaannya. (17) Dari kambing dombamu akan diambilnya sepersepuluh, dan kamu sendiri akan menjadi budaknya. (18) Pada waktu itu kamu akan berteriak karena rajamu yang kamu pilih itu, tetapi TUHAN tidak akan menjawab kamu pada waktu itu.” (19) Tetapi bangsa itu menolak mendengarkan perkataan Samuel dan mereka berkata: “Tidak, harus ada raja atas kami; (20) maka kami pun akan sama seperti segala bangsa-bangsa lain; raja kami akan menghakimi kami dan memimpin kami dalam perang.” (21) Samuel mendengar segala perkataan bangsa itu, dan menyampaikannya kepada TUHAN. (22) TUHAN berfirman kepada Samuel: “Dengarkanlah permintaan mereka dan angkatlah seorang raja bagi mereka.” Kemudian berkatalah Samuel kepada orang-orang Israel itu: “Pergilah, masing-masing ke kotanya.”

Jemaat dari Gereja “Melati Mekar” sepakat membangun gedung ibadah yang baru. Gedung yang lama tidak dapat lagi menampung jumlah jemaat yang semakin bertambah. Akan tetapi, ketika mereka baru saja selesai mengikuti acara peletakan ‘batu pertama’, sejumlah warga di sekitar gereja melakukan aksi penghentian pembangunan gereja. Melihat hal itu, beberapa tokoh gereja langsung angkat telephon dan mengontak pihak aparat untuk segera datang melindungi mereka. Pihak aparat memang datang, namun mereka tidak dapat berbuat banyak. Mereka hanya berdiri menunggu sampai warga yang melakukan aksi itu bubar. Pembangunan tidak dapat diteruskan karena warga mengancam akan datang lagi bilamana itu dilakukan.
Para tokoh dari Gereja “Melati Mekar” lupa bahwa yang pertama dan terutama yang harus mereka lakukan dalam situasi seperti itu adalah meminta hikmat Tuhan. Kehadiran aparat memang perlu, tapi sering terjadi bahwa kita melupakan hal yang pertama dan terutama ini. Bukankah Tuhan adalah Kepala Gereja kita?

Pengalaman bangsa Israel dalam bacaan ini menggambarkan bahwa mereka lebih memilih menentukan masa depan mereka menurut ukuran mereka dan bukan menurut ukuran Tuhan. Mereka tidak mau dipimpin oleh anak-anak Samuel yang hanya mengutamakan laba, melakukan suap dan memutarbalikkan keadilan. Perilaku anak-anak Samuel mereka jadikan alasan untuk mewujudkan keinginan mereka, yaitu adanya seorang raja yang memimpin mereka, sama seperti bangsa-bangsa di sekitar mereka. Karena itu mereka mendesak Samuel memilih seorang raja bagi mereka.
Umat Israel mengira dengan memiliki seorang raja, kehidupan mereka kemudian akan jauh lebih baik. Masa depan mereka akan lebih terjamin. Mereka lupa bahwa yang menjamin mereka selama ini adalah Tuhan. Ketika mereka kecewa terhadap kepemimpinan anak-anak Samuel, mereka mencari jalan keluar menurut apa yang mereka pikirkan. Sikap umat Israel yang mendesak Samuel, mencerminkan betapa mereka telah mengabaikan pertimbangan Tuhan dalam hidup mereka. Mereka tidak belajar dari pengalaman sebelumnya, ketika Tuhan diabaikan, maka hidup mereka selalu diwarnai tragedi.

Samuel mengeluhkan sikap Israel kepada Tuhan. Tapi Tuhan cukup bijaksana. Ia berkata bahwa bukanlah Samuel yang mereka tolak, tapi Dialah yang ditolak oleh umat Israel. Lalu Tuhan menyampaikan konsekuensi dari permintaan mereka (ayat 11-16).

Kalau kita baca kewajiban Israel sebagai konsekuensi adanya raja, sebenarnya cukup berat bagi mereka. Mereka harus korbankan anak-anak mereka dan penghasilan mereka. Tapi demi keinginan mereka, mereka rela korbankan semua itu. Inilah akibat dari pemaksaan kehendak: tidak peduli apakah orang lain (jemaat, keluarga, anak-anak) dirugikan atau tidak. Yang penting keinginan tercapai.

Setelah mereka memiliki raja, apakah kehidupan mereka semakin baik? Ternyata tidak. Kalau kita baca kisah bangsa Israel selanjutnya, tampaklah bahwa raja yang mereka inginkan justru melawan Tuhan sehingga Israel hidup dalam kemalangan. (Meskipun pada akhirnya, Tuhan membaharui system ke-raja-an dalam bangsa Israel, melalui diri Daud).

Saudara-saudara, penolakan Israel terhadap peranan Tuhan secara langsung, ternyata juga menjadi sikap manusia sampai sekarang ini. Manusia lebih mengandalkan kekuasaan dan kebesaran manusia daripada mengandalkan Tuhan. Mereka berpikir bahwa kekuasaan manusia lebih menjamin hidup mereka.
Jaminan hidup sejati bukan datang dari manusia, tapi datang dari Tuhan. Karena itu pemazmur berkata: “Janganlah percaya kepada para bangsawan, kepada anak manusia yang tidak dapat memberikan keselamatan” (Mazmur 146:3).

Manusia diberi kebebasan untuk memilih, termasuk memilih kehidupan yang mengandalkan Tuhan atau menolak-Nya. Terserah, kita mau pilih yang mana.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here