Kristus adalah ‘”Ya” Bagi Semua Janji Allah

0
3903

Oleh: Pdt. Pinehss Djendjengi

 

2 Korintus 1:12-24

(12) Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah. (13) Sebab kami hanya menuliskan kepada kamu apa yang dapat kamu baca dan pahamkan. Dan aku harap, mudah-mudahan kamu akan memahaminya sepenuhnya, (14) seperti yang telah kamu pahamkan sebagiannya dari kami, yaitu bahwa pada hari Tuhan Yesus kamu akan bermegah atas kami seperti kami juga akan bermegah atas kamu. (15) Berdasarkan keyakinan ini aku pernah merencanakan untuk mengunjungi kamu dahulu, supaya kamu boleh menerima kasih karunia untuk kedua kalinya. (16) Kemudian aku mau meneruskan perjalananku ke Makedonia, lalu dari Makedonia kembali lagi kepada kamu, supaya kamu menolong aku dalam perjalananku ke Yudea. (17) Jadi, adakah aku bertindak serampangan dalam merencanakan hal ini? Atau adakah aku membuat rencanaku itu menurut keinginanku sendiri, sehingga padaku serentak terdapat “ya” dan “tidak”? (18) Demi Allah yang setia, janji kami kepada kamu bukanlah serentak “ya” dan “tidak”.

1:19 Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah “ya” dan “tidak”, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada “ya”. (20) Sebab Kristus adalah “ya” bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan “Amin” untuk memuliakan Allah. (21) Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita. (23) Tetapi aku memanggil Allah sebagai saksiku — Ia mengenal aku –, bahwa sebabnya aku tidak datang ke Korintus ialah untuk menyayangkan kamu. (24) Bukan karena kami mau memerintahkan apa yang harus kamu percayai, karena kamu berdiri teguh dalam imanmu. Sebaliknya, kami mau turut bekerja untuk sukacitamu.

 

Negativisme adalah pandangan bahwa orang lain kurang, jelek dan jahat. Orang yang berpandangan seperti ini sulit menerima orang lain sebagai mitranya. Mereka selalu diliputi oleh perasaan curiga. Dalam pikiran mereka hanya ada tiga kata utama, yaitu: tidak, bukan dan jangan.

Orang yang hidupnya dipengaruhi oleh pandangan negativisme senantiasa berada dalam dilemma. Mau menikah, takut gagal. Tetapi melajang, takut kesepian. Ingin punya teman, tapi selalu curiga. Jika tidak ada teman, merasa kurang. Mau bekerja, takut capek. Tapi jika menganggur, takut bosan dan jenuh. Hidupnya serba salah.

Pada dasarnya negativisme bertentangan dengan iman Kristen. Kata Paulus dalam 2 Korintus 1:19-20, “Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan di tengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah “ya” dan “tidak”, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada “ya”. Sebab Kristus adalah “ya” bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan “Amin” untuk memuliakan Allah.”

Kata “ya”menunjukkan sikap positif Yesus terhadap semua karya dan janji Allah. Sikap ini, sebagaiman dikatakan Paulus, ini nyata dalam diri Yesus. Marilah kita simak bagaimana Yesus menerapkan secara konkret sikap positif itu dalam hidup-Nya sendiri. Hal seperti ini biasanya tampak jelas ketika seseorang berada pada sebuah titik yang amat kristis dalam hidupnya. Di saat itu ia harus mengambil keputusan yang sangat berat, tapi harus dilakukan. Dalam hidup Yesus, salah satu titik kristis tersebut adalah ketika Ia berada di taman Getsemani. Tiba-tiba Ia melihat serombongan orang bersenjata, yang dipimpin oleh murid-Nya sendiri – Yudas, datang untuk menangkap diri-Nya. Di sini Yesus berada pada sebuah titik yang akan mengawali seluruh perjalanan penderitaan-Nya yang panjang dan pahit itu.

Apakah Yesus mengambil keputusan untuk melarikan diri? Adakah Ia menawarkan jalan kompromi? Tidak. Ia tidak melarikan diri. Ia juga tidak menempuh jalan kompromi. Ia justru bersikap positif. Menurut Injil Matius, yang Yesus lakukan adalah mendatangi murid-murid-Nya dan berkata, “… saatnya sudah tiba, bahwa Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa. Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat” (Matius 26:45-46). Berhadapan dengan situasi yang amat negatif, yaitu penghianatan yang menyakitkan, Yesus justru bersikap sangat positif. Ia tidak lari, kenyataan harus dihadapi.

Sikap Yesus ini benar-benar membuktikan bahwa diri-Nya adalah “ya” bagi semua janji Allah. Janji-janji Allah terpenuhi dalam diri-Nya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here