Pdt. Weinata Sairin: “Vir fortis neque praemiis vinci potest: Orang kuat tidak bisa dikalahkan (dengan senjata) atau dengan hadiah-hadiah”

0
1336

 

Dalam kehidupan sehari-hari kita bertemu dengan istilah “orang kuat”. Disetiap daerah dan atau lembaga selalu saja ada orang yang disebut atau dijuluki “orang kuat”. “Orang kuat” ini amat berpengaruh di komunitasnya; ia juga ada diberbagai bidang. Ia ada dibidang politik, ekonomi, sosial-budaya, militer, hukum dan sebagainya. Ia disebut “orang kuat” oleh banyak faktor: dana berlimpah, intelektualitasnya ok, pengaruhnya besar, berdarah “biru”, punya akses yang amat luas, pandai melobi.

 

Dalam sebuah organisasi pengaruh orang kuat bisa amat terasa. Waktu rapat organisasi itu biasanya di sesuaikan dengan keluangan waktu sang orang kuat. Walaupun sudah saatnya dilakukan rapat sesuai dengan AD organisasi namun karena sang orang kuat masih ada di LN maka rapat ditunda sampai ia datang, kecuali ia mempersilakan organisasi itu berapat tanpa ia hadir.

 

Pengaruh “orang kuat” tidak sekadar itu. Ia bisa saja membatalkan sebuah keputusan yang sudah ditetapkn dengan susah payah, melalui debat dan diskusi panjang, apabila keputusan itu merugikan dirinya dan atau diputuskan pada saat ia tidak ikut rapat. Dalam kasus tertentu bisa terjadi “orang kuat” mengusulkan sesuatu hal untuk dibahas dan diputuskan rapat walaupun sesuatu itu bukan tupoksi organisasi. Dari banyak pengalaman ternyata orang kuat itu cenderung berkonotasi negatif karena sikapnya yang sering menabrak UU atau peraturan baku.

 

Tapi ada juga orang yang terpelajar, kaya, berpengaruh tetapi tetapi tetap _humble_ dalam komunitas-komunitas tertentu, tidak otoriter, tidak memaksakan kehendak dan konsisten dalam menjalankan peraturan yang ada. Ia disebut sebagai tokoh yang berintegritas, berpengaruh dan berkharisma. Wibawa dan kharisma yang dimilikinya membawa kekuatan dan nama baik bagi organisasi komunitas itu. Orang dengan tipikal seperti itu masih cukup banyak kita jumpai dalam berbagai organisasi/komunitas. Mereka biasanya low profile dan ikut terlibat dalam aktvitas organisasi, tidak eksklusif.

 

Orang kuat juga ada di negeri lain. Sosok seperti Margaret Thatcher, Mandela, Lincoln, Castro untuk menyebut beberapa nama disebut juga orang kuat dalam perspektifnya masing-masing. Kita sebagai umat beragama bisa juga dijuluki orang kuat, dalam arti orang yang taat beragama dan kuat menghadapi berbagai godaan dari _diabolos_.

 

Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini menarik karena menyatakan bahwa “orang kuat tak bisa dikalahkan dengan senjata atau dengan hadiah-hadiah”. Kuat disini adalah kuat dalam prinsip, orang yang tidak mudah tergiur atau tergoda oleh hal-hal negatif yang melawan hukum, bertentangan dengan agama dan nir moral. Sebagai bangsa yang beragama, yang berTuhan kita pasti adalah orang kuat. Tak bisa disuap dan disogok. Walau di bunuh oleh senjata atau dengan cara apapun kita tak akan pernah berubah dari prinsip dan keyakinan kita akan suatu ide dan kebenaran.

 

Selamat berjuang. God bless.

 

Oleh: Pdt. Weinata Sairin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here