_”Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang tetapi marilah kita saling menasihati dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”_ (Ibrani 10 : 25).
Minat untuk hadir dalam pertemuan-ibadah dan atau dalam aktivitas gerejawi kadangkala mengendur oleh berbagai alasan dan kendala. Dalam dunia modern ketika warga jemaat, terutama para eksekutif muda, menghabiskan hampir seluruh waktunya di lingkup pekerjaan/bisnisnya maka amat sulit mereka bisa ikut mengambil bagian dalam kegiatan Jemaat. Bahkan dalam ibadah hari Minggu walaupun ada banyak Gereja di kota besar menyediakan 4 hingga 6 kali jam kebaktian, masih saja ada warga jemaat yang tak bisa ikut dalan ibadah Minggu. Mengendurnya minat warga untuk hadir dalam aktivitas gerejawi termasuk dalam ibadah hari Minggu, pada kasus tertentu tidak melulu hanya oleh karena faktor waktu. Ada faktor lain yang juga cukup kuat mempengaruhi warga jemaat. Misalnya ada warga yang menyatakan bahwa kotbahnya membosankan, panjang, minus intonasi, tanpa penjiwaan, pendalaman teologis tidak ada. Ada juga yang mengatakan tidak enjoy mendengarkan kotbah dengan bantuan power point, serasa ikut seminar dan bukan ibadah.
Berkurangnya minat warga jemaat untuk menghadiri kegiatan di jemaatnya, dan adanya kendala untuk hadir dalam ibadah Minggu karena masalah teknis bukan sesuatu yang mudah dan sederhana. Harus dicari faktor penyebab dan akar masalahnya mengapa kondisi itu mesti terjadi. Kemudian perlu dirumuskan bentuk-bentuk motivasi yang bisa menggugah warga jemaat untuk aktif mengambil bagian dalam berbagai pertemuan ibadah.
Aktivitas gerejawi dan ibadah Minggu sebenarnya adalah media Gereja untuk membekali warga jemaat dengan berbagai materi pembinaan yang akan membantu menolong mereka agar bisa tetap survive ditengah gempuran amunisi sekuler yang mereka hadapi setiap hari.
Gereja dan komunitas kristiani yang para anggotanya kehilangan gairah untuk menghadiri berbagai aktivitas gerejawi harus terus melakukan pembaruan bentuk pelayanan agar lebih relevan dan menjawab kebutuhan zaman now, sambil juga memberi motivasi bahwa membangun persekutuan di Indonesia itu penting ditengah realitas begitu banyaknya gedung gereja yang disegel; yang tidak diberi izin berpuluh tahun.
Surat Ibrani yang ditulis sekitar tahun 96 ini mengangkat isu pentingnya warga untuk hadir dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Gereja. Bisa saja realitas penderitaan yang dialami umat Kristen di abad-abad pertama membuat mereka enggan datang ke persekutuan, ada semangat kekristenan yang mulai surut. Hal yang menarik dari Ibrani 10 : 25 adalah bahwa Penulis surat ini menggunakan _pendekatan eskatologis_ ketika ia memotivasi umat.
Penulis mengaitkan pentingnya menghadiri pertemuan ibadah itu dengan “hari Tuhan yang mendekat”. Ada tiga kata kunci dalam ayat ini yaitu “saling menasihati”, “semakin giat” dan “hari Tuhan yang mendekat”. Komunitas kristiani harus mengedepankan habitus baru yaitu mempraktikkan *kesalingan*, bukan egoisme, termasuk “egoisme denominasional”. Saling artinya _baku_ ada keterlibatan dua pihak atau lebih; dalam “saling” ada concern terhadap yang lain, ada hati penuh kasih terhadap yang lain.; “saling” selalu berarti dua pihak yang hidup dalam _agape_ memberi hidup satu kepada yang lain. Realitas _kesalingan_ itu harus ditingkatkan frekwensinya, harus setiap saat, tidak “tempo-tempo” apalagi “hari Tuhan makin dekat”.
Bagian Alkitab Ibrani 10:25 kiranya dapat menjadi bahan refleksi kita hari-hari ini, ditengah makin hangatnya atmosfir politik menjelang pilpres dan pileg, ditengah duka dan derita mendera akibat bencana alam di Lombok, Palu, Sigi, Donggala. Kekristenan harus makin kukuh, solid, mengutuh satu, mengembangkan *habitus kesalingan* setiap saat, menyongsong Hari Tuhan (The Day of the Lord) yang semakin dekat.
Kekristenan harus makin signifikan di negeri ini, menggarami dan menerangi, bebaskan diri dari stigma inferior dan minority complex, kita adalah pemilik sah negeri ini dan sama sekali bukan penumpang gelap tanpa karcis di gerbong NKRI. Para pemimpin Kristen tak boleh terjebak pada sikap dan pemikiran _easy going_ dan _pragmatisme_ tapi harus mengembangkan pemikiran strategis-visioner.
Mari memberikan yang terbaik bagi NKRI dengan talenta dan berkat yang Tuhan telah anugerahkan kepads kita!
Selamat Merayakan Hari Minggu. God Bless.
*Weinata Sairin*