PDT. WEINATA SAIRIN  *TEBAR KATA CERDAS BERNAS BERMAKNA MELIMPAHI DUNIA FANA*

0
980

_”Semel emissum volat irrevocabile verbum. Sekali sebuah ucapan kata terlontar maka sulit untuk ditarik kembali”_

Sesuatu yang istimewa dan spesifik dari makhluk ciptaan Allah yang bernama _manusia_ adalah kemampuannya berbahasa, kemampuan untuk berkata-kata. Kata-kata lah yang membuat manusia itu adalah manusia. Manusia adalah sosok yang ditanggungi jawab, itu kata dosen Sekolah Tinggi Teologi di Jalan Pegangsaan Timur 27, Jakarta tahun 70-an yang lalu. Artinya manusia harus memberi jawab, ia tidak lari tungganglanggang ketika dia kena OTT. Ia tidak buron ketika sudah selesai mengeruk uang negara yang dialokasikan untuk membeli beras bagi rakyat. Ia tidak menetap dinegeri orang sesudah “proyek” sara nya sukses. Manusia yang benar-benar manusia harus menjawab, harus berkata-kata mempertanggungjawabkan perbuatannya. Manusia yang terhormat, bermartabat, berkeadaban, yang soleh dan faham ajaran agama tidak pernah akan melarikan diri untuk menghindari tanggungjawabnya.

Pada waktu kita kecil dan mulai belajar merangkai kata maka orang tua kita adalah figur yang paling _telaten_ dalam mendidik kita bagaimana menggunakan kata dengan tepat, apalagi kepada orang yang lebih tua yang harus kita hormati. Ayah dan ibu selalu berpesan agar selalu menggunakan kata-kata yang sopan dalam berinteraksi kepada orang lain, karena “bahasa itu tidak harus kita beli”. Orang tua misalnya berulangkali berpesan untuk selaku menggunakan beberapa kata kunci : ” terimskasih”, “mohon maaf”, “mohon pertolongan”

Dalam pengalaman empirik, amat jelas bahwa penggunaan kata dan pemilihan kata itu bisa _mengubah_ segalanya. Mereka yang bergerak dalam dunia marketing, para pebisnis, para lobbyist memiliki banyak sekali daftar _sinonim_ yang mesti ia gunakan ketika berhadapan dengan siapa dan dalam suasana yang bagaimana.

Dalam percakapan yang sifatnya mediasi, percakapan di bidang konseling dan pastoral, memilih diksi amat penting. Keberhasilan kita dalam memilih diksi akan ikut menentukan keberhasilan dalam seluruh percakapan itu. Penguasaan bahasa, kekayaan vokabulari, pemahaman tentang sinonim dalam konteks ini menjadi amat perlu dan urgen.

Pentingnya memilih kata tidak saja pada bahasa lisan, tetapi juga pada bahasa tulisan, baik _surat resmi_ organisasi maupun dokumen tertulis lainnya karena dokumen tertulis itu bisa dibaca berulangkali. Sebuah teks peraturan atau UU yang didalamnya terdapat kata yang tidak tepat atau salah tik akan mempersulit ketika mengimplementasikan peraturan itu dalam ranah praktis. Surat-surat dalam bahasa yang sopan, elegan, standar akan sangat bermanfaat untuk menjaga kredibilitas dan wibawa organisasi. Bahasa yang elegan tidak berarti bahasa yang penuh eufemisme dan istilah yang bisa menimbulkan multitafsir.

Dalam kehidupan manusia bahasa memiliki peran yang amat penting dan strategis. Bahasa adalah “alat” yang memungkinkan manusia hidup, survive dan bisa berinteraksi dengan manusia lain karena ia adalah makhluk sosial. Bahasa memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani. Melalui bahasa manusia mengekspresikan dirinya dan  pemikirannya. Menurut seorang pakar bahasa, bahasa itu mampu menyimpan sejarah, mengabadikan hasil pemikiran, menerobos batas ruang dan waktu serta menjembatani kehudupan antar generasi.

Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini mengingatkan bahwa sekali sebuah ucapan terlontar maka sulit untuk ditarik kembali. Banyak pengalaman buruk dan pahit yang kita alami sebagai komunitas dalam konteks itu. Kesalahan menggunakan kata oleh lawan politik bisa dijadikan amunisi untuk menghabisi lawan politik itu apalagi jika hal itu berkaitan dan atau dimaknai dalam frame agama.

Di era medsos sekarang bukan hanya terjadi kesalahan kata tetapi secara sengaja memproduk kata yang kasar, vulgar, diluar kepatutan, menyimpang dari etik dan agama demi kepentingan politik, demi menjatuhkan lawan politik. Sebagai umat beragama mari kita menebar kata-kata empati, simpati, penuh cinta kasih dan respek kepada semua saudara kita sebangsa.

Ditengah derita yang tengah mendera saudara-saudara kita di Palu, Donggala, Lombok maka kita harus mengungkap kata-kata solidaritas dan tindakan kasih yang konkret bagi mereka.

Jauhkan berbagai rekayasa pembohongan publik, jangan lagi bikin episode baru penabrakan tiang listrik yang kesemuanya naif dan  amat tak elok dalam konteks sebuah NKRI  yang warganya 99.9 persen beragama. Mari tinggalkan kata-kata hujatan, persekusi, biarkan umat beragama beribadah dengan leluasa di rumah ibadah mereka.

Jangan lagi ada rohaniwan yang ditembak atau dibacok di rumah ibadah mereka karena mereka bukan penjahat. Gunung meletus, gempa, tsunami dan tanah bergerak menandai sebuah bumi yang rapuh dan nemperlihatkan kuasa Sang Pencipta. Mari berbuat baik selama ada kesempatan.

Selamat berjuang. God bless.

*Weinata Sairin*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here