PDT.WEINATA SAIRIN: *MANUSIA BERIMAN, MANUSIA BERTANGGUNGJAWAB*

0
1020

“Action springs not from thought, but from readiness for responsibility”_ (D. Bonhoffer).

Manusia yang hidup adalah manusia yang dinamik dan bergerak. Manusia yang masih memiliki nafas adalah manusia yang proaktif, kreatif dan memiliki _action_. Berbeda jika seseorang dalam statusnya hidup, tapi ia uzur, lemah lunglai tanpa daya, dan atau bahkan koma dengan dibantu peralatan medis yang canggih dan modern. Maka ia tak mungkin lagi bisa melakukan gerak apapun. Ia pasrah, berdoa menurut keyakinan agamanya, menanti waktu Tuhan (kairos) memanggilNya, membawaNya ke keabadian, sebagaimana diimani umat beragama. Ada banyak kasus dalam kehidupan nyata bahwa manusia yang segar bugar, energik, trengginas, namun tak ada gerak, no action. Itulah sebabnya kepada mereka diberikan julukan yang adalah plesetan dari nama besar NATO, no action, talk only. Ya tak ada aksi, hanya bicara, kaum remaja menyebutnya dengan _omdo_, omong doang (Betawi : ngomong saja).

Tentu ada banyak alasan yang bisa dikedepankan mengapa seseorang lebih suka berdiam diri, tidak proaktif, tidak berinsiatif, mengikuti arah angin atau aliran air saja. Bisa orang itu malas, berfikir _easy going_, menonton saja perkembangan yang terjadi atau terkadang menggerutu sendiri. Bisa terjadi ada juga orang selalu _ragu_ untuk bertindak, kalkulasi dan prediksi tidak pernah final, lalu menunggu dan menunggu hingga suatu masalah menjadi besar atau peluang yang ada hilang. Dalam dunia digital dan militer sikap berlama-lama seperti itu akan sangat merugikan.

Dalam melakukan action memang diperlukan keberanian dan kesediaan bertanggungjawab dalam menanggung resiko baik kecil maupun besar. Dalam khazanah kisah masa lalu cerita tentang keberanian cukup bagus untuk dibaca dan direnung ulang. Keberanian itu memiliki spektrum yang amat luas, bukan hanya keberanian fisik, tetapi juga keberanian non-fisik. Tidak sedikit orang yang ternyata takut kepada kematian; padahal kata para ahli justru ketakutan terhadap kematian itu yang bisa mempercepat datangnya sang maut. Di zaman baheula, ketika Caesar dinasihati sahabat-sahabatnya untuk lebih berhati-hati dalam mnjaga dirinya dan juga disarankan untuk tidak berjalan diantara rakyatnya tanpa mendapatkan pengawalan, ia menjawab :

_”Siapapun yang hidup diliputi ketakutan maka setiap saat ia akan merasa tersiksa. Aku akan mati tetapi aku hanya akan mati sekali saja”._

Keberanian, membuat kehidupan lebih berprospek dan berperspektif. Keberanian membuat  jalan kita tak lagi merunduk, nafas tersengal dan langkah tertatih-tatih dengan senyap. Seorang David Lloyd pernah menyatakan beberapa patah kata yang mengunggah keberanian : “Jangan takut untuk mngambil suatu langkah yang besar. Kamu tidak bisa menyeberangi sebuah jurang dengan dua lompatan kecil”.

Niat baik (nawaitu), komitmen dan penyerahan diri kepada Tuhan, keberanian, tidak ragu, kesediaan bertanggungjawab, adalah hal-hal penting yang menjadi dasar untuk melakukan action. Action tidak sekadar action, dengan pemeo ‘pukul dulu urusan belakangan’ atau ‘kumaha engke’ tetapi action yang cerdas yang penuh perhitungan, yang berfikir seperti orang Sunda “engke kumaha”/nanti bagaimana. Sebagai umat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, konsep _nawaitu_ itu sudah integral dengan kedirian kita, sudah permanen dalam mindset kita umat yang beragama. Apalagi tentang _tanggungjawab_, yang adalah citra diri manusia. Manusia adalah sosok _yang ditanggungi jawab_. Manusia hanya bernama manusia jika ia mau bertanggungjawab tidak lari dan membuat _alibi_. Tanggungjawab dalam pernikahan, dalam menjalankan jabatan, dalam mengembalikan barang-barang milik orang lain /lembaga yang masih kita kuasai.

Bonhoffer teolog besar Jerman yang sempat mendekam lama dibalik jeruji besi karena pandangan-pandangannya yang kritis terhadap kekuasaan memberikan pengingatan yang amat baik dalam kutipan dibagian awal tulisan ini: “tindakan tidak dihasilkan dari pemikiran tetapi dari kesediaan untuk bertanggungjawab”

Mari kita sebagai warga bangsa yang kental beragama, yang soleh dan solehah, yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita sungguh-sungguh _bertanggungjawab_ tidak saja terhadap keluarga kita, tetapi juga bagi keutuhan bangsa dan negara kita, bagi kelestarian, perdamaian, keadilan, kesejahteraan, keadaban bagi NKRI yang majemuk berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945.

Selamat berjuang. God bless.

*Weinata Sairin*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here