Oleh: Stefanus Widananta
Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?
Matius 9;11
Pertandingan sepak bola memperebutkan piala dunia telah berakhir. Mulai babak pedahuluan sampai babak final, mendadak banyak kritikus-kritikus bermunculan, baik yang mengomentari positif maupun yang negatif.
Padahal, para pengkritik itu kalau disuruh bermain, juga tidak semampu mereka yang bertanding.
Kritik adalah suatu tanggapan atau bisa berupa suatu kecaman, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu usaha, ide, kerja keras dan sebagainya.
Kritik ada yang bersifat konstruktif dan destruktif.
Kritikan yang membangun umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mengasihi kita atau peduli kepada kita, kitab Amsal menuliskan, “Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi”, di bagian lain, Salomo juga menuliskan, “teguran yang mendidik itu jalan kehidupan”.
Pengkritik ada di mana-mana, tidak memandang orang, tidak peduli betapa kerasnya kita berusaha, tak seorang pun bebas dari kritik, Yesus pun juga dikritik ketika Dia makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa.
Yang terpenting adalah bagaimana respon kita menghadapi kritik, karena tidak semua kritik itu jelek dan menjatuhkan, adakalanya justru membuat kita sadar dan melihat kekurangan kita.
Memang menerima kritikan bukanlah hal yang mudah, namun jangan sampai emosi kita terpancing, sebaliknya usahakan agar kita berdiam diri dan berkepala dingin.
Jangan takut dikritik jika kita benar dan jangan abaikan kritik jika kita salah.
Milikilah sikap yang terbuka untuk belajar dan diajar, termasuk menerima teguran, didikan dan kritikan.
Tuhan Yesus memberkati.