“Jadi bagaimana sekarang : adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah. Adakah kucoba berkenan kepada manusia ? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia maka aku bukanlah hamba Kristus” (Galatia 1:10)
Perjumpaan Injil, kabar kesukaan, “euanggelion” dengan dunia tidaklah berjalan mulus sejak di awal sejarah. Banyak orang yang sudah berada dalam zona aman, atau yang memiliki keuntungan ekonomi dan berbagai kepentingan lain, atau yang mempunyai “the hidden agenda” tentu tidak nyaman dengan hadirnya Injil apalagi jika makin banyak orang yang percaya kepada Kristus melalui pemberitaan Injil.
Pernyataan Petrus bahwa ketaatan kepada Allah berada diatas segalanya, dan ” rumus” Gamaliel dalam menindak aliran baru, tetap bisa menjadi inspirasi berharga bagi kita di zaman ini. Kisah-kisah perjumpaan Injil dengan dunia diawal kekristenan seperti diceritakan dalam KPR amat kaya dan amat berharga. Kekalutan Demetrius pembuat kuil dari perak yang akan bangkrut karena orang tidak lagi menjadikan kuil sebagai medium untuk menyembah kuasa Transenden (KPR 19 : 24 dst), sikap Simon yang ingin membeli kuasa penumpangan tangan seperti yang dilakukan para Rasul ( KPR 8 : 18,19) adalah episode yang cukup menarik.
Surat Galatia yang ditulis Paulus lebih kurang tahun 48 ini memberikan pembinaan kepada warga jemaat yang menghadapi pengajar sesat dengan isu-isu teologis yang bertentangan dengan iman Kristen. Para pengajar itu a.l menyatakan bahwa orang Kristen harus ‘sunat’ supaya selamat (lih. Galatia 5 : 1-15). Ada juga orang yang mengajarkan injil yang lain kepada warga jemaat. Paulus keras mengeritik orang yang membawa injil yang lain itu; ia gunakan kata “terkutuk” untuk orang yang membawa injil yang lain kepada warga jemaat Galatia.
Jemaat-jemaat Kristen diabad-abad pertama memang didera derita yang amat luar biasa yang menggoncang iman mereka. Ada soal ajaran, sikap penguasa yang kejam terhadap orang Kristen, persrkusi dalam berbagai bentuk. Namun kekristenan kokoh saat itu. Banyak para martir yang kehilangan nyawa demi Kristus. Ungkapan terkenal di abad pertama : “Darah para martir benih Gereja”.
Para pengajar sesat tidak hanya memutarbalikkan isi Injil, memelintirnya demi kepentingan golongannya tetapi juga menghantam kepemimpinan Paulus. Mereka menebar desas desus, melakukan pembunuhan karakter, mereka meniupkan sejenis berita “hoax” seolah pelayanan Paulus hanya demi menyukakan manusia dan bukan menyukakan Allah.
Bagian Alkitab yang dikutip dibagian awal tulisan ini adalah jawaban Paulus atas isu yang mendiskreditkan dirinya. Paulus menegaskan dalam suratnya itu bahwa ia tidak dalam posisi mencari perkenan manusia, pelayanannya terarah kepada dan untuk Allah. Menurut Paulus jika ia masih mencoba untuk berkenan kepada manusia, maka ia “bukanlah hamba Kristus”.
Gereja adalah persekutuan yang telah dipanggil keluar, dari gelap kepada terang. Gereja adalah “ekklesia”, komunitas milik Allah. Gereja melayani Allah dan menyukakan Allah. Bukan menyukakan manusia. Di Tahun Politik ini, Gereja harus menyukakan Allah, memuliakan Allah. Gereja sebagai institusi tak boleh.terpenjara pada politik, tidak boleh menjadi instrumen (partai) politik. Biarkanlah Gereja tetap menjadi Gereja, jangan direduksi menjadi ormas, LSM, atau organisasi sayap parpol.
Selamat Merayakan Hari Minggu. God bless.
*Weinata Sairin*.