JAKARTA ― Sidang lanjutan Gugatan YPDT melawan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) sebagai Tergugat, dan PT Aquafarm Nusantara (disingkat Aquafarm) sebagai Tergugat II Intervensi, kembali dibuka pada Rabu (24/1/2018) di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Jakarta. Sidang ini mendengarkan keterangan Ahli Hukum Administrasi dan Tata Negara bernama Dr Daniel Yusmic P FoEkh. Dia adalah seorang pengajar (dosen) di Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta.
Menurut Ahli tersebut bahwa KTUN (Keputusan Tata Usaha Negara) itu dikeluarkan dengan wewenang, prosedur, dan substansi. Apabila suatu KTUN itu ditemui ada pelanggaran wewenang, prosedur, dan/atau substansi dalam menerbitkan KTUN itu, maka KTUN itu dapat diuji di PTUN.
Terhadap KTUN yang dikeluarkan BKPM, dalam hal izin usaha budidaya ikan air tawar dengan Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba kepada Aquafarm, Penggugat (YPDT) menemukan adanya cacat substansi karena berdasarkan perundangan-undangan yang baru, yaitu: Peraturan Gubernur Sumatera Utara (Pergubsu) No. 1 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa air Danau Toba termasuk air kelas satu yang dipergunakan untuk air minum. KTUN tersebut telah melanggar Pergubsu tersebut, sehingga izin usaha tersebut tidak seharusnya dikeluarkan atau setidak-tidaknya harus dicabut.
“Izin usaha budidaya ikan di perairan Danau Toba yang kelas satu itu seharusnya segera dicabut, karena secara substansi telah melanggar Pergubsu No. 1 Tahun 2009. Kalau mau, mereka hanya diperbolehkan di perairan kelas dua karena perairan Danau Toba kelas satu itu untuk air minum,” demikian ujar Deka Saputra Saragih, SH, MH (Kuasa Hukum Penggugat dan Anggota Tim Litigasi YPDT)
Berdasarkan keterangan Ahli di atas, maka jelas, jika KTUN cacat substansi, maka KTUN tersebut dapat diuji di PTUN. YPDT menemukan bahwa KTUN (izin usaha perikanan) yang dikeluarkan BKPM kepada Aquafarm cacat substansi.
YPDT yang mewakili masyarakat di Kawasan Danau Toba rupanya tajam mengendus cacat substansi KTUN tersebut. Karena itu, YPDT dengan berani mengajukan gugatan PTUN terhadap Izin Usaha Perikanan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, melawan BKPM.
Kapan suatu gugatan KTUN dapat diajukan? Menurut Ahli, berdasarkan UU Tentang Administrasi Negara Pasal 55 dinyatakan bahwa pengajuan gugatan KTUN itu diatur 90 hari sejak diterbitkan. Namun, adanya Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) menyatakan bahwa KTUN yang merugikan pihak ketiga, yakni: pihak di luar yang menerima KTUN itu dapat mengajukan gugatan terhadap KTUN itu sejak KTUN itu dilihat, diterima, dan/atau didapati pihak ketiga. Sebagai contoh, sekelompok masyarakat pernah melihat KTUN itu sebulan yang lalu terhadap KTUN yang sudah sekian tahun lalu terbit, namun berdasarkan Putusan MK tersebut mereka dapat mengajukan gugatan terhadap KTUN tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara, karena masyarakat tersebut melihat dan membaca KTUN tersebut satu bulan (30 hari) yang lalu.
Hal tersebut menunjukkan bahwa YPDT sudah berada pada jalur yang benar dalam mengajukan gugatannya dan amanat UU mendukung jalur hukum (litigasi) yang diupayakan dan diusahakan oleh YPDT.
Masyarakat, khususnya masyarakat Batak di Jakarta dan sekitarnya, makin tertarik menyaksikan tontonan persidangan ini. Kita melihat masyarakat Batak tersebut datang ke PTUN Jakarta dengan mengenakan atribut pakaian budaya Batak, ulos dan sorpi (penutup kepala).
Dr Ronsen Pasaribu dari Forum Bangso Batak Indonesia (FBBI) menyatakan bahwa kami sebagaibangso Batak turut hadir dalam persidangan ini karena kami masih peduli kepada kampung halaman (bonapasogit) kami dan Danau Toba kami yang tercinta.
Selain Ronsen Pasaribu, hadir juga Ketua Umum NABAJA (Naposo Batak Jabodetabek), Darman Saidi Siahaan, SH. Ia ditemani para pemuda Batak (naposo) yang lain.
Tidak mau ketinggalan, Mardongan Sigalingging mewakili Persatuan Masyarakat Silalahi, Paropo, dan Tongging (Sipartogi) di Jabodetabek yang dituakan beserta Aderson Situngkir turut ambil bagian dalam dukungannya kepada pemulihan Danau Toba.
Dukungan dari para pegiat seni pun turut serta. Dukungan tersebut diwakili Ir Joyce Sitompul br. Manik, Ketua Komunitas Seniman Sumatera Utara (Kosentra). Ibu berdarah Batak ini sempat berjabat tangan dengan Dr Hotman Paris Hutapea (Kuasa Hukum Aquafarm).
Sidang yang berlangsung hampir 3 jam ini akhirnya kembali ditunda. Majelis Hakim menyatakan akan melanjutkan persidangan pada Rabu (31/1/2018) dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli dari BKPM. Sementara itu, Kuasa Hukum Aquafarm menyatakan akan menghadirkan 6 orang Saksi Fakta dan 3 orang Ahli setelah Ahli dari BKPM selesai memberikan keterangannya pada sidang berikutnya.
Sidang lanjutan Perkara No.164/G/2017/PTUN-JKT ini adalah sidang TUN antara pihak YPDT selaku Penggugat dengan pihak BKPM selaku Tergugat dan PT. Aquafarm Nusantara selaku Tergugat II Intervensi. YPDT melakukan gugatan karena izin usaha PT. Aquafarm Nusantara yang diterbitkan oleh BKPM sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, di mana menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara (Pergub SU) Nomor 1 Tahun 2009 ditentukan bahwa mutu air Danau Toba adalah standar air minum.
Sidang dipimpin Majelis Hakim, antara lain: Wenceslaus, SH, MH (Hakim Ketua), Oenoen Pratiwi, SH, MH (Hakim Anggota I), dan M. Arief Pratomo, SH, MH (Hakim Anggota II). Pardomuan Silalahi SH selaku Panitera Pengganti (PP).
Hadir dari Tim Litigasi YPDT sebagai Kuasa Hukum YPDT, Robert Paruhum Siahaan, SH (Ketua), dan Deka Saputra Saragih, SH, MH (Anggota). Sementara dari pihak Tergugat (Badan Koordinasi Penanaman Modal) menghadirkan 3 orang Kuasa Hukumnya dan dari pihak Tergugat II Intervensi (PT Aquafarm Nusantara) diwakili Kuasa Hukumnya Dr Hotman Paris Hutapea dan rekan.
Sidang juga dihadiri Sekretaris Eksekutif YPDT, Jhohannes Marbun, SS, MA, dan rombongan pemerhati Danau Toba yang tertarik dengan perjuangan pemulihan Danau Toba. Mereka adalah Dr Ronsen Pasaribu, Mardongan Sigalingging, Aderson Situngkir, Ir Joyce Sitompul br Manik, Darman Saidi Siahaan, SH, Deacy Maria Lumban Raja, Dedy Boy Pangaribuan dan saudaranya Pangaribuan, May Gultom, Angelo Pardosi, dan Boy Tonggor Siahaan.
Jakart, 25 Januari 2018
Narahubung: Jhohannes Marbun/ Sektif YPDT (0813 2842 3630)