Tuhan Meneguhkan KeselamatanNya

0
1840

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

1 Petrus 2:1-5

(1) Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah. (2) Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, (3) jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan. (4) Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah. (5) Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah.

 

Di Ambon, ada lagu berjudul “Batu Badaong” (Batu Berdaun). Di balik lagu ini, ada sebuah cerita atau kisah menarik. Di sebuah kampung ada seorang janda tua, dengan dua anaknya: laki-laki dan perempuan. Ibu tua ini hidup susah sehingga harus bekerja keras untuk memelihara kedua anak-Nya. Pagi-pagi benar ia sudah bangan lalu menjajakan ikan dagangannya.

Ikan dagangannya selalu disisihkan dan diolah untuk dimakan bersama anak-anaknya. Si Ibu ini paling senang makan kepala ikan. Kalau sudah makan kepala ikan, rasa capek pun langsung hilang. Karena itu itu dia suka berpesan pada anak-anaknya: “Kalau dong makang ikan, jang lupa simpang kapala ikang par mama” (artinya, kalau kamu makan ikan, jangan lupa sisakan kepalanya untuk mama).

Sekali waktu, sang Ibu pulang dan merasa capek sekali, lalu ingin makan ikan bagiannya. Akan tetapi bagian kesuakaannya itu tidak ada lagi. Ia panggil kedua anaknya lalu ditanyai: “Di mana dong sambunyi mama pung bagiang?” (Di mana kamu sembunyikan bagian mama?). Anak-anaknya menyahut: “Katong su makang abis mama” (Kami sudah makan semuanya, mama).

Mendengar jawaban anaka-anaknya, hati sang ibu langsung sedih, karena merasa anak-anaknya tidak mau mendengar lagi kata-katanya. Pada hal dia sudah bersusah paya mencari nafkah untuk mereka setiap hari.

Dalam keadaan capek dan sedih, ia keluar rumah. Ia tiba di suatu tempat dan melihat batu besar. Batu itu ditutupi daun-daun rumput, sehingga tampak seperti batu badaong (=batu berdaun).

Si ibu berdiri di depan batu itu, dengan sedih dia berkata:

 

Batu badaong, batulah batangke

(batu berdaun, batu yang bertangkai)

Buka mulutmu telangkan beta!

(Buka mulutmu telanlah saya)

 

Eh, tiba-tiba batu itu terbelah dua. Si ibu terus berkata:

 

Batu badaong, batulah batangke

Buka mulutmu telangkan beta!

 

Belahannya makin lama makin lebar, lalu ibu itu masuk. Setelah masuk, tiba-tiba saja batu itu tertutup rapat kembali. Sore hari anak-anaknya pulang ke rumah dan mencari ibunya tapi mereka tidak menemukannya lagi. Mereka terus mencari ke sana ke mari tapi menemukannya. Mereka menyesal, tapi apa mau dikata semuanya sudah terlambat.

Kisah ini menjadi tradisi pengajaran orang-orang tua di Ambon kepada anak-anaknya agar mereka menyayangi orang tuanya.

Allah kita sering digambarkan sebagai Batu. Tapi bukan sebagai batu badaong melainkan batu keselamatan. Demikian juga Yesus, digambarkan sebagai batu penjuru yang hidup, yakni sebagai batu keselamatan.

Kita dianjurkan datang kepada batu penjuru itu. Barang siapa datang kepada batu penjuru itu, akan diselamatkan.

Datang kepada batu penjuru itu ada syaratnya:

Apa syaratnya? Kita harus membuang segala bentuk kejahatan, lalu hidup secara baru laksana bayi yang baru lahir. Bagaimana kondisi bayi yang baru lahir? Serba bergantung! Orang yang sudah bertobat, menurut Paulus, harus seperti bayi. Ia harus serba bergantung. Bergantung kepada siapa? Kepada Tuhan. Serba bergantung adalah keadaan dimana kita berserah sepenuhnya pada Tuhan. Dalam kehidupan rumah tangganya, pekerjaannya dll, semua dijalani dalam penyerahan kepada Tuhan. Ia tidak lagi hidup dalam iman “senin-kamis” atau iman “kapal selam”, karena hidup berserah selalu ditandai dengan kepatuhan yang berlangsung terus menerus.

Bayi juga sangat membutuhkan air susu yang murni atau yang sejati. Air susu yang murni sangat bermanfaat bagi bayi dalam tahap awal pertumbuhannya. Selain itu, ia juga membutuhkan aspek rohani, yaitu belaian kasih sayang untuk ketentraman hati dan jiwanya. Lagi, menurut Paulus, orang bertobat harus menerima sesuatu yang sejati dalam hidupnya. Apakah unsur paling sejati dalam hidup ini? Firman! Di luar firman tidak ada yang sejati, semuanya fana. Sebuah pertobatan tanpa keterbukaan pada firman tidak akan membawa seseorang pada keselamatan. Oleh karena itu, ia harus bergaul dengan firman. Ia harus rajin membaca Alkitab. Orang bertobat bukan hanya terbuka pada firman, tetapi juga harus memelihara kehidupan rohaninya. Kehidupan rohani tidak dapat dilepaskan dari ibadah dan doa. Oleh karena itu ia harus rajin beribadah, rajin berdoa dan bahkan rajin bersekutu (misalnya, hidup berjemaat). Kehidupan rohani yang mengabaikan persekutuan akan mencipatakan suatu kehidupan rohani yang egoistis. Orang Kristen tidak boleh mengembangkan kehidupan rohani yang egoistis, karena dia adalah bagian dari Tubuh Kristus.

Singkat kata: kita harus bertobat! Kehidupan pertobatan yang dijalani laksana bayi di atas akan memungkinkan seseorang bertumbuh dan beroleh keselamatan dalam Kristus Yesus. Keselamatan akan diteguhkan dalam dirinya. Yang menarik, menurut Paulus juga, hendaklah pertobatan dan pertumbuhan di atas terjadi pada mereka yang benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan. Siapakah di antara kita yang tidak mengecap kebaikan Tuhan? Rasanya tidak ada. Semua orang telah dan akan menerima kebaikan Tuhan. Oleh karenanya, kita harus bertobat dan hidup dalam penyerahan diri kepada Tuhan!

Selanjutnya kita diajak untuk menjadi ‘batu yang hidup’ untuk pembangunan rumah rohani. Di sini Paulus sedang berbicara mengenai pembangunan Tubuh Kristus di mana setiap orang percaya adalah unsur penting dalam pembangunannya. ‘Batu yang hidup’ menjelaskan kualitas percaya (iman) kita yang juga hidup di hadapan Tuhan. Rumah rohani (Tubuh Kristus) tidak dibangun dari unsur-unsur mati, melainkan unsur-unsur yang hidup dan berkembang. Unsur-unsur itu adalah manusia yang hidup dalam percayanya. Jika manusia tidak lagi hidup dalam percayanya, apakah Tubuh Kristus akan mati? Oh tidak, karena yang mati akan digantikan oleh yang hidup.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here