Jangan Hanya Menuntut

0
4056

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

Lukas 15:11-20
(11) Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. (12) Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. (13) Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. (14) Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat. (15) Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. (16) Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya. (17) Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. (18) Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, (19) aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. (20) Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.

Dalam ayat 12 si bungsu berkata kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Si bungsu menuntut haknya. Pertanyaan bagi kita adalah: Apakah sikap si bungsu, yang menuntut hak itu, salah?

Si bungsu menuntut hak, tentu saja tidak salah. Namanya juga hak, wajarlah jika dia mendapatkannya. Kesalahan si bungsu terletak pada hal berikut ini. Dia mendapatkan haknya tapi tidak memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Apa yang diterimanya itu digunakan untuk memuaskan hawa nafsunya, untuk berfoya-foya dan menikmati kesenangannya. Sebagai akibatnya, ia mencelakai dirinya sendiri.

Sikap si bungsu itu sebenarnya mencerminkan sikap kita. Kita hanya pandai menuntut hak. Lihatlah, kehidupan masyarakat kita hancur karena anggota-anggota dan pemimpin-pemimpinya berlomba-lomba menuntut hak. Seakan-akan hanya mereka yang mempunyai hak dan orang lain tidak. Amatilah, betapa banyak gereja berselisih (sampai terpecah-pecah) karena di dalamnya orang-orang ngotot akan haknya. Hitunglah, berapa banyak rumah tangga yang berantakan, karena masing-masing anggotanya tidak mau mengalah, semua minta haknya dipenuhi.

Saudara, hak itu selalu berdampingan dengan kewajiban. Hak tanpa kewajiban adalah keserakahan dan kesewenang-wenangan. Sebaliknya, kewajiban tanpa hak adalah perbudakan.

Si bungsu hanya menuntut haknya tapi melupakan kewajibannya. Akhirnya ia menjadi sengsara. Untunglah ia sadar. Ia kembali kepada bapanya. Ketika ia diterima kembali, ia tak menuntut hak lagi. Ia siap bekerja seperti orang-orang upahan lainnya. Ia kini ingin memenuhi kewajibannya.

Sebagai orang Kristen kita diajar untuk tidak hanya menuntut hak. Kita juga harus melakukan kewajiban kita. Jika kita hanya menuntut hak maka kita akan terlibat dalam aksi saling menindas. Jiwa kita akan menjadi korup. Tidak ada kedamaian. Yang ada hanyalah malapetaka.

Jadi, ada hak ada kewajiban. Keduanya berjalan seimbang. Pelayanan gereja akan menjadi sedemikian maju, jika kedua-duanya dilakukan.

Tetapi, secara mendalam, iman Kristen mengajarkan bahwa pada tahap tertentu kita harus rela melepaskan hak kita untuk kebaikan bersama. Inilah yang harus dilakukan oleh orang-orang Kristen kalau dia sungguh-sungguh mau meneladani Yesus. Firman Tuhan dalam Filipi 2:5-7 menasihati kita: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”

Paulus, dalam banyak peristiwa yang dialami rela mengorbankan haknya. Dengan cara ini, Paulus semakin banyak memperoleh kesempatan untuk memberitakan kabar keselamatan dari Yesus Kristus.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here