Tidak Cukup Hanya Mendengar Saja

0
2581

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

Kisah Para Rasul 2:32-39
(32) Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi. (33) Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini. (34) Sebab bukan Daud yang naik ke sorga, malahan Daud sendiri berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: (35) Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu. (36) Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus.” (37) Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu, lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain: “Apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?” (38) Jawab Petrus kepada mereka: “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. (39) Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita.”

Ketika datang beribadah, jemaat selalu berharap dapat mendengar khotbah (Pemberitaan Firman) yang disampaikan dengan baik, jelas dan kena-mengena dengan kondisi mereka. Hal ini tidak perlu membuat ciut nyali para pengkhotbah. Tidak perlu membuat kita berkecil hati. Sebaiknya kita memahami kerinduan mereka. Kalau tidak, kita tidak akan pernah tertantang untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik.

Khotbah harus disampaikan dengan penuh semangat, tidak loyo. Khotbah harus menggugah jemaat. Jangan biarkan mereka datang tertidur. Betapapun baiknya sebuah khotbah dipersiapkan, tapi jika disampaikan tanpa semangat (apalagi dengan suara yang kurang jelas), sulit untuk dimengerti.
Isi khotbah harus mempunyai sasaran yang jelas. Pengkhotbah harus memahami kebutuhan jemaat. Dengan kata lain khotbah harus relevan dengan kehidupan jemaat. Tidak bersifat umum. Itulah sebabnya, sebuah khotbah di tempat yang satu akan berbeda dengan khotbah di tempat lain, meskipun di dasarkan pada firman yang sama.

Selain disampaikan penuh semangat dan relevan dengan kehidupan jemaat, khotbah juga harus mengungkapkan karya Allah dalam Yesus Kristus (ayat 32-36). Yang terutama dari khotbah bukan menceritakan pengalaman-pengalaman pengkhotbah. Subyek khotbah adalah Allah yang bertindak dalam Yesus dan Roh-Nya. Inilah yang menjadi tema sentral setiap khotbah.

Itulah beberapa hal yang perlu diingat oleh setiap pengkhotbah. Tidak perlu sungkan untuk bertanya dan mencari ‘input’ dari jemaat. Langkah ini sangat bermanfaat untuk memperkaya sang pekhotbah dalam mempersiapkan dan menyampaikan khotbahnya.
Okey, kalau hal-hal di atas menyangkut khotbah dan pengkhotbah, lalu bagaimana dengan jemaat yang datang sebagai pendengar? Bagaimana menjadi pendengar yang baik?
Menjadi pendengar yang baik adalah seperti yang tertulis dalam ayat 37: Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu, lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain: “Apakah yang harus kami perbuat, saudara-saudara?”
Jemaat, usai mendengar firman, tidak cukup hanya berkata: “Wah, khotbanya bagus, pekhotbahnya hebat”, dan sebagainya. Yang perlu pada akhirnya adalah: “Apa yang harus kita lakukan?” Sebuah pertanyaan yang lahir dari kerinduan untuk bertindak.

Percuma ada khotbah yang baik, tapi setelah itu tidak ada tindakan apa-apa. Namun inilah kenyataan yang sering ditemukan dalam kehidupan beriman. Hampir setiap minggu kita mendengarkan khotbah, tapi kehidupan kita tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Pada waktu mendengar khotbah jiwa kita bangkit. Tekad kita untuk berubah tiba-tiba muncul. Namun baru sehari (terkadang baru beberapa jam) berselang, jiwa kita ‘tertidur’ lagi. Tekad kita kembali padam.

Khotbah-khotbah tentang kasih, tentang perdamaian, tentang kepedulian terhadap sesama, telah banyak disampaikan. Tapi dalam kenyataannya apa yang disampaikan itu tidak muncul dalam hidup kita. Mengapa? Karena kita tidak melakukannya.

Sebagai pendengar firman, Yakobus mengingat kita: “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.” Kemunduran gereja terjadi ketika di dalamnya hanya terdapat banyak pendengar-pendengar firman dan bukan pelaku-pelakunya.
Orang yang mendengar firman tapi tidak melakukannya, kata Yesus, sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya. Tetapi setiap orang yang mendengar firman dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu (Matius 7:24-27).

Belajarlah menjadi pelaku-pelaku firman, dan bukan hanya menjadi pendengarnya saja. Roh Kudus menopang setiap usaha mewujudkan firman Tuhan dalam tindakan nyata.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here