Oleh: Pdt. Andreas Loanka
Firman Tuhan dari 2 Tawarikh 27:1-28:27
Penulis kitab Tawarikh menyoroti keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin di dalam relasinya dengan Allah. Keberhasilan seorang pemimpin bukan hanya bergantung kepada kepintaran, kekuatan, kekayaan, atau kecakapannya saja, tetapi yang terutama adalah orientasi dan kesetiaannya kepada TUHAN.
Yotam menjadi kuat karena ia mengarahkan hidupnya kepada Tuhan (2Taw. 27:6) dan melakukan apa yang benar di mata TUHAN (2Taw. 27:2). Ia menjadi raja pada waktu ia berusia dua puluh lima tahun. Dengan usia yang relatif muda ia berhasil membawa kemajuan pesat bagi negeranya. Ia membawa bangsanya mengalami keberhasilan dalam politik dan militer, serta hidup dalam keadaan makmur dan sejahtera. Ia banyak melakukan pembangunan di negaranya, termasuk mendirikan Pintu Gerbang Tinggi di bait Allah. Ia berorientasi kepada TUHAN, memuliakan-Nya dan melakukan apa yang berkenan kepada-Nya, sebab ia tahu bahwa Dialah sumber segala berkat, kuasa dan perlindungan.
Sayang sekali, kehidupan Yotam yang mengarahkan hidupnya kepada Tuhan tidak diikuti oleh penerusnya. Ahas, anaknya yang menggantikannya menjadi raja, tidak melakukan apa yang benar di mata TUHAN (2Taw. 28:1). Ia hidup menurut kelakuan raja-raja Israel yang tidak mengindahkan Tuhan, bahkan ia membuat patung-patung tuangan untuk para Baal. Ia juga membakar korban untuk para dewa dan membakar anak-anaknya sebagai korban dalam api, sesuai dengan perbuatan bangsa-bangsa yang dihalaukan TUHAN dari depan orang Israel (2Taw. 28:2-3). Sebab itu TUHAN menyerahkannya ke tangan raja orang Aram, sehingga mereka mengalahkan dia dan menawan banyak orang dari padanya. Kemudian ia diserahkan pula ke tangan raja Israel sehingga ia mengalami kekalahan yang besar. Setelah ia juga dikalahkan oleh orang Edom dan orang Filistin, sehingga banyak wilayahnya yang direbut. Demikianlah TUHAN merendahkan Yehuda oleh karena raja Ahas membiarkan kebiadaban berlaku di Yehuda dan berubah setia kepada Tuhan (2Taw. 28:19).
Kesulitan yang dialami Ahas berkelanjutan karena ia tidak mau berbalik kepada Tuhan. Di dalam masa yang sulit, Tiger-Pilneser, raja negeri Asyur, datang kepada Ahas bukan untuk menolong, melainkan untuk menyesakkannya. Pada saat menghadapi situasi itu Ahas merampas barang-barang dari rumah Tuhan, dari rumah raja dan rumah–rumah para pemimpin dan menyerahkannya kepada raja Tiger-Pilneser untuk mengambil hatinya, tetapi perbuatan Ahas itu tidak menguntungkan dirinya. Ia bukan hanya tidak ditolong, tetapi malah semakin ditekan. Di dalam keadaan terdesak, raja Ahas bukannya bertobat, tetapi ia malah semakin berubah setia kepada TUHAN. Ia mempersembahkan korban kepada allah orang Asyur yang mengalahkannya, karena ia berpikir bahwa allah bangsa yang mengalahkan bangsanya tentu lebih perkasa. Segala perbuatannya itu dipandang jahat di mata Tuhan. Akibatnya, ia bukan hanya dipermalukan, tetapi juga mengalami kehancuran.
Raja Yotam mengarahkan hidupnya kepada Tuhan dan raja Ahas yang tidak setia kepada Tuhan memberikan pelajaran yang berharga kepada kita. Orientasi kepada Tuhan dan melakukan apa yang benar di hadapan-Nya ternyata sangat penting dan sangat menentukan keberhasilan ataupun kegagalan kita. Keberhasilan kita bukan hanya bergantung kepada kepintaran, kekuatan dan kehebatan kita, melainkan bergantung pada berkat Allah. Dialah yang sanggup mengangkat atau menurunkan, memberkati atau menghancurkan.
Selamat pagi dan Tuhan memberkati.
Salam dari Pdt. Andreas Loanka.
GKI Gading Serpong.