Hendardi: Penetapan Tersangka kepada Ahok karena Tekanan Massa

0
1147
Ahok
Ahok

JAKARTA, KOMPAS.com

Kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi polemik.

Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi melihat penetapan tersangka terhadap Ahok dikarenakan adanya desakan massa.

Sebelum Ahok ditetapkan sebagai tersangka, berlangsung aksi unjuk rasa, Jumat (4/11/2016). Aksi itu, menuntut hukum ditegakkan dalam kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.

“Saya melihat adanya tekanan massa inilah, yang jadi penyebab penetapan tersangka,” ujar Hendardi saat dihubungi wartawan, Senin (5/12/2016).

Penetapan Ahok sebagai tersangka, berdasarkan alat bukti video pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September lalu.

Kemudian sejumlah dokumen dan keterangan sejumlah ahli yang menilai perkara tersebut perlu dilanjutkan ke tahap penyidikan.

Penetapan Ahok sebagai tersangka dinilai menjadi preseden buruk bagi kemajuan kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indonesia.

Penegakan hukum atas dugaan penodaan agama tidak sepenuhnya dijalankan dengan mematuhi prinsip due process of law.

Tapi, Hendardi berharap keputusan yang dibuat Polri patut dihormati.

Sebab, keputusan Polri adalah produk institusi yang patut dihormati.

“Nuansa tertekan, terlihat dalam proses penyidikan. Tetapi karena telah menjadi putusan institusi penegakan hukum, maka proses hukum harus dihormati,” imbuh Hendardi.

Sementara itu, Kejaksaan Agung telah memutuskan, bahwa perkara tersangka Ahok telah dinyatakan P-21.

Berarti administrasi penanganan perkara jajaran Pidana Umum Kejaksaan menyatakan berkas perkara hasil penyidikan Bareskrim Polri telah memenuhi syarat untuk dibawa ke pengadilan.

Perkara Ahok dinyatakan P-21, setelah sebelumnya Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menyerahkan berkas perkara tahap pertama kasus yang menjerat Ahok kepada Kejaksaan Agung, Jumat (25/11/2016).

Lima hari berselang, Kejaksaan menyatakan perkara Ahok P-21.

“Secara umum tidak ada ketentuan batas waktu. Tetapi memang ini terlalu cepat dan tidak lazim, pernyataan P-21 begitu cepat,” ujar Hendardi.

Baca juga  Komite Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan APINDO Gelar "Expert Talk Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan", Tema: Strategi Pengawasan Memastikan Keberlanjutan Program di era Digital. Sustanability - Solvability - Hospitality

Menilai kasus tersebut, Hendardi berpandangan seharusnya proses hukum terhadap Ahok dihentikan.

Argumen Hendardi menilik dari Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Berdasarkan aturan tersebut, pihak yang diduga melakukan penodaan agama, kemudian telah meminta maaf, proses hukum seharusnya dihentikan.

“Saya menyatakan bahwa proses pidana atas dugaan penistaan agama atas Basuki semestinya tidak berlanjut, karena yang bersangkutan telah meminta maaf,” ucap Hendardi.

Sebab, pada Pasal 2 aturan itu, berbunyi:

(1) Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

(2) Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh Organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan Organisasi itu dan menyatakan Organisasi atau aliran tersebut sebagai Organisasi/ aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

“Jika mengulangi perbuatannya, baru kemudian dipidana,” ucap Hendardi. (Dennis Destryawan)

Sumber: Kompas.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here