*EDITORIAL MEDIA INDONESIA*
*Mewaspadai Imbas Konflik AS-Iran*
*HUBUNGAN internasional di era multilateral ibarat jaring laba-laba*. Makin banyak kepentingan sebuah negara, makin rumit jaring itu.
*Repotnya ialah ketika laba-laba dengan jaring raksasa itu tidak pernah puas*. Itulah gambaran Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
*Memang AS telah lama menjadi laba-laba gendut dunia yang melebarkan jaring kepentingannya ke setiap negara*. Namun, strategi dominasi yang dilakukan Trump kini bukan dengan merajut benang baru, melainkan merusak yang sudah ada. *Maka yang terjadi ialah ancaman kekacauan dunia*.
*Trump melalukan itu lewat perintah serangan udara untuk membunuh pemimpin pasukan elite Iran, Jenderal Qassem Soleimani, pada Jumat (3/1) di Irak*. Presiden kontroversial AS itu beralasan melindungi warga dan pejabatnya dari rencana serangan Soleimani meski sesungguhnya hingga Trump naik jabatan, AS tidak terlibat krisis langsung dengan Iran.
*Iran, negara dengan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, itu menghormati perjanjian nuklir yang dijalin saat Barack Obama menjabat Presiden AS,* meski negara itu juga tidak menghentikan pengembangan misilnya.
*Di dalam negeri pun Trump banyak dihujat, apalagi langkahnya itu seperti menjilat ludah sendiri*. Pada 2011, 2012, dan 2013, Trump berulang kali mencicit prediksinya bahwa Obama akan memulai perang dengan Iran demi meraih simpati publik dan memenangi pemilu kedua. *Kini posisi Trump bahkan lebih pelik daripada Obama karena menghadapi Pemilu 2020 dalam status telah dimakzulkan DPR AS.*
*Bagaimanapun alasan Trump, tindakan tersebut nyata-nyata kriminal dan mencederai hukum internasional*. AS yang selalu berlagak jadi polisi dunia kini menginjak-nginjak kedaulatan negara lain dengan melanggar wilayah udaranya. *Dunia pantas bersikap karena yang terjadi di Irak bisa diulang di negara lain.*
*Lebih jauh lagi, sesungguhnya senat dan rakyat AS sendirilah yang bisa mencegah pemimpinnya dari menciptakan perang baru sebab memang rakyatlah yang selalu jadi korban terbesar dalam perang*. Sekarang pun Iran telah mengumumkan sayembara hadiah Rp1,1 triliun bagi siapa saja yang bisa membawa kepala Trump.
*Sebagai negara yang tidak terlepas dari jaring hubungan internasional, kita tidak bisa hanya waswas akan eskalasi perseteruan AS dengan Iran, Irak, maupun negara-negara Timur Tengah*. Sedapat mungkin kita menegakkan politik bebas aktif, dengan kepentingan terbesar ialah menjaga ketahanan nasional.
*Berkaca dari berbagai konflik yang terjadi wilayah itu, imbas terbesar dan tercepat ialah pada harga minyak*. Pada Senin (6/1), harga minyak dunia pun telah naik lagi 20% sehingga mencapai U$70 per barel.
*Kenaikan harga minyak jelas akan menjadi pukulan karena subsidi BBM tetap menyita porsi besar pada APBN*. Tahun ini, APBN mengalokasikan subsidi energi Rp137,5 triliun.
*Di luar imbas perseteruan AS-Iran, ketergantungan pada bahan bakar fosil memang menjadi sandungan dalam kemandirian negara*. Sebab itu, justru semakin krusial bagi kita untuk memfokuskan diri pada energi baru dan terbarukan.
*Pemerintah memang telah menetapkan target 23% EBT pada bauran energi nasional 2025*. Maka, bukan saja target itu harus dipastikan dalam jalur, *peran swasta dan masyarakat untuk beralih ke EBT serta konsep hemat energi pun harus digalakkan.*