PDT. WEINATA SAIRIN: MENJADI SAHABAT BERMANFAAT

0
1460

 

 

_”Vera amicitia est inter bonos._ Persahabatan yang sejati hanya terjadi diantara orang-orang yang tulus saja.”

 

Ada banyak orang yang menyatakan bahwa hidup tanpa sahabat, hidup tanpa teman dan rekan, hidup tanpa sohib, adalah hidup yang sepi. Hidup yang sepi, hidup yang tanpa gairah, hidup yang monoton adalah hidup yang dihindari dan bahkan tidak disukai orang. Itulah sebabnya sejak kecil orang tua kita selalu menekankan agar kita harus punya kawan, di sekolah atau di lingkungan masyarakat. Orang tua kita pada waktu kita kecil adalah figur yang tak henti-hentinya berpesan agar kita memperbanyak kawan. Pada saat kita di Sekolah Rakyat/Sekolah Dasar maka ibu kita bertanya “siapa kawan yang duduk sebangku”. “Berkawan itu tidak harus melihat agama, suku, atau tingkat sosialnya. Jangan memilih orang dalam berkawan” itu pesan orang tua yang selalu didengungkan setiap ada kesempatan. Terkadang agak bosan juga mendengar pesan yang berulang-ulang seperti yang dilakukan orang tua. Namun kemudian makin lama makin terasa betapa pentingnya isi pesan orang tua itu, bahkan hingga di zaman ini.

 

Kawan, sahabat adalah “diri kita yang lain” kata orang bijak. Artinya keeratan, kedekatan kita dengan seorang sahabat melalui curhat, sikap simpati dan empati, memposisikan seorang sahabat itu sebagai *diri kita yang lain*. Dalam bahasa yang lain biasanya dinyatakan bahwa “semua kartu kita” ada pada sahabat/kawan. Cerita-cerita kita tentang banyak masalah termasuk yang dianggap confidensial ada pada sahabat/kawan.

 

Sahabat seringkali menjadi tempat kita curhat, mengungkapkan pergumulan pribadi, share berbagai masalah yang kita hadapi yang tidak pernah kita ungkapkan kepada orang lain. Sahabat, sebab itu bisa diminta menjadi saksi di pengadilan disaat-saat seseorang harus menghadapi proses peradilan.

 

Ada yang unik dalam cerita Lincoln diseputar persahabatan. Lincoln di masa-masa yang lalu acapkali menerima permohonan maaf dari para prajuritnya yang jumlahnya ribuan orang, dan yang sering melakukan pelanggaran disiplin militer. Biasanya setiap permohonan maaf itu didukung oleh rekomendasi dari orang-orang yang berpengaruh. Pada suatu hari ia menerima sebuah surat permohonan maaf dari prajuritnya tanpa disertai dokumen permohonan maaf. Ia tidak mempunyai seorang sahabat yang bisa diminta rekomendasi. “Apakah orang ini tidak mempunyai seorang sahabatpun?” “O tidak pak, tak ada seorangpun yang menjadi sahabatnya”. “Jika begitu, baiklah aku yang menjadi sahabatnya”.

 

Sikap Lincoln itu memberi isyarat bahwa sahabat itu memang sangat penting dalam sebuah kehidupan, pada sisi lain kisah itu memberikan gambaran kepada kita bagaimana seorang dalam level setinggi Lincoln amat concern terhadap realitas kehidupan seorang prajurit.

 

Sejak dulu “sahabat” telah dikenal dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan masyarakat, terutama kaum muda dulu dikenal apa yang disebut “sahabat pena”. “Sahabat pena” adalah aktivitas persahabatan yang dilakukan oleh seseorang melalui surat menyurat. Dalam “sahabat pena” seseorang terkadang tidak berkesempatan untuk berkenalan secara tatap muka, apalagi jika sahabat itu tinggal di luar daerah atau di luar negeri. Melalui sahabat pena perkenalan antar budaya bisa dimungkinkan lewat penceritaan dalam surat, dan itu cukup memberi makna jika sahabat itu tinggal diluar negeri. Dalam pengalaman empirik ada orang dari LN datang ke Indonesia karena ingin mengenal lebih jauh budaya Indonesia.

 

Dan hal itu terjadi karena aktivitas sahabat pena. Di era digital sekarang apa yang dulu dilakukan dalam bentuk “sahabat pena” kini lebih dipermodern dengan bentuk bentuk yang canggih seperti Facebook, Line, Whatts Apps, Twitter, SMS, Instagram, yang menghubungkan seseorang secara simultan dengan ribuan orang bahkan lebih di berbagai wilayah dan belahan dunia.

 

Agama-agama mengajarkan kepada umatnya untuk mengembangkan persaudaraan sejati, relasi cinta kasih, menguatkan tali persahabatan antar manusia. Persahabatan akan melahirkan kerukunan, harmoni dan perdamaian yang akan menampilkan wajah dunia yang lebih ramah dan nyaman. Persahabatan yang otentik dan sejati mengesampingkan perbedaan sara, afiliasi politik, geografi dan lain sebagainya.

 

Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini menyatakan ‘persahabatan sejati terjadi diantara orang-orang yang tulus’. Tulus artinya tidak egoistis, tidak mencari keuntungan sendiri, tidak memanfaatkan persahabatan untuk kepentingan pribadi.

 

Kita harus *mencari* sahabat yang tulus dan *menjadi* sahabat yang tulus dalam kehidupan ini sehingga kehidupan akan berlangsung dengan lebih baik.

 

Selamat berjuang. God bless.

 

*Weinata Sairin*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here