Bacaan: Lukas 12:13-21
NAS: Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung pada kekayaannya itu (Lukas 12:15)
Karena orang-orang dari kalangan atas suka memborong Blackberry (alat nirkabel untuk e-mail dan telepon) dan televisi layar datar, kita tak dapat menyangkal adanya peningkatan kemakmuran di berbagai belahan dunia. Anda dapat menyebutnya sebagai “penyakit kemakmuran”. Namun, ada satu kekhawatiran di tengah kemakmuran itu. “Inilah teka-teki ekonomi zaman kita,” kata Robert J. Samuelson di surat kabar The Washington Post. Saya ingin tahu apakah hidup seperti ini benar, sebab kita berusaha menemukan ketenteraman jiwa dengan memiliki “lebih banyak barang” — barang yang hanya bersifat sementara dan cepat lenyap.
Alkitab menyebut keinginan mengejar lebih banyak harta sebagai “ketamakan”. Yesus memperingatkan para pengikut-Nya tentang keserakahan dengan menceritakan kisah seorang kaya. Masalah orang kaya ini bukan karena ia mempunyai hasil bumi yang melimpah, atau karena ia memutuskan membangun lumbung yang lebih besar (Lukas 12: 16-18). Masalahnya adalah ia menginvestasikan seluruh hidupnya untuk harta (ayat 15). Ia meraih rasa aman dari harta bendanya tetapi gagal menjadi “kaya di hadapan Allah” (ayat 21). Menolak pengetahuan dan ajaran Allah sebagai dasar hidup adalah perbuatan bodoh orang kaya itu. Ia hidup pada saat itu dan menganggap masa depannya sudah terjamin dengan banyak harta (ayat 19,20).
“Hidup yang baik” tidak dapat ditemukan dalam harta yang melimpah. Kita tak dapat menemukan ketenteraman hati dengan memborong “lebih banyak harta”. Kita hanya akan memperoleh kepuasan sejati dengan menginvestasikan sumber penghidupan serta hidup kita dalam dan untuk kerajaan-Nya –MLW
TIDAK MEMILIKI TUJUAN HIDUP, JAUH LEBIH BURUK DARIPADA TIDAK MEMILIKI UANG.