Pdt. Weinata Sairin: “Paskah: Hidup yang Membuah”

0
2940

 

_”Ketika orang kesayangan itu mati, seluruh umat manusia itu pun mati, seluruh makhluk sejenak terdiam dan kelabu. Ufuk timur menggelap, badai terlepas dari sana menyapu daratan. Mata langit berkedipan, hujan tercurah dari saluran membasuh darah yang mengucur dari tangan dan kakiNya. Aku juga mati. Tetapi dalam lembah kelupaan kudengar suaraNya berkata : “Bapa ampunilah mereka karena mereka tak tahu apa yang dilakukannya”. Kematian adalah kelahiran. Kematian Yesus melahirkan kehidupanNya._

(Khalil Gibran, Yesus Sang Anak Manusia)

 

Kematian adalah sebuah _tremendum,_ sesuatu yang rahasia dan misteri. Kehadirannya tak disukai, tak diperkenan oleh siapapun dan dari kalangan manapun. Kedatangannya acap tak diduga, ia datang tanpa mengucap salam, tanpa mengetuk pintu. Ketegangan dapat merasuki setiap orang tatkala menanti kedatangannya. Kematian karena ia sesuatu yang misteri, tak bisa di prediksi, adalah juga sesuatu yang menakutkan. Itulah sebabnya banyak orang berjuang untuk menghambat kedatangannya, menjegal kehadirannya. Hal yang cukup menarik adalah pandangan seorang Anand Krishna yang menyatakan bahwa ‘diantara banyak ketidakpastian dalam hidup ini, hanya kematian yang merupakan satu-satunya kepastian’. Anehnya, kata Anand Krishna selama ini manusia hanya sibuk mengejar ketidakpastian dan tidak mempersiapkan diri untuk sesuatu yang sudah pasti. Krishna melalui bukunya *Kematian* mengeritik para praktisi keagamaan yang tidak mampu mempersiapkan umatnya dalam rangka menyongsong kematian. Mereka bahkan meneror dan mengintimidasi serta menakut-nakuti umat dengan hukuman setelah kematian.

 

Pada tanggal 30 Maret 2018 umat Kristen di seluruh dunia memperingati hari Jumat Agung, yaitu hari kematian Yesus Kristus. Walaupun bertahun-tahun telah diberi masukan kepada pemerintah, dalam kalender nasional negeri ini hari Jumat Agung tetap saja disebutkan sebagai “hari wafat Isa Almasih”. Tetapi hari Jumat Agung tidak selesai disitu, Jumat Agung dilanjutkan dengan hari Minggu, hari Dominggu, Hari Tuhan, the day of The Lord, hari Paskah, Pesach hari tatkala Yesus bangkit dari kematian. Umat Kristen menjadikan hari Minggu sebagai hari ibadah dalam perskutuan, karena pada hari Minggu Yesus bangkit mengalahkan kuasa kematian! Kematian Yesus pada Jumat Agung bukanlah kata terakhir, bukan titik, bukan selesai. Kekristenan tidak terpenjara pada kubur dan kematian, kekristenan adalah Hidup Baru, Hidup yang menaklukkan kuasa dosa dan kematian.

 

Tanggal 1 April 2018 umat Kristen merayakan Paskah, hari kebangkitan Yesus dari kematian. Kematian Yesus adalah realitas dan fakta sejarah; kebangkitanNya juga adalah fakta yang tak terbantahkan. Paskah adalah inti dan dasar konstruk kekristenan. Jika Kritus tidak dibangkitkan sia-sialah kepercayaan kamu (1 Kor 15 : 14). Jika Kristus menyerah kalah kepada kematian dan tunduk pada kuasa dan “siksa kubur” maka kekristenan hanyalah ilusi dan dongeng kosong belaka. Yesus bangkit dari kematian, Ia tak bisa ditundukkan oleh kuasa maut bahkan kuasa apapun juga. Kekristenan yang bersumber dari Yesus Kristus sejatinya adalah juga kekristenan yang mandiri, yang tidak tunduk pada kuasa-kuasa sekuler: kuasa politik (praktis), kuasa uang, kuasa birokratik, kuasa primordialistik dan berbagai kuasa lainnya. Gereja dan kekristenan harus menampilkan diri sebagai lembaga yang mengayomi dan melindungi seluruh umat manusia, yang berjuang bagi pemajuan HAM, menjadi tempat berteduh bagi mereka yang mengalami kejahatan, kekerasan seksual, KDRT, yang concern bagi kesetaraan gender, yang memberi pertolongan bagi kaum disabilitas, yang menjadi rumah bagi mereka yang terusir dari dunianya oleh berbagai faktor.

 

Tema Paskah PGI 2018 :

“Kuasa Kebangkitan Kristus Menjadikan Kita Hamba Kebenaran” (Bdk Roma 6:18)

 

Ada power, ada _exousia_ dalam kebangkitan Kristus. Gereja dan umat Kristen Indonesia harus menjadikan Paskah ini sebagai momentum untuk memperkukuh persekutuan internal, menuju penguatan kekristenan lintas denominasi dan lintas generasi, sehingga dengannya Gereja bisa memberi kontribusi proaktif ditengah hingar-bingarnya realitas “Tahun Politik”. Suara kenabian Gereja harus makin kuat dan kerap diperdengarkan agar para kandidat dan parpol benar-benar bertarung sehat dalam perspektif UU, moral, etik dan spiritual. Menjadi Hamba Kebenaran berarti menyatakan Ya terhadap yang Ya dan Tidak terhadap yang Tidak tanpa takut dan malu. Kristus bangkit mengalahkan maut. Ia mengubah kita dari Hamba Dosa menjadi Hamba Kebenaran. Mari menyuarakan kebenaran tanpa ragu dikekinian dunia.

 

Selamat Merayakan Paskah. God bless.

 

*Weinata Sairin*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here