Tujuh Ucapan Yesus di Kayu Salib

0
3003

 

 

Oleh: Pdt. Dr. Mangapul Sagala

 

 

“Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus…” (Gal.6;14).

 

“Pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa” (1Kor.1:18).

 

Salam sejahtera bagi semua rekanku yang terkasih,

 

Sungguh bersyukur ketika tahun ini STT Trinity melakukan perenungan tujuh ucapan Salib di Trinity Chapel (STT Trinity). Ibadah yang dilakukan setiap malam tersebut (20.00 sp 21.30 WIB), tidak hanya diikuti oleh warga STT Trinity: mahasiswa, dosen, staf, karyawan,  tapi juga  umat, termasuk seorang majelis dari Gereja tradisional, yang sudah berusia lebih 70 tahun.  Sungguh terharu menyaksikan kesungguhan majelis tersebut datang setiap malam, walau harus berjalan kaki dengan lambat, karena kondisinya yang sudah lansia.  Bersyukur melihat sharing dan respons jemaat yang hadir. Salah satu mengatakan, “Senang dan bersyukur mengikuti perenungan tersebut. Belum pernah menikmati perenungan sedemikian mendalam”.

 

Kedua kutipan rasul Paulus tersebut di atas menunjukkan betapa pentingnya mengetahui, memahami  salib Yesus. Rasul Paulus menuliskan bahwa hal itu  merupakan kebodohan bagi yang akan binasa, tetapi sebaliknya,  kekuatan bagi seluruh orang percaya. Bahkan rasul Paulus telah memutuskan untuk tidak akan pernah bermegah selain dari pada dalam salib Yesus.  Jika demikian, betapa pentingnya Gereja  secara sungguh-sungguh  mengajarkan salib Yesus, baik secara kualitas, juga kuantitas.

 

Ketika menggali dan  merenungkan ketujuh ucapan-ucapan Yesus di  kayu salib, sangat banyak hal yang diperoleh.  Dalam waktu dan tempat terbatas ini, akan disebutkan beberapa hal saja.

 

Pertama, ketujuh sabda Yesus di kayu salib menyatakan dan mendemostrasikan bahwa  Yesus sungguh-sungguh adalah Allah. Mari kita perhatikan sabda Yesus berikut: “‘Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” . (Lukas 23:34).  Jadi sangatlah keliru kalau ada orang yang mengajarkan bahwa Yesus tidak mati di kayu salib.  Menurut mereka yang menyangkal bahwa Yesus mati di kayu salib,  Allah begitu mengasihi Yesus, karena itu, ketika orang-orang Yahudi menangkap Yesus, mereka bukan menangkap Yesus, tapi Yudas. Mengapa bisa terjadi demikian? Karena Allah telah mengubah wajah Yudas menjadi seperti Yesus, sedangkan Yesus diangkat Allah ke surga.  Namun  merenungkan ucapan pertama  tersebut, mungkinkah Yudas  berdoa syafaat dan memohon pengampunan bagi orang-orang  yang telah  mencambuk, menyiksa dan menganiaya  dirinya habis-habisan?

 

Terlebih lagi, mari kita renungkan ucapan kedua ini: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”  (Lukas 23:43).  Siapakah orang atau nabi yang sanggup dan berotoritas memberikan kepastian keselamatan seperti  itu?  Terlebih lagi, ketika  mengamati bahwa sabda itu disampaikan kepada penjahat, hal itu adalah kemustahilan, kecuali yang bersabda itu adalah Allah sendiri.  Syukur, sebagaimana dituliskan dalam Injil Yohanes begitu jelas, Yesus adalah sungguh-sungguh Allah Yoh.1:1).

 

Kedua, ketujuh sabda Yesus di kayu salib sungguh-sungguh menunjukkan bahwa Dia sungguh sangat mengasihi umat. Itu sebabnya, Dia rela mengalami penderitaan yang sedemikian menyakitkan, yang sulit dibayangkan.  Yesus sedemikian menderita secara mental. Sejak  di taman Getsemane,  Injil Lukas menuliskan bahwa dalam perjuangan Yesus, Dia mengeluarkan keringat darah (Luk.22:44). Selain itu, juga dicatat adanya malaikat yang menguatkan Yesus (ayat 23). Setelah peristiwa di taman itu,  ke-empat Injil memberitakan bagaimana Yesus menderita jasmani, disiksa dan dianiaya (Yoh.19:1-5). Bahkan ketika di kayu Salib, terlihat penderitaan Yesus secara rohani, di mana Dia mengalami murka Allah akibat dosa manusia. Itulah sebabnya, Dia berseru, “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku” (Mat.27:46).

 

Meskipun Yesus sudah sedemikian menderita, namun kasihNya begitu ajaib. Dia berdoa, memohon pengampunan bagi setiap orang, sebagaimana tercermin dari ucapan pertama. Dia juga memberikan dan memastikan keselamatan bagi penjahat yang ikut disalibkan bersamaNya (ucapan kedua). Secara khusus, Dia menunjukkan kasihNya kepada ibuNya, yang bahkan ketika Dia dalam kondisi begitu menderita pun, masih memikirkan ibuNya dan menyerahkannya kepada Yohanes, murid terdekatNya (ucapan ketiga, Yoh.19:26).

 

Refleksi

Kiranya melalui perenungan kita terhadap ucapan-ucapan Tuhan Yesus sedemikian agung dan mulia, kerohanian kita semua dikuatkan dan disegarkan.

 

Betapa tidak, bagaimanapun kondisi kerohanian kita, Tuhan Yesus selalu siap mengampuni kita. Asalkan kita mau datang dengan sungguh-sungguh kepadaNya,

 

Dia selalu siap menerima kita, bahkan memberikan kepastian  keselamatan sebagaimana dialami oleh penjahat yang disalibkan tsb.

 

Selain itu, kita juga dapat belajar dari teladanNya yang sempurna. Teladan untuk mengampuni orang-orang yang di sekitar kita, termasuk yang menurut kita tidak layak untuk diampuni. Sekalipun hal ini sulit, dan mungkin berkali-kali kita gagal melakukannya. Namun kita bersyukur, teladan Yesus tersebut dapat mengilhami kita sepanjang umur kita.

 

Selanjutnya, dalam pergumulan hidup yang sedemikian sulit bahkan terasa tidak sanggup diatasi, Tuhan Yesus memberi teladan sempurna: yaitu berdoa.

Kita mengamati bahwa dari tujuh ucapan Yesus di kayu salib, tiga kali Dia berdoa (ucapan ke-1, ke-4 dan ke-7). Kita amati bahwa ketika seluruh dunia meninggalkanNya, termasuk semua orang yang mengalami mukjizatNya, bahkan rasul-rasulNya (kecuali Yohanes), Dia tetap dapat bertahan dengan kekuatan Doa. Betapa bermaknanya teladan Yesus di kayu salib tsb. Dalam kondisi paling buruk, Dia berseru, “Ya Bapa…”, relasiNya dengan Bapa surgawi begitu melekat, erat, tidak ada yang sanggup meruntuhkanNya.

 

Seorang rekan,  alumnus senior suatu ketika menjelaskan bahwa  dia sudah berkali-kali mau ‘tenggelam’ dalam perjalanan imannya. Sungguh tidak kuat mendayung sampai ketepi. Godaan dan tekanan sedemikian besar, baik dari pekerjaan, demikian juga kesulitan dalam keluarga, termasuk masalah keuangan. Namun sungguh bersyukur, jika melihat ke belakang, ketika merasa tidak sanggup, saya dan istri bersujud, berserah kepada Bapa di dalam doa.

Terbukti, Allah dapat diandalkan. Doa menjadi ‘pelarian’ yang terbaik.

 

Kiranya kita semua, terutama yang sedang bergumul berat beroleh inspirasi dari teladan Yesus tsb. Bersama Dia, kita pasti menang, karena Dia telah menyelesaikan semua musuh yang dapat menghancurkan kita (ucapan ke-6).

 

Selamat  merenungkan Jumat Agung.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here