Oleh: Pdt. Stefanus Hadi Prayitno
*Segarlah Jiwaku*
” Orang bebal berkata dalam hatinya: tidak ada Allah ” (Mazmur 14:1b).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bebal artinya: sukar mengerti, tidak cepat menanggapi sesuatu (tidak tajam pikiran), bodoh. Dikatakan dalam 1 Samuel 25:25: “Janganlah kiranya tuanku mengindahkan Nabal, orang yang dursila itu, sebab seperti namanya demikianlah ia, Nabal namanya dan bebal orangnya”.
Orang bebal tidak tahu berterima kasih baik terhadap sesama maupun terhadap Tuhan. Karena baginya semua yang telah dicapainya adalah karena kemampuannya semata. Sebab itu ia tidak mau direpotkan orang lain dengan beban mereka. Ia tidak mau tahu dengan penderitaan orang lain. Ia hidup untuk dirinya sendiri. Tidak ada tenggang rasa dalam dirinya. Mata hatinya tertutup terhadap kebutuhan orang lain meskipun orang-orang itu sebenarnya menjadi pelindung bagi kehidupannya. Orang bebal tidak tahu berbuat baik.
Saudara, mari kita tarik pelajaran dari kisah si Nabal yang bebal. Akibat kebebalannya, ia mengalami dua hal. Pertama, Nabal tidak bisa menikmati hidupnya. Kedua, Nabal mengalami serangan jantung (1 Samuel 25:36-37). Sebab itu saudaraku, mari kita aminkan kebenaran Firman Tuhan yang berbunyi: “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri…” (2 Korintus 5:15). Dengan demikian kita tidak jadi manusia bebal.
Saudaraku, raja Salomo memberi kita nasihat: “Janganlah berbicara ditelinga orang bebal, sebab ia akan meremehkan kata-katamu yang bijak” ( Amsal 13:9). Sementara seorang cendekiawan, Goethe berkata: “…Hanya orang setengah bijak dan setengan bebal-lah yang paling berbahaya”. EvT
ORANG CERDIK BERTINDAK DENGAN PENGETAHUAN, TETAPI ORANG BEBAL MEMBEBERKAN KEBODOHAN.