Markus 9:20-28
Oleh: Reinhard Samah Kansil
Kadang kita perlu berdamai dengan kelemahan.
Jangan berontak. Berserahlah.
Bergantunglah pada Tuhan sepenuhnya.
Karena pasti, kita akan dimampukan hidup
bersama kelemahan itu dengan kekuatan ilahi.
Dipermalukan
Bacaan kita hari ini mengisahkan seorang anak yang digoncang-goncang tubuhnya oleh roh jahat (ay. 20). Kristus bertanya, “Sudah berapa lama ia mengalami ini?” Tampaknya penyakit ini sudah lama diderita anak itu, yakni sudah sejak kecil (ay. 21), yang membuat perkara ini tambah menyedihkan dan lebih sulit untuk sembuh.
Dalam pada itu, jawaban yang diberikan Yesus terhadap perkataan sang ayah ini (ay. 23), “Katamu, jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.” Di sini: Dengan diam-diam Yesus menguji kelemahan iman ayah anak itu.
Alasan yang diberikan Yesus kepada murid-murid mengenai mengapa mereka tidak bisa mengusir roh jahat itu. Mereka bertanya kepada Yesus secara pribadi mengapa mereka tidak bisa (ay. 28), supaya jangan mereka gagal lagi lain kali dan dipermalukan lagi di hadapan umum. Yesus memberitahukan mereka bahwa (ay. 29), Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa.
Murid-murid tidak boleh berpikir bahwa pekerjaan mereka akan selalu mudah, karena pelayanan-pelayanan tertentu mengharuskan mereka mengalami kesulitan yang lebih dari biasanya. Memang Kristus dapat melakukannya dengan hanya mengucapkan satu patah kata saja, tetapi mereka sendiri perlu melakukannya dengan berdoa.
Apa yang terjadi pada para murid hingga mengalami keadaan seperti ini? Mereka bingung karena gagal mengusir setan dari seorang anak yang kelihatannya diserang ayan, tetapi akibat kerasukan. Mereka merasa bahwa otoritas dan kuasa ada dalam genggaman mereka, sama dengan sang pengutus, dalam hal ini Kristus. Tetapi, yang terjadi adalah mereka dipermalukan, mereka gagal, dan akibatnya otoritas dan kuasa Yesus pun dipertanyakan oleh banyak orang.
Kebergantungan Ilahi
Apa yang keliru di sini? Yang keliru adalah bahwa para murid hanya bersandarkan kekuatan diri mereka sendiri. Mereka mengingat kejadian-kejadian lampau ketika mereka berhasil mengusir setan, dan merasa bahwa mereka bisa melakukannya lagi. Namun, tentu saja mereka tidak begitu pasti dengan apa yang mereka lakukan. Maka, di sana terdapat keraguan juga dan para murid tidak berdoa kepada Allah untuk mendapatkan kekuatan. Mereka bergantung kepada diri mereka sendiri.
Pengalaman hidup pelayanan kita, persekutuan yang kita bangun, kesaksian yang telah kita lakukan, membuat kita tidak peka lagi terhadap spiritualitas yang sesungguhnya. Kehidupan rutin kerohanian kita sering kali menumpulkan kita, dan kita terhanyut oleh rutinitas yang hampa, namun berjubah mengkilap.
Periksalah hubungan saudara dengan Tuhan. Apakah suatu kebergantungan mutlak atau sekadar memori yang indah?
KADANG KITA DIBIARKAN LEMAH.
AGAR KITA BELAJAR BERGANTUNG PADA KUASA TUHAN