Pdt. Weinata Sairin: “Dicari Figur Berpengalaman dan Dipercaya”

0
1357

“Experto crede. Percayalah kepada orang yang telah berpengalaman”.

 

Di zaman baheula, tahun lima puluhan, tatkala peribahasa masih dijadikan salah satu materi pembelajaran di jenjang “Sekolah Rakjat” ada peribahasa yang cukup populer. Peribahasa itu berbunyi “Pengalaman adalah guru yang terbaik”. Hampir setiap hari Bapak atau Ibu Guru mengumandangkan isi peribahasa itu baik di ruang-ruang kelas maupun pada saat-saat dialog di luar ruangan. Para Guru itu menekankan betapa pentingnya pengalaman itu, untuk kehidupan. Pengalaman itu membuat seseorang lebih maju dan lebih unggul; pengalaman bahkan mampu membuat orang terhindar dari membuat kesalahan “yang sama”. Kita bisa memperoleh wawasan baru dari berbagai pengalaman itu, kata pak Guru, bukan hanya dari sosok “Guru”. Pada zaman baheula ketika pendidikan vokasi belum mendapatkan tempat yang baik, seperti sekarang, maka transfer pengalaman itu bisa terjadi secara langsung dari orang ke orang. Transfer seperti itu dilakukan ayah kepada anaknya, atau ibu kepada anaknya, atau kakak kepada adiknya.

 

Pengalaman itu memiliki spektrum yang amat luas bukan hanya diseputar hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan tetapi juga mencakup hal-hal spiritual. Kita secara pribadi tentu memiliki ‘pengalaman keagamaan’ yang amat kaya, “amazing”, yang telah memperkuat iman kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Relasi kita yang intensif dengan Yang Sakral-transendental, dengan Yang Diatas, dalam berbagai bentuk; doa, sholat, zikir, tadarus, membaca Kitab Suci, menyanyikan lagu rohani, dan sebagainya menghadirkan pencerahan spiritual tertentu yang mengaliri kedirian kita, membasahi dan menyegarkan tubuh kita sehingga kita memiliki energi baru untuk kembali melangkah menyusuri lorong-lorong kehidupan kita. Walaupun dalam bio data atau CV, pengalaman keagamaan tidak pernah dituliskan secara eksplisit namun kita sadar benar betapa berharganya pengalaman keagamaan itu dalam membentuk kepribadian seseorang.

 

Sebuah pengalaman spiritual Mahatma Gandhi cukup menarik untuk disimak. Gandhi, tokoh besar India, tatkala sedang mengadakan perjalanan ke India Selatan tahun 1927 ia sampai di Chikakol, Andhra pada pk. 22 malam. Disana para pekerja lokal mengadakan lomba memintal untuk menghormatinya. Pada saat ia kembali dari perjalanan itu, ia kelelahan dan ia lupa berdoa sebelum tidur. Sekitar pukul 2.00 dini hari ia terbangun dan teringat bahwa ia belum berdoa. Ia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya dan ia tiba-tiba menggigil. Ia tak bisa tidur. Kemudian ia duduk diatas tempat tidurnya sepanjang malam menyesali kesalahannya dan memohon pengampunan kepada Tuhan.

 

Percaya, dalam arti “trust” itu penting sekali dalam kehidupan ini. Percaya kepada orang, pejabat atau juga kepada lembaga; institusi di kekinian dunia amat penting. Percaya kepada travel, pabrik, penerbit, dan sebagainya. Perusahaan yang sudah mendapat sertifikasi dari lembaga yang bonafid, perusahaan yang memiliki branding populer biasanya mendapat kepercayaan publik.

 

Produk alat kesehatan, obat, buku keagamaan atau kitab suci agama adalah beberapa produk yang amat penting dan vital bagi publik. Itulah sebabnya perusahaan atau penerbit produk-produk tersebut harus benar-benar dipercaya oleh masyarakat.

 

Pada tanggal 9 Februari 2018, sebuah lembaga penerbitan kitab suci umat kristiani yaitu Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) atas rahmat Tuhan, memasuki usia ke-64. Sebuah acara nasional yang peresmiannya dilakukan oleh Menteri Agama RI tanggal 7 Februari 2018 di Wisma Kinasih Caringin Bogor telah menjadi peristiwa historis penting dalam menyambut HUT ke-64 LAI.

 

Arahan Bapak Menteri Agama tentang peranan LAI ditengah NKRI yang majemuk benar-benar memperluas wawasan LAI dalam meningkatkan pelayanannya di masa depan. Kehadiran para petinggi negeri dalam acara LAI, Drs Agung Laksono dalam kapasitas Menko Kesra, Prof Nasaruddin Umar sebagai Wamenag dan Drs Lukman H Saifuddin Menag membuktikan peran strategis LAI dalam menerjemahkan, memproduksi, menerbitkan dan menyebarkan Alkitab dalam berbagai bahasa dan wujud “kepercayaan’ pemerintah dan publik kepada LAI sebagai lembaga nir laba.

 

LAI mendapat *trust* dari umat Kristen dan Katolik di Indonesia; pengguna Alkitab terbitan LAI tidak terbatas hanya pada 1 denominasi/aliran Gereja tetapi semua aliran Gerejawi yang ada menggunakan Alkitab produk LAI. LAI dipercaya karena SDM yang ia miliki, para penerjemah, ahli bahasa, ahli dibidang mesin cetak, teolog, ahli manajemen kesemuanya memberikan dukungan bagi tugas pelayanan LAI. LAI juga mengembangkan kerjasama dengan Pemerintah, Pemda, Kementerian, Universitas., PNRI selain dengan lembaga Gerejawi di tingkat nasional. Kebutuhan umat yang selalu meningkat terhadap Alkitab membutuhkan bahwa manusia modern tetap membutuhkan panduan spiritual, sebab itu LAI juga mengembangkan Alkitab Digital.

 

Tentu ada banyak lembaga baik nasional maupun internasional yang punya branding bagus dan di percaya publik. LAI adalah salah satu contoh saja. Keberhasilan LAI tentu karena berkat Tuhan bukan hanya karena SDM dan manajemennya yang maju  dan profesional. LAI masa depan kiranya makin maju dan profesional dan mampu melayani umat dengan sangat prima.

 

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Kita dipercaya karena kita punya pengalaman. Lembaga kita dipercaya karena kaya akan pengalaman. Mari kita menugaskan orang-orang yang berpengalaman bukan orang-orang yang kita rekrut dari gelanggang primordialisme. Serahkan institusi kita, provinsi, kabupaten, kecamatan kita kepada mereka yang kita percaya dan berpengalaman.

 

Selamat Berjuang. Gbu.

 

*Weinata Sairin.*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here