Oleh: Stefanus Widananta
Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan
Matius 23;12
Kalimat di atas muncul ketika Yesus mengecam orang-orang Farisi dan ahli Taurat, mereka memposisikan dirinya melebihi siapapun bahkan menempatkan diri mereka sebagai wakil Tuhan.
Para ahli Taurat juga menempatkan diri sebagai pusat segalanya yang tahu segalanya, dengan segala kepongahan, mereka meninggikan diri dengan merebut porsi Allah.
Memang, secara alamiah, semakin kita kaya, memiliki status sosial yang tinggi, intelektual yang tinggi, maka kita memiliki kecenderungan menjadi sombong.
Dan tidak sedikit yang bergantung kepada semuanya itu dan tidak lagi bergantung kepada Tuhan, dengan kata lain, mengandalkan kekuatan dan kemampuan diri sendiri.
Pemazmur dengan gamblang menggambarkan hidup manusia itu fana, “Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga, di padang demikianlah ia berbunga, apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia dan tempatnya tidak mengenalnya lagi”
Rasa ingin dipuji dan dihargai adalah awal kesombongan, sebaliknya , dalam khotbah, “Yang merendahkan hati, akan ditinggikan”, merendahkan diri bukan berarti menempatkan diri lebih rendah dari lainnya, merendahkan diri yang dimaksudkan Yesus adalah sikap hati yang takluk pada kebenaran Allah, tunduk dan menyadari diri sebagai orang berdosa.
Kita diajar untuk mencerminkan kerendahan hari, suatu kesadaran bahwa diri kita bukanlah apa-apa, semua yang ada pada kita, semata-mata karena anugerah Tuhan atas kita, semata-mata karena kemurahan Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati.