Oleh: Yonghan
Setelah menempuh perjalanan darat 11 jam sejauh 400 km dari Pekanbaru, Riau, kami akhirnya sampai di Desa Sungai Belian, Jambi sekitar pukul 17.30. Sekitar 30 km terakhir perjalanan, kami harus menembus hutan Jambi melewati jalanan yang rusak dan bergelombang. Puji Tuhan yang telah menyertai perjalanan kami sehingga bisa berjalan lancar dan tiba dengan selamat.
Tim misi ini terdiri dari komposisi yang unik; berbeda ras, suku bangsa, maupun kewarganegaraannya. Saya orang Tionghua, Pak Wayat dan pak Ryan orang Jawa, sementara Pak Richard sendiri adalah bule dari Tennesse, Amerika Serikat. Bayang-bayang dari “suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka” (Why 7:9) kelak terlihat samar-samar dari perjalanan kami ini.
Walaupun ini itunya kami berbeda, kami berempat sama-sama sehati dan sepikiran menyadari kapasitas kami sebagai hamba-hamba tak berguna yang melakukan yang harus dilakukan (Luk. 17:10). Karena itu, perintah Tuan dan Tuhan kami berempat untuk “pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28:19-20) tidak pernah menjadi pilihan bagi kami. Ini adalah kesukaan kami. Ini adalah sukacita untuk kami kerjakan.
Tuan rumah kami adalah pak Paulus. Sejak menjadi transmigran dari 1985, beliau sudah memiliki hati melayani Tuhan. Ia menggembalakan sesama transmigran Jawa yang ingin mempelajari Alkitab. Dalam keterbatasannya, dengan setia ia memberitakan Kristus kepada orang-orang sekampungnya.
Kedatangan kami disambutnya dengan penuh sukacita sebab banyak domba-domba yang terlantar dan tak bergembala di tempat ini. Gereja memang sudah ada beberapa, tetapi tidak ada yang punya api memberitakan Injil. Pendeta memang sudah ada beberapa, tetapi tidak ada yang punya hati menggembalakan.
Banyak orang Kristen yang tidak sadar kalau Yesus yang tidak mengenal dosa telah dibuat Allah menjadi dosa karena kita, supaya dalam Yesus kita dibenarkan oleh Allah. Karena kita sudah dibenarkan dengan perantaraan Kristus, maka kita sudah diperdamaikan dengan Allah.
Karena sudah diperdamaikan, maka Allah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kita. Jadi, setiap orang Kristen adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati manusia dengan perantaraan kita. Dalam nama Kristus, hendaklah kita tidak perlu sungkan-sungkan memohon orang-orang memberi dirinya diperdamaikan dengan Allah (2 Kor. 5:18-21).
Selesai bersih-bersih dan makan malam, sebagai utusan-utusan Kristus, kami segera bertukar pikiran dengan pak Paulus membahas mengenai siapa-siapa saja yang bisa kami datangi untuk memohon mereka memberi dirinya diperdamaikan dengan Allah di desa Sungai Belian ini. Kiranya kehendak Tuhan yang jadi.