Oleh: Nikodemus Rindin
Dalam 1 Tesalonika 2:13-20, Paulus menjelaskan kepada Jemaat yang pernah dilayaninya bahwa ia sangat bersyukur ketika melihat mereka telah menerima firman Allah yang diberitakan itu. Dan firman itu ternyata bukan hanya mereka terima tetapi bekerja di dalam hidup mereka, sehingga mereka menjadi penurut-penurut Jemaat Allah dan ikut terlibat menderita sebagai pengikut Kristus yang setia akibat perlakuan orang-orang Yahudi yang tidak percaya. Namun inilah warna kehidupan sebagai orang percaya mereka bukan hanya perlu percaya namun juga perlu menyangkal diri dan mememikul salib dan ikut Yesus dengan setia.
Saat ini, banyak orang mengajarkan bahwa mengikut Yesus pasti ini dan pasti itu, tak mengalami kesusahaan dan selalu diberkati. Dan tampaknya ajaran yang demikian tak sejalan dengan kehidupan yang dialami Jemaat Tesalonika. Bagi mereka iman Kristen tampaknya tidak membawa damai dan berkat, yang ada hanyalah kesusahan dan penderitaan namun mereka sadar bahwa dalam situasi yang demikian, “Tuhan seakan menempatkan diri mereka dijalan yang harus ditempuh sebagai orang kudus.” Penganiayaan yang mereka alami sebetulnya sebagai suatu tanda kehormatan yang memberi mereka tempat sejajar dengan pasukan khusus Kristus.
Ketika para nabi dibunuh, para rasul dibunuh dan pengikut Kristus dibunuh maka sebetulnya yang dibunuh adalah pembawa berita itu tetapi berita itu sendiri tidak ada yang bisa membunuhnya. Kristus mereka bunuh dan seakan mereka bisa menghambat berita Injil itu namun mereka salah karena Sang berita itu terus bergerak, bekerja dan menggelisahkan hati tiap-tiap orang dan tidak ada yang bisa menghambatnya sehingga di tiap-tiap jaman dan tempat masing-masing orang membuka hatinya untuk Tuhan. Dan sejarah membukti bahwa semakin jemaat dianiaya maka disanalah tumbuh kekristenan yang semakin merambat dan kuat.
Karena itu, maka Paulus sebagai seorang hamba Tuhan merasa bahwa ada suatu sukacita yang luar biasa yang meluap dari hatinya, karena Jemaat yang dilayani sebagai suatu pengharapan dan mahkota kemegahannya. Mengapa demikian, sebab jemaat yang kuat dan jemaat yang rela menderita bagi Kristus itulah pengharapan dari kekristenan.
Terlalu mudah untuk melihat Jemaat dalam suatu jumlah yang besar namun tidak mudah menemukan Jemaat yang teguh dan tangguh berdiri di dalam imannya kepada Tuhan walaupun dalam kondisi yang tak menyenangkan. Kita terlalu sering menemukan Jemaat yang cengeng dan terlalu mudah bergeser dari imannya hanya karena kekasih atau karena harta kekayaan serta promosi jabatan dalam suatu pekerjaan. Kristus dengan begitu mudahnya digeser dari kehidupan keimanan mereka. Padahal sebetulnya kesukaan dan kebanggan Paulus sebagai hamba Tuhan adalah ketika melihat Jemaatnya kuat dan beriman sungguh serta terus setia meski didera dengan berbagai derita. Bukan karena ia tenar, mendapat banyak pujian atau memiliki harta berlimpah namun karena mereka merasakan seolah-olah ketika melihat Jemaat hidupnya benar, bertumbuh dalam Kristus dan hidup dalam Firman Tuhan itulah kemuliaannya. Sukacita, mahkota kemegahan dan kemuliaan yang dapat menjadi suatu kebangaan di hadapan Kristus pada waktu Ia datang. Dengan kata lain Paulus ingin menunjukkan bahwa kemuliaan dia sebagai pemberita Injil adalah terletak di dalam diri mereka yang telah menerima Injil itu dan membawa mereka berjumpa dengan Kristus sebagai Sang Juruselamat. Mereka bukan hanya dihantarkan pada Kristus tetapi mereka membuatnya bersukacita karena hidup yang mereka tunjukkan sungguh suatu hal yang membanggakan.